Liputan6.com, Jakarta - Sektor saham pertambangan dan perkebunan masih menjadi sektor saham terpuruk di pasar modal Indonesia sepanjang 2014. Harga komoditas belum membaik seiring permintaan melemah dan kebijakan pemerintah terhadap sektor tersebut mempengaruhi gerak saham tambang dan perkebunan.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), sektor saham batu bara turun 3,49 persen menjadi 1.379,43 secara year to date pada penutupan perdagangan saham Rabu (15/10/2014).Lalu sektor saham perkebunan melemah 7,57 persen menjadi 1.978,02.
Pada perdagangan saham Rabu 15 Oktober 2014, saham batu bara dan perkebunan catatkan top loser. Saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) merosot tajam 11,66 persen menjadi Rp 19.700 per saham. Sepanjang 2014, saham ITMG yang masuk indeks saham LQ45 ini turun 21,75 persen.
Advertisement
Saham batu bara lainnya yang tertekan yaitu saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) turun 6,93 persen menjadi Rp 940 per saham pada Rabu pekan ini.
Untuk sektor perkebunan, saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) melemah 4,47 persen menjadi Rp 20.825 per saham pada perdagangan saham pada 15 Oktober 2014. Saham perkebunan yang masuk grup Astra ini turun 13,15 persen sepanjang 2014.
Sementara itu, saham PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) tergelincir 4,31 persen menjadi Rp 1.775 per saham.
VP Investmet PT Quant Kapital Investama, Hans Kwee menuturkan, sektor saham batu bara turun sejak Agustus 2011 sedangkan perkebunan cenderung flat dari akhir 2014. Kedua sektor saham ini dinilai tergantung dari siklus ekonomi dan teknologi.
"Permintaan terhadap crude palm oil (CPO) tertahan perlambatan ekonomi China dan India. Pemerintah China lebih memilih konsumsi minyak kedelai," ujar Hans, saat dihubungi Liputan6.com, Kamis pekan ini.
Produksi CPO dari Malaysia dan Indonesia juga cenderung naik, meski demikian, sentimen itu belum terlalu membantu sektor perkebunan.
Hal ini dinilai mirip terjadi di sektor batu bara. Menurut Hans, faktor ekonomi dan kebijakan China terkait polusi udara menekan harga batu bara. Ditambah penemuan cadangan gas di Amerika Serikat (AS).
Sementara itu, dalam riset PT Sinarmas Sekuritas menyebutkan dampak kebijakan dari China dan India mempengaruhi harga saham batu bara pada hari ini. China membebankan tarif impor mulai 15 Oktober 2014. Tarif itu antara lain 3 persen untuk impor batu bara, 5 persen untuk briket dan 6 persen untuk batu bara thermal.
Selain itu juga ada larangan terhadap penjualan dan pengangkutan batu bara berkalori rendah. Semua aturan ini untuk mengurangi polusi di China.
Sedangkan dari India, Mahkamah Agung membatalkan penjatahan dari 218 tambang batu bara yang diberikan oleh pemerintah antara 1993-2009. Dari 218 tambang, hanya 46 yang beroperasi.
"Mengingat kekurangan pasokan dari industri batu bara India maka berharap akan ada impor batu bara ke India sekitar 20-25 juta ton pada 2014," tulis riset PT Sinarmas Sekuritas.
Rekomendasi Sektor Saham Tambang dan Perkebunan
Rekomendasi Sektor Saham Batu Bara dan Perkebunan
Analis PT Asjaya Indosurya Securities, William Suryawijaya menuturkan, koreksi yang terjadi pada sektor saham batu bara dan perkebunan masih wajar. Harga komoditas yang cenderung turun masih mempengaruhi sektor saham batu bara dan perkebunan. Harga batu bara untuk Oktober berada di kisaran US$ 67,26 dari periode September 2014 sebesar US$ 69.
William optimistis, sektor saham batu bara dan perkebunan masih akan naik dalam jangka menengah dan panjang. "Saham LSIP dan AALI masih akan rebound karena kebutuhan CPO akan membaik," kata William.
Riset PT Sinarmas Sekuritas menyebutkan, dampak kebijakan dari China dan India menjadi sentimen negatif dalam waktu dekat.
"Kami sarankan untuk wait and see klarifikasi lebih lanjut mengenai dampak dari kebijakan soal energi di China dan India," tulis riset PT Sinarmas Sekuritas. (Ahm/)
Advertisement