Pengamat Sebut Alokasi Investasi BP Jamsostek Sudah Perhatikan Pengelolaan Risiko

Profesor keuangan dan investasi, IPMI International Business School, Roy Sembel menilai unrealized loss pada portofolio BP Jamsostek masih sejalan dengan perkembangan pasar saham Indonesia.

oleh Agustina Melani diperbarui 13 Mar 2021, 11:52 WIB
Diterbitkan 13 Mar 2021, 11:52 WIB
Reksadana
Ilustrasi Investasi Uang Credit: pexels.com/pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Profesor keuangan dan investasi, IPMI International Business School, Roy Sembel menilai proses investasi portofolio BPJS Ketenagakerjaan (BP JAMSOSTEK) sudah hati-hati dan sesuai kaidah-kaidah investasi.

"Alokasi aset telah memperhatikan aspek pengelolaan risiko yang relatif baik. Secara garis besar, investasi dimulai dengan strategi mengalokasikan dana investasi ke dalam beberapa kelas aset sesuai tujuan investasi, saham, reksa dana, deposito, obligasi dan bahkan properti serta penyertaan langsung,” ujar dia, dilansir dari Antara, ditulis Sabtu (13/3/2021).

Pada masing-masing kelas aset dilakukan strategi pemilihan sekuritas (securities selection) atau manajer investasi yang cocok dengan tujuan investasi. Pemilihan manajer investasi juga relatif ketat dengan syarat harus  memiliki dana kelolaan minimal Rp 1,5 triliun.

Ia menuturkan, data portofolio sahamnya diinvestasikan pada saham-saham kapitalisasi pasar besar dan likuid.

Saham-saham LQ45 ini penurunan dan kenaikan harga saham sangat tergantung pada perkembangan pasar modal di Indonesia.

“Kerugian yang terjadi (yang belum direalisasikan atau disebut unrealized loss/UL) masih sejalan dengan perkembangan pasar saham Indonesia hal itu tercermin dari pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terdampak krisis pandemi dan resesi ekonomi,” ujar dia.

Ia mencontohkan unrealized loss naik turun sesuai dengan naik turunnya IHSG. Ketika IHSG di level 5.979 pada 31 Desember 2020, UL mencapai Rp 22,308 triliun, tapi ketika IHSG di level 6.429 pada 20 Januari 2021 lalu, UL-nya menurun menjadi Rp 14,417 triliun atau 2,91 persen dari total portofolio Rp 495 triliun yang mayoritas disebabkan penurunan kinerja emiten BUMN.

Ia menuturkan, naik turun akan terjadi sesuai dengan pergerakan harga saham.

"Bukan tak mungkin, ketika IHSG di level 7.000, bukan UL (unrealized loss) yang terjadi, tapi bisa berbalik arah menjadi unrealized gain. Hal ini bisa dilihat naik turunnya potensial loss itu sangat tergantung dari pergerakan IHSG,” ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Ada Risiko Dikalkulasikan

Akhir tahun 2017, IHSG Ditutup di Level 6.355,65 poin
Pekerja tengah melintas di dekat papan pergerakan IHSG usai penutupan perdagangan pasar modal 2017 di BEI, Jakarta, Jumat (29/12). Pada penutupan perdagangan saham, Jumat (29/12/2017), IHSG menguat 41,60 poin atau 0,66 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Oleh karena itu, ia menilai wajar kerugian yang belum nyata atau unrealized loss pada portofolio saham BPJAMSOSTEK sebagai risiko investasi, dan bisa kembali untung sejalan dengan membaiknya ekonomi setelah pandemi COVID-19.

“Unrealized loss (UL) ini tidak logis dikategorikan sebagai kerugian hasil manipulasi yang berpotensi pidana. Karena lebih pada risiko bisnis yang sudah dikalkulasi dengan baik,” tutur Roy.

Fenomena UL kini menjadi momok karena berpotensi menjadi ancaman kriminalisasi sehingga sangat menakutkan bagi dunia investasi setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) RI melakukan penyidikan terhadap BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek).

Beberapa bulan terakhir, masyarakat dikagetkan dengan tuduhan kerugian tidak wajar, yang berpotensi pidana pada UL pada portofolio saham BPJamsostek.

“Kerugian ini, terkesan dipaksakan, seolah sama dengan kerugian dalam kasus Jiwasraya yang menghebohkan beberapa waktu sebelumnya,” ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya