Bursa Asia Menguat Tipis, Investor Menunggu Data Inflasi China

Penguatan Bursa Asia sedikit tertahan karena pelaku pasar memilih menunggu keluarnya data inflasi China.

oleh Arthur Gideon diperbarui 09 Agu 2016, 08:39 WIB
Diterbitkan 09 Agu 2016, 08:39 WIB
20150710-Pasar Saham Nikkei-Jepang3
Beberapa orang tercermin dalam papan yang menampilkan indeks pasar saham terbesar di Tokyo, Jepang, Jumat, (10/7/2015). Meskipun Nikkei mengalami kenaikan pada Jumat pagi, tetapi tertutupi oleh penurunan tajam di Fast Retailing Co. (REUTERS/Thomas Peter)

Liputan6.com, New York - Bursa Asia menguat pada pembukaan perdagangan Selasa pekan ini. Namun penguatan tersebut sedikit tertahan karena pelaku pasar memilih untuk menunggu data inflasi China dan keputusan kebijakan moneter dari Bank Sentral India.

Mengutip CNBC, Selasa (9/8/2016), Indeks ASX 200 naik 0,13 persen. Pendorong kenaikan bursa di Australia tersebut adalah sektor keuangan. Indeks Nikkei Jepang naik 0,18 persen dan Indeks Kospi Korea Selatan menguat 0,26 persen.

Sebagian besar bursa Asia naik terdorong oleh drama kenaikan harga minyak. Pada penutupan perdagangan kemarin, harga minyak mentah AS jenis West Texas Intermediate untuk pengiriman September naik US$ 1,22 menjadi US$ 43,02 per barel di New York Mercantile Exchange.

Sementara minyak mentah Brent, yang merupakan patokan harga dunia, untuk pengiriman September naik US$ 1,12 ke posisi US$ 45,39 per barel di London ICE Futures Exchange.

Para negara produsen minyak mengatakan akan menggelar pertemuan informal pada bulan depan dan memperkirakan kondisi pasar pada saat ini hanya bersifat sementara.

"Berita bahwa OPEC akan mengadakan pertemuan September mendorong pengurangan pasokan menjadi dorongan penguatan harga minyak," kata Angus Nicholson, analis dari perusahaan investasi IG.

Pada perdagangan saham hari ini, para pelaku pasar akan menunggu data inflasi China. Data indikator pertumbuhan ekonomi seperti angka investasi, perkembangan industri dan penjualan ritel juga akan keluar dalam beberapa hari ke depan.

Sedangkan di India, Dewan Gubernur Bank Sentral India akan mengeluarkan kebijakan dua bulanan. Sebagian besar ekonom yang disurvei menyatakan tidak akan ada perubahan suku bunga repo atau tetap di 5,60 persen. (Gdn/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya