Liputan6.com, Gorontalo - Barongko, kuliner tradisional khas Bugis-Makassar, menjadi primadona saat bulan Ramadan tiba. Kue berbahan dasar pisang ini kerap dijadikan takjil berbuka puasa karena teksturnya yang lembut dan cita rasanya yang manis legit.
Meski sebagian orang mengira Barongko berasal dari Sulawesi Tengah, sejatinya kue ini merupakan warisan kuliner Sulawesi Selatan.
Baca Juga
Dahulu, Barongko hanya disajikan untuk para raja, namun kini telah menjadi hidangan yang populer di masyarakat luas. Barongko dibuat dari campuran pisang, santan, telur, gula, dan sedikit garam, lalu dibungkus dengan daun pisang sebelum dikukus hingga matang.
Advertisement
Penggunaan daun pisang tidak hanya berfungsi sebagai pembungkus, tetapi juga memberi aroma khas yang menggugah selera.
"Pisang yang dibungkus daun pisang melambangkan kejujuran, sementara proses pembungkusannya mencerminkan nilai 'siri' atau harga diri masyarakat Bugis-Makassar," ujar Budiman warga Makassar kepada Liputan6.com.
Tidak hanya memiliki nilai budaya yang tinggi, Barongko juga menjadi peluang usaha bagi para pedagang kuliner, terutama saat Ramadan.
Andi, seorang pedagang takjil di Pasar Tradisional Makassar, mengungkapkan bahwa penjualan Barongko meningkat drastis selama bulan suci.
"Kalau hari biasa saya hanya bisa menjual sekitar 50 bungkus, tapi saat Ramadan bisa mencapai 100-150 bungkus per hari. Banyak orang mencari Barongko sebagai takjil karena rasanya enak dan mengenyangkan," kata Andi.
Sementara itu, Yuni Sabilah, seorang warga Makassar yang rutin membeli Barongko untuk berbuka puasa, mengaku menyukai kue ini karena teksturnya lembut dan tidak terlalu manis.
"Setiap Ramadan saya selalu mencari Barongko. Selain karena tradisi, rasanya juga pas di lidah dan tidak bikin enek," ujar Yuni.
Dengan cita rasa khas dan nilai budaya yang terkandung di dalamnya, Barongko tidak hanya menjadi sekadar makanan, tetapi juga simbol tradisi yang terus lestari di tengah masyarakat Bugis-Makassar. Tak heran, kue ini selalu dicari saat Ramadan tiba.