Bursa Saham Asia Bervariasi Jelang Akhir Pekan

Laju bursa saham Asia dibuka bervariasi pada perdagangan hari ini (23/2/2018). Indeks utama saham Nikkei Jepang susut, sementara indeks saham Australia naik.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 23 Feb 2018, 08:45 WIB
Diterbitkan 23 Feb 2018, 08:45 WIB
Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Laju bursa saham Asia dibuka bervariasi pada perdagangan hari ini (23/2/2018). Indeks utama saham Nikkei Jepang susut, sementara indeks saham Australia naik terseret penguatan terbatas wall street.

Mengutip CNBC, Jumat ini, indeks saham Nikkei Jepang dibuka melemah tipis setelah tersungkur 1,07 persen pada penutupan perdagangan kemarin, 22 Februari 2018.

Indeks saham ini diperdagangkan turun 0,08 persen ke level 21.720. Sementara indeks saham S&P/ASX 200 Australia naik tipis 0,23 persen.

Penguatan indeks saham utama bursa Asia dipengaruhi saham-saham utama wall street, yakni indeks saham Dow Jones yang menguat 0,66 persen atau 164,7 poin ke level 24.962,48 dan S&P 500 naik tipis 0,1 persen ke posisi 2.703,96.

Sedangkan indeks saham Nasdaq tergelincir 0,11 persen ke level 7.210,09 karena adanya kekhawatiran kenaikan suku bunga acuan AS.

"Menaikkan suku bunga terlalu agresif dapat memperlambat ekonomi," Presiden Federal Reserve St Louis James Bullard.

Pernyataan Bullard ini muncul setelah The Fed bahwa akan ada langkah kebijakan moneter secara bertahap karena perkiraan kenaikan inflasi.

Pelaku pasar juga mempertimbangkan hasil pertemuan Bank Sentral Eropa yang akan dirilis hari ini (Jumat waktu Jakarta).

Di pasar uang, indeks dolar Amerika Serikat (AS) melemah terhadap mata uang utama di level 89,742 dibanding sebelumnya 90,235. Yen Jepang diperdagangkan 106,74 per dolar AS atau menguat dari posisi pertengahan pekan di level 107 per dolar AS.

Harga minyak mentah menyentuh level tertinggi dalam dua tahun menyusul penurunan persediaan minyak mentah AS. Harga minyak berjangka West Texas Intermediate AS naik 1,8 persen menjadi US$ 62,77 per barel dan minyak mentah Brent naik 1,5 persen menjadi US$ 66,39.

 

Harga Minyak AS Naik, Wall Street Menguat Terbatas

Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street cenderung bergerak variatif pada penutupan perdagangan Kamis (Jumat pagi waktu Jakarta). Penguatan saham terjadi pada indeks Dow Jones dan S&P 500, sementara Nasdaq tergelincir.

Mengutip Reuters, Jumat (23/2/2018), indeks saham Dow Jones Industrial Average naik 164,7 poin atau 0,66 persen ke level 24.962,48. Indeks S&P 500 menguat tipis 0,10 persen atau 2,63 poin ke posisi 2.703,96.

Sedangkan Nasdaq justru terjatuh dengan penurunan 8,14 poin atau 0,11 persen ke level 7.210,09. Volume saham yang diperdagangkan di bursa saham AS mencapai 6,81 miliar saham.

Penguatan indeks utama Wall Street ditopang kenaikan sektor saham industri dan energi. Sektor saham industri naik 0,59 persen.

Saham Quanta Service Inc (PWR.N) memimpin penguatan sebesar 3,08 persen dan United Technologies Corp (UTX.N) yang naik 3,3 persen.

Sementara sektor saham energi, SPNY naik 1,08 persen seiring dengan lonjakan harga minyak karena penurunan stok minyak mentah AS.

Saham Chesapeake Energy Corp meningkat 21,67 persen atau kenaikan harian terbesar sejak April 2016 setelah merilis laporan kuartalan dan prospek perusahaan.

Sentimen lain penguatan indeks utama bursa saham AS karena kekhawatiran kenaikan imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS) yang sudah mereda.

Hal itu terjadi setelah ada pernyataan dari The Fed yang mampu menenangkan pasar terhadap kecemasan penyesuaian suku bunga acuan yang lebih cepat.

Seperti diketahui, Wall Street melemah pada perdagangan Rabu 22 Februari 2018 setelah hasil rapat bank sentral makin percaya diri menaikkan suku bunga.

Sebagian besar pelaku pasar masih memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak tiga kali pada 2018. Dan akan dimulai pada pertemuan The Fed Maret ini.

Namun demikian, banyak analis memprediksi pasar akan mampu menghadapi kenaikan suku bungatersebut selama data-data ekonomi mendukung dengan laju peningkatan yang rendah.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya