Saham Kapitalisasi Besar Bikin IHSG Tergelincir Selama Sepekan

Melemahnya saham-saham berkapitalisasi besar mendorong laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tertekan selama sepekan.

oleh Agustina Melani diperbarui 03 Feb 2018, 08:30 WIB
Diterbitkan 03 Feb 2018, 08:30 WIB
Pembukaan-Saham
Pengunjung tengah melintasi layar pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (13/2). Pembukaan perdagangan bursa hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat menguat 0,57% atau 30,45 poin ke level 5.402,44. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung tertekan selama sepekan. Hal itu didorong saham kapitalisasi besar yang merosot.

Mengutip laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia, Sabtu (3/2/2018), IHSG melemah pertama kali dalam pekan ini. Saham kapitalisasi besar yang masuk indeks saham LQ45 turun 1,28 persen selama sepekan. Akan tetapi, saham kapitalisasi kecil dapat mengimbanginya lantaran catatkan kenaikan. Selama sepekan, investor asing melakukan aksi jual mencapai US$ 65 juta sejak awal Januari 2018.

Sementara itu, pasar obligasi cenderung mendatar selama sepekan. Imbal hasil surat utang atau obligasi bertenor 10 tahun turun menjadi 6,25 persen. Investor asing masih melakukan aksi beli di obligasi yang mencapai US$ 660 juta. Sedangkan nilai tukar rupiah melemah ke posisi 13.452 per dolar Amerika Serikat (AS).

Adapun sejumlah sentimen pengaruhi pasar keuangan selama sepekan antara lain dari Amerika Serikat. Staf DPR dan senat sedang mengerjakan Rancangan Undang-Undang (RUU) anggaran meski para pemimpin partai Republik belum membuat keputusan akhir mengenai rencana itu.

Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve memutuskan pertahankan suku bunga usai lakukan pertemuan dalam dua hari. Suku bunga the Federal Reserve tetap 1,5 persen. Inflasi pun masih di bawah target, meski tingkat pengangguran rendah.

Meski demikian, pejabat the Federal Reserve melihat target inflasi dua persen akan tercapai pada 2018. Hal ini mendorong spekulasi kenaikan suku bunga secara bertahap menjadi dua persen. Dalam pertemuan the Federal Reserve tersebut merupakan rapat terakhir yang dipimpin oleh Janet Yellen. Pada pertemuan the Federal Reserve berikutnya akan dipimpin oleh Jerome Powell.

Amerika Serikat (AS) juga melaporkan data produk domestik bruto (PDB) mencapai 2,6 persen pada kuartal IV 2017. Angka ini masih di bawah 3,2 persen pada periode sebelumnya. Pasar juga mengharapkan tiga persen.

Perlambatan pertumbuhan PDB riil pada kuartal IV ini mencerminkan penurunan investasi swasta, ekspor, investasi, belanja pemerintah dan pemerintah daerah, pengeluaran pemerintah federal. Namun ada kenaikan investasi di sektor properti.

Dari sentimen internal yang pengaruhi IHSG antara lain, inflasi Indonesia tercatat 0,62 persen pada Januari 2018. Dilihat year on year (YoY), inflasi mencapai 3,25 persen. Adapun angka inflasi Januari 2018 lebih rendah dari rata-rata konsensus pada 2010-2017 di kisaran 0,71 persen. Adapun kontribusi inflasi disumbang dari faktor harga pangan mencapai 0,48 persen. Kenaikan harga beras menyumbangkan kontribusi 0,24 persen.

Selain itu, investasi asing tumbuh 12,7 persen pada kuartal IV 2017. Sedangkan investasi domestik tumbuh 11,4 persen. Total investasi langsung mencapai Rp 692,8 triliun pada 2017. Angka investasi tersebut tumbuh 13,1 persen.

Sentimen lainnya pengaruhi pasar saham yaitu peraturan baru tentang tarif listrik. Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam akan menerbitkan peraturan baru mengenai tarif listrik yang memperhitungkan harga batu bara sebagai salah satu komponen menentukan tarif listrik. Ini selain inflasi, nilai tukar dan harga minyak Indonesia.

Formula ini baru dipertimbangkan mengingat meningkatnya penggunaan batu bara yang mencapai 57 persen dari total biaya. Perubahan itu akan diterapkan pada kategori non subsidi 1.300 volt ampere (VA). Sedangkan tidak ada perubahan formula tarif listrik untuk 450 VA dan 900 VA.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Sentimen yang Perlu Dicermati

20151102-IHSG-Masih-Berkutat-di-Zona-Merah-Jakarta
Suasana di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (2/11/2015). Pelemahan indeks BEI ini seiring dengan melemahnya laju bursa saham di kawasan Asia serta laporan kinerja emiten triwulan III yang melambat. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Lalu sentimen apa yang perlu dicermati ke depan?

Salah satunya surat berharga atau obligasi AS. Ada kekhawatiran obligasi kelebihan di pasar. Baru-baru ini hasil imbal obligasi AS meningkat seiring kekhawatiran ekonomi dan inflasi relatif kuat.

Namun, permintaan masih kuat ditunjukkan dari lelang. Menteri Keuangan juga mengajukan tambahan US$ 42 miliar pada 2018. Tambahan obligasi itu akan meningkatkan pasokan obligasi di pasar. Akan tetapi, Ashmore melihat tidak begitu dan imbal hasil obligasi AS tetap di kisaran 2,5 persen-3 persen pada 2018.

Terlepas dari permintaan kuat untuk menjual, pemegang terbesar obligasi AS oleh investor asing kembali pulih. Bahkan kepemilikan asing di surat berharga AS naik ke level tertinggi dalam tiga tahun. Meski pun masih ada kekhawatiran China menghentikan menambah posisi di surat berharga AS. Pihaknya juga melihat surplus transaksi berjalan masih berlanjut di berbagai negara.

Tak hanya itu, kebijakan the Federal Reserve juga dipantau pasar. Perkiraan konsensus kenaikan suku bunga dapat mencapai tiga kali pada 2018. Ini karena inflasi berada di atas dua persen pada kuartal terakhir.

The Federal Reserve diperkirakan menggunakan tingkat belanja konsumsi dan inflasi sebagai indikator untuk menaikkan suku bunga. Inflasi Januari 2018 jika tetap di atas dua persen, kemungkinan didorong kenaikan harga energi. Hal ini diharapkan tidak memicu percepatan kenaikan suku bunga the Federal Reserve.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya