Liputan6.com, Jakarta - Uni Eropa melayangkan gugatan untuk Indonesia kepada Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) terkait penghentian ekspor bijih nikel mentah. Meski sinyal kekalahan di depan mata, tetapi berbagai pihak nampak cukup anteng.
Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) bahkan tak mempermasalahkan jika Indonesia benar-benar kalah dalam gugatan itu. Lantaran, penghentian ekspor nikel menjadi semangat untuk memperbaiki tata kelola tambang di Tanah Air dibarengi upaya menghidupkan hilirisasi industri demi mendorong nilai tambah di dalam negeri.
Baca Juga
"Barangnya sudah jadi dulu, industrinya sudah jadi. Kenapa kita harus takut kalau dibawa ke WTO dan kalah. Kalah nggak apa-apa. Syukur bisa menang, tapi kalah pun enggak apa-apa. Industrinya sudah jadi dulu, ini memperbaiki tata kelola, kok. Dan nilai tambah itu ada di dalam negeri," kata Presiden Jokowi, dikutip dari pemberitaan sebelumnya.
Advertisement
Dari pelaku industri, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) juga memiliki keyakinan serupa. CEO PT Vale Indonesia Tbk, Febriany Eddy mencermati hilirisasi sudah berjalan dengan baik di dalam negeri. Ditandai dengan banyaknya jumlah fasilitas pemurnian mineral atau smelter yang dibangun saat ini, dibandingkan pada 2014 silam di mana hanya ada dua smelter, yakni milik Vale dan Antam.
Vale Indonesia sendiri saat ini tengah siapkan pembangunan pabrik pengolah bijih nikel limonit di Sorowako menggunakan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL).
Dari sisi harga, limonit juga relatif rendah dibandingkan beberapa produk olahan nikel lain karena memiliki kadar yang rendah (low grade). Sehingga kurang ekonomis jika diekspor dalam bentuk mentah karena biaya produksi di luar negeri dan transportasi akan jauh lebih mahal.
“Jadi kalau limonit dari HPAL ini menurut saya tidak terlalu terganggu dengan outcome dari menang atau kalah di WTO. Karena limonit ini low grade coal, jadi harga bijihnya tidak akan setinggi saprolit yang hi grade,” kata CEO PT Vale Indonesia Tbk, Febriany Eddy di Jakarta, Selasa, 13 September 2022.
Tidak Banyak Dampaknya
Direktur Keuangan PT Vale Indonesia Tbk (INCO), Bernardus Irmanto menegaskan, khusus untuk limonit saat ini sudah oversupply. Sehingga jika melakukan ekspor untuk produk ini bak menggarami lautan. Sementara untuk saprolit sebagai produk hi-grade, maka ekspektasinya bisa dijual di atas Harga Patokan Mineral (HPM) nikel.
“Kalau misal keran ekspor dibuka kemudian saprolit diekspor dgn harga yg harus lebih tinggi dari HPM? kalo misal tidak lebih tinggi dari HPM, ngapain juga ekspor?”
Dengan kondisi seperti itu, jika saprolit diolah menjadi nickel pig iron (NPI) atau feronikel, juga tidak akan lebih kompetitif dari feronikel yang diolah di Indonesia. Sedangkan jika digunakan pada stainless steel, Anto mencatat pertumbuhannya saat ini masih single digit secara tahunan, sementara suplai dari Indonesia sudah banyak.
“Jadi memang ada kekhawatiran dan concern. Tapi kalau kita telaah dengan baik dan bisa memahami, ya tidak usah khawatir. Terutama kita di Indonesia arahnya ke EV, saya lihat tidak akan banyak dampaknya,” imbuh Anto.
Advertisement
Vale Indonesia Bersama Taiyuan dan Shandong Resmi Garap Proyek Blok Bahodopi
Sebelumnya, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menandatangani perjanjian investasi proyek blok Bahodopi senilai USD 2,1 miliar atau sekitar Rp 31,3 triliun (kurs Rp 14.903 per USD).
Penandatanganan perjanjian dilakukan perseroan bersama Taiyuan Iron & Steel (Group) Co., Ltd (TISCO) dan Shandong Xinhai Technology Co., Ltd (Xinhai) pada Selasa, 6 September 2022.
Nantinya tiga entitas itu akan membentuk usaha patungan (joint venture) untuk mengembangkan fasilitas pengolahan nikel di Xinhai Industrial Park, Morowali, Sulawesi Tengah. Rencananya, perusahaan patungan disiapkan membangun fasilitas dengan delapan lini kapasitas pemrosesan feronikel tanur putar-listrik dan perkiraan produksi tahunan 73.000 metrik ton nikel, bersama dengan fasilitas pendukung.
“Estimasi biaya capex untuk investasi sekitar USD 2,1 miliar untuk pembangunan pabrik di mana di dalamnya termasuk USD 300 juta tambahan fasilitas LNG untuk kurangi emisi karbon,” ungkap CEO PT Vale Indonesia Tbk, Febriany Eddy di Jakarta, Selasa (6/9/2022).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Keuangan PT Vale Indonesia Tbk (INCO), Bernardus Irmanto menargetkan 70 persen pembiayaan berasal dari pinjaman bank, sisanya 30 persen dari ekuitas masing-masing perusahaan. Adapun semua pihak setuju perseroan akan memiliki 49 persen dari ekuitas perusahaan patungan, sementara TISCO dan Xinhai melalui JV yang lain, akan genggam sisanya yakni 51 persen.
“Secara kepemilikan saham, Vale akan pegang 49 persen sementara partner kami 51 persen… Proses financing sekarang berjalan tapi kami targetkan 70:30. Di mana 70 persen dari pinjaman bank dan 30 persen dari masing-masing shareholder,” kata Bernard.
Kinerja Semester I 2022
Sebelumnya, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menandatangani perjanjian investasi proyek blok Bahodopi senilai USD 2,1 miliar atau sekitar Rp 31,3 triliun (kurs Rp 14.903 per USD).
Penandatanganan perjanjian dilakukan perseroan bersama Taiyuan Iron & Steel (Group) Co., Ltd (TISCO) dan Shandong Xinhai Technology Co., Ltd (Xinhai) pada Selasa, 6 September 2022.
Nantinya tiga entitas itu akan membentuk usaha patungan (joint venture) untuk mengembangkan fasilitas pengolahan nikel di Xinhai Industrial Park, Morowali, Sulawesi Tengah. Rencananya, perusahaan patungan disiapkan membangun fasilitas dengan delapan lini kapasitas pemrosesan feronikel tanur putar-listrik dan perkiraan produksi tahunan 73.000 metrik ton nikel, bersama dengan fasilitas pendukung.
“Estimasi biaya capex untuk investasi sekitar USD 2,1 miliar untuk pembangunan pabrik di mana di dalamnya termasuk USD 300 juta tambahan fasilitas LNG untuk kurangi emisi karbon,” ungkap CEO PT Vale Indonesia Tbk, Febriany Eddy di Jakarta, Selasa (6/9/2022).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Keuangan PT Vale Indonesia Tbk (INCO), Bernardus Irmanto menargetkan 70 persen pembiayaan berasal dari pinjaman bank, sisanya 30 persen dari ekuitas masing-masing perusahaan. Adapun semua pihak setuju perseroan akan memiliki 49 persen dari ekuitas perusahaan patungan, sementara TISCO dan Xinhai melalui JV yang lain, akan genggam sisanya yakni 51 persen.
“Secara kepemilikan saham, Vale akan pegang 49 persen sementara partner kami 51 persen… Proses financing sekarang berjalan tapi kami targetkan 70:30. Di mana 70 persen dari pinjaman bank dan 30 persen dari masing-masing shareholder,” kata Bernard.
Advertisement