Liputan6.com, Jakarta - Hingga akhir 2021, terdapat 28 reksa dana syariah baru sehingga totalnya menjadi 289 atau setara 13 persen dari total reksa dana.
Sementara nilai aktiva bersih (NAB) tercatat Rp 44 triliun atau 8 persen terhadap total reksa dana di pasar modal.
Baca Juga
Besaran ini jauh lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 74 triliun. Kepala Divisi Pasar Modal Syariah BEI, Irwan Abdalloh mengatakan, penurunan tersebut lantaran Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) memangkas investasinya di reksa dana.
Advertisement
"Kenapa 2021 anjlok dari Rp 74 triliun menjadi Rp 44 triliun? BPKH narik dana dari reksa dana syariah. Jadi amblas,” kata Irwan, ditulis Jumat (15/4/2022).
“Itulah sebabnya BPKH jadi peranan penting. Harus kita jaga biar mereka tetap jadi salah satu investor yang bisa gerakkan pasar modal syariah indonesia,” imbuh Irwan.
Pasar modal Indonesia memiliki beberapa produk syariah yang bisa dipertimbangkan untuk investasi. Adapun efek syariah yang utama ada saham syariah, sukuk dan reksa dana syariah.
“Kemudian ada EBA syariah dan KIK-DIRE syariah. Secara barangnya belum ada tapi regulasi OJK sudah ada. Keren, kan,” kata Irwan.
Lalu juga ada turunannya yakni wakaf saham syariah, zakat saham syariah, infak saham syariah, serta wakaf sukuk ritel. Di mana semuanya merupakan produk filantropi.
“Jadi Indonesia adalah salah satu negara yang mengembangkan filantropi Islam berbasis pasar modal syariah yang lengkap di dunia,” ujarnya.
Hingga Maret 2011, tercatat 478 saham syariah atau 61 persen dari total 778 perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia. Kapitalisasi saham syariah tercatat 48 persen atau Rp 4.249 triliun dibandingkan total kapitalisasi pasar saham tercatat sebesar Rp 8.910 triliun.
Lalu untuk produk sukuk, terbagi menjadi sukuk korporasi yang mencatatkan outstanding Rp 35 triliun di 2021 atau setara 3 persen dari total sukuk korporasi. Kemudian sukuk negara mencapai Rp 1.157 triliun atau 73 persen dari total sukuk korporasi.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Transaksi Efek Syariah Kian Ramai, Kapitalisasi Pasar Tembus Rp 4.315 Triliun
Sebelumnya, memasuki kuartal II 2022, kinerja pasar modal syariah juga terus menunjukkan kinerja yang baik dan memuaskan. Sejalan dengan pertumbuhan yang baik di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), indeks saham syariah indonesia (ISSI) rupanya juga ikut naik.
Direktur Pengembangan PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Hasan Fawzi menyebutkan, IHSG sudah menembus level psikologis di atas Rp 7.000, bahkan sempat di atas 7.300. Sementara ISSI juga telah melampaui level psikologis di angka 200, dan sempat mencatatkan angka tertingginya di level 206,4 pada penutupan perdagangan 8 April 2022.
"Berdasarkan data yang kami miliki per 12 April 2022, ISSI secara year to date ditutup mengalami kenaikan 5,76 persen, yaitu di level 203,5,” kata Hasan dalam edukasi wartawan pasar modal, Kamis, 14 April 2022.
Saham syariah juga tercatat masih mendominasi pasar saham keseluruhan di BEI. Saat ini terdapat sebanyak 480 saham yang masuk ke dalam kelompok saham syariah atau masuk dalam daftar efek syariah yang tergabung dalam ISSI. Setara 61,38 persen dari total keseluruhan saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia saat ini.
"Total kapitalisasi pasar saham syariah mencapai Rp 4.315,5 triliun atau 46 persen dari total keseluruhan saham yang tercatat di BEI. Di sisi lain, data juga menunjukkan bahwa mayoritas saham yang diperdagangkan di BEI, selain merupakan saham syariah juga mayoritas aktivitas transaksinya juga terhadap saham-saham syariah,” kata Hasan.
Dari rata-rata nilai transaksi harian (RNTH), transaksi saham syariah berkontribusi sebesar 52,3 persen dari total RNTH bursa. Sementara frekuensi transaksi berkontribusi sebesar 64,4 persen dan volume transaksi sebesar 53,8 persen.
Sampai dengan saat ini, terdapat 13 saham syariah baru yang tercatat di bursa. Setara 81 persen dari total pencatatan saham baru yang saat ini sebanyak 16 perusahaan.
Advertisement
Pasar Modal Syariah Butuh Dukungan Agen Literasi hingga Digitalisasi
Sebelumnya, potensi pasar modal syariah di Indonesia dinilai luar biasa. Untuk mengembangkan potensi pasar modal syariah itu dibutuhkan agen literasi dan memanfaatkan perkembangan teknologi.
Direktur Utama Phintraco Sekuritas Jeffrey Hendrik menuturkan, sosialisasi investasi pasar modal sempat sulit lantaran ada stigma investasi saham dan pasar modal adalah judi.
Namun, berkat fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 80 Tahun 2011 menegaskan investasi dan transaksi saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah sesuai dengan prinsip syariah. Jadi masyarakat tidak perlu khawatir lagi untuk investasi di pasar modal. Apalagi saat ini BEI juga mengembangkan pasar modal syariah.
"Potensi pasar modal syariah luar biasa," ujar Jeffry saat acara Sharia Week: Pasar Modal Syariah dan Tren Digital dalam Berinvestasi, dikutip Sabtu, 13 November 2021.
Jeffrey menuturkan, saat ini pihaknya mencatatkan investor syariah mencapai 30.156 dari total investor perseroan. Jumlah investor itu merefleksikan sekitar 26-27 persen dari total investor. Jeffry melihat potensi meningkatkan jumlah investor syariah di luar Jawa.
Oleh karena itu, perseroan juga bekerja sama dengan komunitas dan galeri investasi syariah untuk dongkrak jumlah investor syariah dan literasi investasi di pasar modal. Saat ini perseroan juga didukung 25 cabang di 23 provinsi.
Jeffry meyakini semakin banyaknya edukasi dari komunitas serta pembukaan galeri syariah akan meningkatkan awareness lebih tinggi terhadap investasi syariah.
"Kita kerja bareng garap potensi yang tersebar di seluruh Indonesia. Ada Papua, Papua Barat ada investor syariah. Di beberapa darah yang awalnya kita tidak sangka, ada di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Maluku Utara, bisa lebih besar dari Aceh yang kita kira potensi." kata dia.
Perkembangan Teknologi
Ia berharap perkembangan teknologi juga dapat dongkrak jumlah investor syariah. Apalagi saat awal pengembangan pasar modal syariah juga sudah hadir Sistem Online Trading Syariah (SOTS). Saat ini baru 14 perusahaan sekuritas menerapkan SOTS ini.
"SOTS lahir sudah melalui proses digital. Kalau saham syariah lahir sudah langsung digital karena saat ini penyelenggara perdagangan saham syariah kini online," ujar dia.
Jeffrey menuturkan, SOTS awal kemunculannya merupakan platform yang kompleks. Oleh karena itu, pihaknya pun mulai memudahkan layanan dengan mengeluarkan istilah-istilah Bahasa Arab antara lain muamalah, riba, gharor menjadi lebih sederhana.
"Ketemulah SOTS sejatinya hanya soal risk management dan filtering. Artinya sistem treding online yang sudah ada tinggal kami modifikasi sehingga investor hanya bisa membeli saham yang sudah terdaftar di bursa efek syariah,” ujar Jeffry.
Harapannya dengan membuat SOTS lebih ramah dipakai penggunanya, dapat membantu calon investor untuk tertarik menjadi investor saham syariah.
"Saya yakin teman-teman implementasikan SOTS. Saat ini punya online trading segera punya SOTS akibatkan pertumbuhan investor syariah luar biasa," kata dia.
Selain itu, Direktur Pasar Modal Syariah OJK Fadillah Kartikasari juga berharap perusahaan sekuritas makin bertambah ke depan untuk menerapkan SOTS. Dengan demikian dapat mendukung pertumbuhan investor.
Selain perkembangan teknologi melalui online trading, Jeffry optimistis ada pertumbuhan jumlah investor syariah dan nilai transaksi.
Selain itu, ada sejumlah penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) juga akan jadi katalis positif. Hal ini mengingat saham pendatang baru juga masuk daftar efek syariah.
"Banyak kita menunggu IPO Mitratel mudah-mudahan akan masuk daftar efek syariah. Kita juga menunggu (IPO-red) Gojek-Tokopedia (GoTo) yang harusnya kualifikasi syariah. Cimory akan segera IPO. Dengan banyaknya IPO besar akan meningkatkan nilai transaksi saham syariah. Pasar kita didominasi financial saham yang tidak syariah," ujar dia.
Advertisement