Bursa AS Sepi, IPO Perusahaan Kim Kardashian Bakal Jadi Angin Segar?

Ada sejumlah perusahaan sehat yang menanti untuk melepas saham perdana ke publik. Saat ini, IPO perusahaan milik Kim Kadarshian bakal jadi angin segar.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 21 Jul 2023, 22:37 WIB
Diterbitkan 21 Jul 2023, 22:37 WIB
Bursa AS Sepi, IPO Perusahaan Kim Kardashian Bakal Jadi Angin Segar?
Kesepakatan di Wall Street terpantau sepi, dan kondisi itu tampaknya menghabiskan banyak uang bagi bank-bank besar.(AP Photo/Seth Wenig, file)

Liputan6.com, New York - Kesepakatan di Wall Street terpantau sepi, dan kondisi itu tampaknya menghabiskan banyak uang bagi bank-bank besar. Sebagai gambaran, Goldman Sachs (GS) melaporkan pendapatan perbankan investasi-nya turun sebesar 20 persen pada kuartal II 2023.

Secara keseluruhan, laba pada kuartal tersebut turun sebesar 58 persen dari tahun lalu, menjadi USD 1,2 miliar. "Tingkat aktivitas di banyak bidang perbankan investasi berada di dekat posisi terendah selama satu dekade, dan sebagian besar klien mempertahankan postur penghindaran risiko selama kuartal tersebut," kata CEO Goldman David Solomon.

Pernyataan David selaras dengan data dari Dealogic, yang mengungkapkan penawaran umum perdana di pasar saham hampir habis seluruhnya. Namun, para ahli mengatakan, ada banyak perusahaan sehat yang menunggu untuk melakukan debut publik. Untuk saat ini, mereka hanya tidak ingin menjadi yang pertama keluar. Setelah keran penawaran menyala, penawaran akan berlimpah.

“Masih banyak sekali perusahaan yang ingin go public,” kata Ro Sokhi, partner di firma akuntansi dan penasehat UHY. Dia merujuk ke Cava, rantai restoran cepat saji Mediterania sebagai contoh perusahaan yang baru-baru ini go public dan berhasil. Saham perusahaan naik lebih dari 27 persen sejak IPO musim semi ini.

Melansir CNN, Jumat (21/7/2023), Sokhi menilai saat ini ada suasana optimisme tetapi tetap dalam kehati-hatian. Namun, itu tidak cukup untuk membalikkan arus. Pada kondisi ini, rencana IPO perusahaan milik Kim Kadarshian disebut bakal jadi angin segar di Bursa.

Skims, lini pakaian yang dia dirikan pada 2019, baru saja mengumpulkan USD 270 juta dalam putaran penggalangan dana terbarunya. Membari valuasi perusahaan tersebut sekitar USD 4 miliar, menurut laporan Dealbook. Secara total, Skims telah mengumpulkan sekitar USD 670 juta hanya dalam empat tahun.

 

 

Minat Investor

(Foto: Ilustrasi wall street. Dok Unsplash/ llyod blazek)
(Foto: Ilustrasi wall street. Dok Unsplash/ llyod blazek)

Putaran terakhir ini dipimpin oleh Wellington Management, sebuah firma yang terkenal membawa perusahaan-perusahaan ke publik. Skims juga baru-baru ini mempekerjakan seorang chief financial officer, Andy Muir, yang sebelumnya bekerja di Nike (NKE). Kehadiran CFO sering kali merupakan sinyal bahwa perusahaan dalam rencana IPO.

CEO Skim, Jens Grede baru-baru ini memberi tahu Dealbook investor saham telah menunjukkan minat yang meningkat pada bisnis berorientasi konsumen seperti Skims dan IPO adalah sesuatu yang diinginkan perusahaan.

"Jika IPO Skim berhasil, perusahaan, CFO, dan investor pada umumnya akan melihat ini sebagai tanda yang sangat positif. Ini akan memberi sinyal kepada investor bahwa ada peluang di sini untuk keluar atau IPO. Itulah yang kami lihat di tahun 2021, tahun gangbuster untuk pembuatan kesepakatan yang berpotensi digaungkan tahun ini," kata Sokhi.

Di sisi lain, ketua sekuritas publik dan partner di firma hukum Michelman & Robinson Megan Penick mengatakan perusahaan milik Kim Kardashian cukup berbeda dengan perusahaan lain yang siap debut. Sehingga, meski perusahaan tersebut didukung oleh tokoh terkenal, beum tentu menjadi sinyal positif untuk bursa AS.

Pasar IPO Global Anjlok Imbas Risiko Resesi dan Gejolak Perbankan

(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)
(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)

Sebelumnya, gejolak perbankan dan risiko resesi menimbulkan masalah bagi pasar penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) global. Dua sentimen itu membuat pasar IPO global anjlok bahkan setelah investor meulai 2023 dengan berpikir kalau tekanan saham mulai berakhir.

Dikutip dari Yahoo Finance, ditulis Sabtu (8/4/2023), perusahaan hanya mengumpulkan USD 19,7 miliar atau sekitar Rp 294,30 triliun (asumsi kurs Rp 14.939 per dolar AS) melalui IPO pada 2023, berdasarkan data Bloomberg. Nilai IPO itu turun 70 persen year on year dan catat jumlah terendah sejak 2019.

Penurunan paling tajam terlihat di Amerika Serikat yang hanya terkumpul USD 3,2 miliar atau sekitar Rp 47,80 triliun. Aktivitas IPO yang melemah terjadi dari tahun lalu ketika inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga yang agresif oleh bank sentral melemahkan selera risiko investor.

Di sisi lain, reli saham yang kuat pada awal 2023, didorong oleh optimisme tentang kebangkitan China dari kebijakan zero COVID-19 dan kenaikan suku bunga yang lebih kecil, sebagian besar gagal dan memupus harapan untuk pembukaan kembali pasar IPO.

 

Masalah di Sektor Perbankan

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi spesialis Michael Pistillo (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Masalah di sektor perbankan setelah jatuhnya beberapa pemberi pinjaman menengah di AS, dan krisies Credit Suisse Group telah menambah ketidakpastian soal suku bunga karena the Federal Reserve atau bank sentral AS bekerja untuk menahan inflasi sambil menghindari lebih banyak tekanan.

“Tingkat suku bunga adalah masalah nomor satu, dan ada perdebatan yang jelas seputar berapa lama pengetatan berlangsung atau berubah arah dan seberapa cepat,” ujar Co-Head of ECM, Asia Pacific Citigroup Inc, Udhay Furtado.

Ia menambahkan, ada beberapa hal yang perlu dilihat orang, termasuk arah bank sentral untuk memastikan apakah itu kuartal II, III dan IV. “Pada titik ini, sepertinya itu akan berakhir,” ujar dia.

Stabilitas yang dibutuhkan IPO sangat kurang dengan pengukur volatilias yang diawasi ketat melonjak jauh di atas 20 pada Maret 2023 setelah jatuhnya Silicon Valley Bank dan pemberi pinjaman regional Amerika Serikat lainnya. Selain itu, ada tanda-tanda masalah perbankan berdampak pada rencana IPO perusahaan.

 

Kesepakatan Ditahan

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Spesialis Michael Mara (kiri) dan Stephen Naughton berunding saat bekerja di New York Stock Exchange, AS, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Oldenburgische Landesbank AS, bank Jerman yang didukung private equity telah hentikan rencana IPO yang diharapkan berlangsung pada awal Mei. Hal ini karena kekhawatiran investor terhadap kesehatan sistem perbankan global, berdasarkan laporan Bllomberg.

“Masih ada begitu banyak ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi pada akhir tahun ini yang menurut saya benar-benar menyebabkan investor menjadi sangat gugup,” ujar Portfolio Manager, Global Suistanaible Equities Ninety One, Stephanie Niven.

Ia menuturkan, ini terasa seperti waktu yang tidak nyaman untuk memasukkan modal ke dalam bisnis yang tidak diketahui. Satu titik terang dalam aktivitas pasar modal adalah penjualan saham di perusahaan terbuka. Penawaran sekunder telah hasilkan USD 76 miliar atau sekitar Rp 1.135 triliun pada 2023, meningkat 48 persen dari tahun lalu. Itu termasuk perdagangan Japan Post Bank yang dapat kumpulkan 1,3 triliun yen atau USD 9,9 miliar, penjualan terbesar dalam hampir dua tahun.

Pemegang saham dan perusahaan dengan cepat menjual saham untuk mengambil keuntungan dari reli saham pada awal tahun dan mengamankan pendanaan di tengah kenaikan suku bunga.

Perusahaan Beralih ke Obligasi

Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)
Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)

Biaya utang lebih tinggi juga berarti beberapa perusahaan telah lepaskan kepemilikan silang untuk membebaskan modal untuk pembayaran utang dan kebutuhan pendananaan lainnya.

Fomento Economico Mexicano mengumpulkan USD 4 miliar atau sekitar Rp 59,75 triliun dari saham dan penawaran terkait Heineken pada Februari, kesepakatan terbesar di Eropa, Timur Tengah dan Afrika sejak 2004. Penjualan besar lainnya termasuk perdagangan USD 2,4 miliar dan London Stock Exchange Group Plc dan Belgia menjual saham BNP Paribas SA senilai USD 2,3 miliar.

Perusahaan juga beralih ke obligasi konversi yang memungkinkan meminjam lebih murah mengingat sekuritas tersebut memiliki opsi beli. Perusahaan dari perusahaan pengiriman makanan Jerman Deliversy Hero SE hingga perusahaan hiburan video China Iqiyi Inc dan produsen kendaraan listrik Rivian Automotive Inc, semuanya telah menjual obligasi tersebut. Sekitar USD 6,4 miliar atau sekitar Rp 95,59 triliun telah terkumpul dalam bentuk konverstibel secara global pada 2023, menurut data yang dikumpulkan oleh Bloomberg.

Bahkan setelah volatilitas yang disebabkan oleh runtuhnya Silicon Valley Bank, bankir optimistis kalau aktivitas pasar modal akan meningkat. Sementara konversi akan tetap menjadi instrument pendanaan yang menarik. “Kami tetap optimis dengan hati-hati pada prospek aktivitas penerbitan,” ujar Head of ECM for EMEA, Barclays Plc Lawrence Jamieson.

Ia menambahkan, penularan perbankan yang dimulai dengan runtuhnya Silivon Valley Bank lebih merupakan gejala guncangan kepercayaan terhadap kejutan kredit.  “Apa yang telah kami lihat selama beberapa hari terakhir adalah pasar bekerja melalui berbagai risiko yang muncul,” ujar dia.

 

Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik
Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya