Bursa Asia Turun Tersengat Sentimen The Fed

Pelaku pasar juga menanti reaksi investor di Amerika Serikat usai pernyataan pimpinan bank sentral AS Janet Yellen soal kenaikan suku bunga.

oleh Agustina Melani diperbarui 31 Mei 2016, 08:25 WIB
Diterbitkan 31 Mei 2016, 08:25 WIB
20150710-Pasar Saham Nikkei-Jepang4
Sejumlah orang tercermin dalam papan yang menampilkan indeks saham di Tokyo, Jepang, Jumat, (10/7/ 2015). Harga saham Nikkei mengalami perubahan mengikuti gejolak pasar Tiongkok. (REUTERS/Thomas Peter)

Liputan6.com, Tokyo - Sebagian besar bursa saham Asia melemah seiring kekhawatiran pelaku pasar terhadap kemungkinan kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS)/The Federal Reserves.

Indeks saham MSCI Asia Pasific sedikit berubah pada pukul 09.32 waktu Tokyo. Indeks saham Australia/ASX 200 melemah 0,8 persen, indeks saham Jepang Topix melemah 0,1 persen.

Sementara itu, indeks saham Korea Selatan Kospi berfluktuasi. Sedangkan indeks saham Selandia Baru/NZX 50 naik 0,1 persen. Sektor saham konsumsi mencatatkan penurunan di bursa saham Asia.


Pada awal pekan ini, bursa saham AS dan Inggris libur. Peluang kenaikan suku bunga bank sentral AS menjadi fokus perhatian pelaku pasar. Pelaku pasar yakin kalau suku bunga bank sentral AS akan dinaikkan dalam waktu dekat.

Pada pekan ini, investor juga akan mencerna data tenaga kerja Amerika Serikat dan penghasilan individu. Ada pun potensi kenaikan suku bunga bank sentral AS membuat dolar AS menguat terhadap mata uang utama lainnya.

"Sementara itu pelaku pasar fokus terhadap kebijakan bank sentral AS. Pelaku pasar juga akan fokus terhadap kebijakan yang mendatang. Investor ingin melihat reaksi Wall Street setelah liburan," tutur Toshihiko Matsuno, Chieft Strategist SMBC Friend Securities Co seperti dikutip dari laman Bloomberg, Selasa (31/5/2016).

Ekonom Senior ANZ Bank New Zealand Ltd Mark Smith menuturkan, normalisasi kebijakan bank sentral AS/ The Fed menjadi kunci yang berdampak terhadap pasar. Namun bank sentral AS akan mengalami dilema terhadap rilis data ekonomi. (Ahm/Ndw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya