Liputan6.com, Jakarta - Pakar Bisnis, Rhenald Kasali mengungkapkan gelombang disrupsi kedua tengah dihadapi industri startup. Hal ini, menyusul penutupan Silicon Valley Bank dan dua bank lain di Amerika Serikat.
“Gelombang disrupsi kali ini menyangkut perubahan paradigma bisnis, dari era keberlimpahan dana investasi akibat kebijakan bunga rendah di Amerika Serikat menjadi sebaliknya,” kata Rhenald dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (22/3/2023).
Baca Juga
Rhenald menegaskan, disrupsi pertama telah berlangsung sekitar 15 tahun (2007-2022). Korbannya, pelaku usaha “brick and mortar” seperti Nokia, Kodak, Sears, Sejumlah Retail konvensional, ruang-ruang perkantoran, dan media massa berbasiskan kertas.
Advertisement
“Startup memasuki puncak kejayaannya selama pandemi dan itu dicapai berkat keberlimpahan dana investor berbiaya modal rendah,” ujar dia.
Disrupsi Gelombang Pertama itu dipicu oleh bunga pinjaman rendah yang diambil investor-investor baru pemburu kenaikan valuasi. Startup berhasil merebut pasar melalui teknik bakar uang yang menghasilkan “top line” (revenue) yang impresif dan merebut hati investor pemburu valuasi tinggi.
Rhenald menyinggung soal valuasi melalui metode bakar uang seperti itu belum bisa dikatakan membentuk market yang stabil
“Kini suku bunga bank yang tinggi menjadi game changer. Untuk menekan inflasi tinggi, sejak Juli lalu the Fed di Amerika Serikat meningkatkan suku bunga dengan cepat sehingga para investor menarik uangnya dari investasi di perusahaan teknologi ke deposito bank atau surat berharga pemerintah yang memberikan return lebih tinggi,” lanjut Rhenald.
Pengurangan sumber dana dari investor memaksa perusahaan teknologi putar arah. Dari valuasi ke efisiensi, dari top line ke bottom line. Maka penyehatan menjadi keharusan. Era Bakar duit berakhir.
Rhenald Kasali Contohkan GOTO
GoTo Sebagai Contoh
Rhenald mencontohkan GoTo, yang kembali melakukan penyehatan organisasi, memangkas biaya yang duplikasi. GoTo tengah memasuki masa penyehatan, menipiskan lemak akibat redundancy.
Merger Gojek dan Tokopedia telah menghasilkan banyak potensi sinergi dan tentu harus dibarengi dengan operasional yang lebih efisien. Kini GoTo harus lebih disiplin dan berfokus pada bisnis inti yang menghasilkan return on investment.
“Kalau GoTo berhasil, maka ia akan menjadi lebih lincah mengejar target profitabilitasnya di akhir tahun ini, apalagi target ini dipercepat 1,5 tahun dari rencana awal. Sekalian meraih sales yang tak segemerlap dulu, tetapi benar-benar real sales, bukan karena bakar duit,” tutur Rhenald.
Ia juga membandingkan GoTo dengan startup lain yang masih menunggu profit dan mencontohkan Sea Limited (Singapore) yang justru meraih untung di atas Rp 6 Triliun pada kuartal IV 2022, padahal bisnis gaming unit Garena merosot 32.9 persen.
Perusahaan internet raksasa yang sudah menguntungkan seperti Meta pun melakukan perampingan organisasi dengan memangkas kembali 10,000 karyawan.
“Sea kehilangan market gaming Free Fire yang dilarang di India. Cukup besar, tapi dengan mengurangi bakar duit, bahkan merampingkan SDM, kini jauh lebih sehat. Era baru telah datang, mindset para merchant, driver, UMKM pengguna bisnis online, anak-anak yang bekerja di startup dan kita yang menyaksikannya juga harus berubah,” pungkasnya.
Advertisement
Silicon Valley Bank Kolaps, Goldman Sachs Pangkas Ramalan Ekonomi AS Jadi 1,2 Persen
Sebelumnya, Goldman Sachs pada Rabu (15/3/2023) menurunkan perkiraan untuk pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Amerika Serikat di kuartal keempat 2022, karena krisis perbankan di negara itu salah satunya Silicon Valley Bank (SVB).
Melansir US News, Jumat (17/3/2023) analis di Goldman Sachs sekarang memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS di kuartal terakhir 2022 hanya akan mencapai 1,2 persen.
Angka tersebut menandai penurunan 0,3 poin persentase dari perkiraan Goldman Sachs sebelumnya.
Seperti diketahui, bank-bank regional di AS tengah berada dalam gelombang kekhawatiran sejak SVB Financial Group ditutup oleh regulator menyusul keruntuhannya pekan lalu.
Goldman Sachs juga mengakui tekanan di beberapa bank tetap ada meskipun agen federal telah bertindak agresif untuk mendukung sistem keuangan.
Prospek Sistem Perbankan AS
Sebelumnya, lembaga pemeringkat Moody's juga merevisi prospek sistem perbankan AS menjadi "negatif" dari "stabil".
Selain itu, Gedung Putih juga memantau perkembangan bank-bank kecil di AS, untuk memastikan keamanan dana simpanan para nasabah imbas bangkrutnya Silicon Valley Bank.
"Kami mendedikasikan banyak waktu untuk memastikan bahwa kami melewati ini dengan baik," kata seorang pejabat Gedung Putih, dikutip dari Channel News Asia.
Pejabat itu menambahkan, Gedung Putih terus berkomunikasi dengan Departemen Keuangan AS dan Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) tentang potensi masalah di bank lain, yang kasusnya hampir sama dengan SVB.
Advertisement