Liputan6.com, Jakarta - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) secara resmi menerapkan sistem penyelesaian dana transaksi efek lewat bank sentral, atau dalam hal ini Bank Indonesia (BI). Peresmian mekanisme ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia, Jumat (09/08/2019).
Dihadiri oleh Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen, Deputi Gubernur BI Sugeng dan Direktur Utama BEI Inarno Djayadi, penerapan efektif fasilitas CeBM (Central Bank Money) ini merupakan kepatuhan terhadap Principles for Financial Market Infrastructures (PFMI) untuk menjaga stabilitas pasar keuangan.
Advertisement
Baca Juga
Selain itu, CeBM membantu penyelesaian dana lebih efisien dan mengurangi resiko operasional.
"Penerapan mekanisme ini merupakan lompatan besar di industri pasar modal Indonesia, karena berhasil menyelesaikan salah satu rekomendasi kunci dari prinsip IOSCO agar pasar modal bisa bersaing secara global," ujar Direktur Utama KSEI Uriep Budhi Prasetyo di gedung Bursa Efek Indonesia, Jumat (09/08/2019).
Sebelum penggunaan sistem ini, penyelesaian dana transaksi pasar modal dilakukan melalui bank komersial yang ditunjuk oleh KSEI sebagai bank pembayaran. Fungsinya untuk menempatkan posisi dana yang tercatat dalam rekening efek di KSEI.
Setelah diterapkan full CeBM, bank pembayaran tersebut beralih fungsi menjadi bank penyedia fasilitas intraday kepada perusahaan efek.
Implementasi CeBM sendiri telah dilakukan bertahap. Pertama, seluruh bank kustodian wajib melakukan penyelesaian dana dengan sistem BI-RTGS (Juni 2015) dan transaksi Surat Berharga Negara (Maret 2016) yang seluruhnya menggunakan mata uang Rupiah. Kemudian, BI-RTGS mulai digunakan sebagian perusahaan efek (2018).
Adapun untuk mekanisme CeBM telah sepenuhnya diterapkan mulai 22 Juli 2019 kemarin.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bos KSEI Ungkap Risiko Layanan Rekening Efek Elektronik
Peluncuran program simplifikasi pembukaan rekening efek elektronik oleh OJK tentu memudahkan nasabah memiliki rekening saham. Jika mekanisme manual memakan waktu berminggu-minggu, program simplikasi diklaim bisa membuat rekening dalam 30 menit.
Meski cepat, tentu mekanisme ini memiliki celah kekurangan, utamanya keamanan. Direktur PT Kustodian Sentral Efek Indonesia, Syafruddin menyatakan resiko keamanan seperti akun saham abal-abal yang mengganggu pasar mungkin akan ada.
"Resikonya mungkin saja nanti ada akun abal-abal, dia kebetulan punya informasi palsu, ada KTP-nya dan sebagainya, lalu dia merusak pasar, melakukan pencucian uang, bisa terjadi," ungkap Syafruddin di Gedung Bursa Efek Indonesia, Kamis (28/3/2019).
Namun, kata Syafruddin, asalkan tingkat keamanan sistem elektronik ini meningkat, resiko tersebut tentunya masih bisa diminimalkan.
Penggunaan layanan berbasis elektronik tidak boleh mengurangi esensi keamanan dalam bertransaksi di pasar modal dan tetap mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Program simplifikasi pembukaan rekening online ini diatur OJK dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 6/SEOJK.04/2019.
SEOJK ini berisi pedoman teknis pembukaan rekening efek dan rekening dana nasabah secara online, penyediaan Customer Due Dilligence (CDD) pihak ketiga serta pedoman formulir pembukaan rekening untuk nasabah individual.
Advertisement
OJK Luncurkan Simplifikasi Pembukaan Rekening Efek Elektronik
Upaya meningkatkan inklusi jasa keuangan khususnya di bidang Pasar Modal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan program Simplifikasi Pembukaan Rekening Efek dan Rekening Dana Nasabah Elektronik.
Peluncuran program ini dilakukan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (28/3/2019).
Inisiatif program ini merupakan bentuk dukungan pemerintah terhadap perusahaan efek dalam memberikan layanan transaksi pada nasabah secara online.
Jika sebelumnya mekanisme pembukaan rekening efek dan rekening dana nasabah masih dilakukan manual, dengan adanya program ini pembukaan rekening lebih cepat dan menjangkau wilayah yang luas.
"Ini merupakan gong dimulainya implementasi penyederhanaan pembukaan rekening efek dan rekening dana nasabah secara elektronik dengan mensinergikan pemanfaatan customer due dilligence (CDD) pihak ketiga antara bank-bank administrator Rekening Dana Nasabah (RDN) dan perusahaan efek," ungkap Hoesen di Jakarta, Kamis (28/3/2019).
Ketentuan mengenai program ini diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 6/SEOJK.04/2019 tentang Pedoman Pembukaan Rekening Efek Nasabah dan Rekening Dana Nasabah Secara Elektronik Melalui Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Perantara Pedagang Efek.
Diharapkan program ini bisa meningkatkan sisi permintaan di pasar modal dan menumbuhkan tingkat penggunaan atau inklusi di bidang pasar modal namun tetap menjaga keamanan transaksi.