Investor Asing Makin Kepincut dengan Pasar Keuangan RI

Dana investor asing yang masuk ke pasar modal Indonesia dinilau sudah terlalu tinggi sehingga patut diwaspadai.

oleh Agustina Melani diperbarui 22 Jul 2014, 14:42 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2014, 14:42 WIB
Ilustrasi Investasi
Ilustrasi Investasi (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Dana investor asing terus membanjiri pasar keuangan Indonesia. Adanya harapan terhadap pemerintahan baru untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Total dana investor asing yang masuk ke Bursa Efek Indonesia (BEI) mencapai Rp 56,11 triliun hingga 22 Juli 2014. Kondisi ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Pada semester I 2013, dana asing yang keluar mencapai Rp 1 triliun. Investor asing pun terus melanjutkan aksi jualnya pada semester II 2013 yang mencapai Rp 20,64 triliun.

Tak hanya masuk ke pasar modal Indonesia, dana asing juga membanjiri surat utang Indonesia. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU), dana investor asing masuk ke surat berharga negara (SBN) mencapai Rp 405,39 triliun per 17 Juli 2014. Jumlah itu sekitar 35,63 persen dari total obligasi yang diperdagangkan. Kepemilikan investor asing di SBN baru mencapai Rp 377 triliun pada April 2014.

Dengan dana investor asing yang masuk ke pasar keuangan Indonesia juga mempengaruhi nilai tukar rupiah. Nilai tukar rupiah terhadap dolar menguat 5,2 persen secara year to date dari level Rp 12.210 per dolar Amerika Serikat (AS) pada 30 Desember 2013 menjadi Rp 11.572 pada 21 Juli 2014.

Dana investor asing yang terus masuk ke pasar modal Indonesia ini dipengaruhi adanya sentimen pemilihan umum (Pemilu). Apalagi hari ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan merilis hasil penghitungan suara pemilihan Presiden (Pilpres) sehingga memberikan kepastian politik. Dana investor asing ini pun diperkirakan masih akan terus masuk ke pasar keuangan Indonesia hingga melihat susunan kabinet dari pemerintahan baru yang akan dilantik pada 20 Oktober 2014.

Selain itu, Analis PT First Asia Capital, David Sutyanto menilai, meski Indonesia mengalami perlambatan ekonomi, investor asing masih melihat Indonesia sebagai salah satu emerging market menarik. Hal itu dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan indeks harga saham gabungan (IHSG).

"Pertumbuhan ekonomi global saja tiga persen, sedangkan Indonesia sekitar lima persen. Pertumbuhan IHSG sekitar 19 persen year to date," kata David, saat dihubungi Liputan6.com.

Selain itu, Analis PT Asjaya Indosurya Securities, William Suryawijaya mengatakan, pelaksanaan pemilihan umum relatif aman dan terjaga juga mendukung situasi ekonomi dan politik Indonesia.

Hal senada dikatakan Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual. Imbal hasil menarik baik surat utang negara dan pertumbuhan harga sahamnya membuat Indonesia menjadi tempat investasi menarik untuk investor asing.

Meski demikian, analis dan ekonom ini sepakat kalau dana investor asing yang masuk ke pasar keuangan Indonesia sudah besar. Hal itu cukup mengkhawatirkan apalagi investor asing berharap terhadap pemerintahan baru untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

"Ini cukup mengkhawatirkan. Total portofolio baik dari saham dan surat utang yang masuk ke Indonesia sudah mencapai Rp 140 triliun. Valuasinya pun sudah mahal dibandingkan dengan price earning saham yang sudah tercatat di bursa. Kita tidak punya bantalan apapun," kata David Sumual.

Oleh karena itu, David mengingatkan dana investor asing itu dapat sewaktu-waktu keluar dari pasar keuangan Indonesia. Apalagi kalau investor asing itu tidak melihat ada perubahan untuk membenahi subsidi energi yang mempengaruhi defisit transaksi berjalan. Selain itu, bila bank sentral Amerika Serikat (AS) juga memutuskan untuk melakukan tapering dan menaikkan suku bunga acuan secepatnya.

Menurut David Sumual, selama ini membebani perekonomian Indonesia adalah subsidi energi besar terutama bahan bakar minyak dan listrik. Oleh karena itu, pemerintah harus mengimpor minyak, hal ini yang menganggu defisit transaksi berjalan dan perdagangan.

David pun mengimbau pemerintah sekarang maupun mendatang untuk melakukan langkah berani mengurangi subsidi energi dengan menaikkan harga BBM bersubsidi. Namun David pesimis pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dapat menaikkan harga BBM bersubsidi meski sudah tidak ada beban politik lagi. Langkah menaikkan harga BBM subsidi menjelang berakhirnya pemerintahan SBY untuk mengurangi beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) di pemerintahan baru.

"SBY kalau ingin meninggalkan warisan baik dengan melakukan perbaikan struktur ekonomi sehingga ada ruang untuk pemerintahan baru. Tetapi saya pesimis pemerintahannya dapat menaikkan harga BBM sekarang meski beban politik tidak ada," ujar David. (Ahm/)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya