Liputan6.com, Jakarta - Saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) terpantau terbang menghijau sepanjang perdagangan pekan lalu. Kenaikan harga saham GIAA terjadi di tengah rencana merger maskapai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), antara Garuda Indonesia dan PT Pelita Air Service (Pelita Air).
Saham GIAA ditutup naik 4,69 persen ke posisi 67 pada Senin, 21 Agustus 2023. Penguatan terus berlanjut pada perdagangan Selasa, 22 Agustus 2023, di mana saham GIAA ditutup naik 8,96 persen. Pada hari-hari berikutnya, saham GIAA secara berturut-turut naik 9,59 persen, 10,00 persen, dan 9,09 persen ke posisi 96 pada Jumat, 25 Agustus 2023.
Baca Juga
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), I Gede Nyoman Yetna menerangkan, peningkatan transaksi saham GIAA merupakan respon positif pasar atas keterbukaan informasi yang telah diumumkan kepada publik.
Advertisement
"GIAA telah menyampaikan keterbukaan informasi terkait rencana merger yang disampaikan Menteri BUMN, di mana saat ini masih dalam diskusi penjajakan," kata Nyoman kepada wartawan, Senin (28/8/2023).
Pada 23 Agustus 2023, Garuda Indonesia menyampaikan penjelasan mengenai rencana penggabungan usaha atau merger dengan Pelita Air. Perusahaan menjelaskan, saat ini proses diskusi terkait langkah penjajakan aksi korporasi tersebut masih terus berlangsung intensif.
Oleh karenanya, Garuda Indonesia Group tentunya akan mendukung dan memandang positif upaya wacana merger tersebut yang tentunya akan dilandasi dengan kajian outlook bisnis yang prudent.
Hal tersebut turut menjadi sinyal positif bagi upaya penguatan fundamental kinerja perusahaan khususnya SETELAH restrukturisasi yang terus dioptimalkan melalui berbagai langkah akseleratif transformasi kinerja bersama pelaku industri aviasi Indonesia. Keterbukaan informasi di BEI itu terbit belum lama sejak perseroan mengumumkan hasil tindakan hukum yang dilayangkan Greylag.
Sinyal Positif
"Pada tanggal 16 Agustus Perseroan juga telah menerima release atas ketetapan PN Jakarta Pusat terkait penolakan atas PK Greylag. Berdasarkan Laporan Keuangan periode 30 Juni 2023 Perseroan telah membukukan peningkatan pendapatan 139 persen dibandingkan periode sebelumnya, meskipun masih membukukan rugi bersih," imbuh Nyoman.
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menolak upaya hukum Peninjauan Kembali terhadap pengesahan perdamaian PKPU yang dilayangkan oleh Greylag Goose Leasing 1410 Designated Activity Company dan Greylag Goose Leasing 1446 Designated Activity Company (Greylag Entities) pada November 2022.
Tidak diterimanya permohonan peninjauan kembali tersebut didasarkan pada informasi Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diperoleh perusahaan pada Rabu, 16 Agustus lalu. Penetapan itu menyatakan permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Greylag Entities Tidak Memenuhi Syarat Formil (TMS).
Pada penutupan perdagangan Senin, 28 Agustus 2023, saham GIAA turun 7,29 persen ke posisi Rp 89 per saham. Saham GIAA dibuka naik 9 poin ke posisi Rp 105 per saham. Saham GIAA berada di level tertinggi Rp 105 dan terendah Rp 87 per saham. Total frekuensi perdagangan 21.501 kali dengan volume perdagangan 12.176.709 saham. Nilai transaksi Rp 115,6 miliar.
Advertisement
Garuda Indonesia dan Pelita Air Bakal Merger, Berpotensi Dongkrak Laba?
Sebelumnya, rencana merger maskapai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) dan PT Pelita Air Service (Pelita Air) diyakini bisa mendongkrak profitabilitas perusahaan.
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Fajar Dwi Alfian menuturkan, rencana merger tersebut masih dalam tahap diskusi dan belum masuk ke tahap finalisasi. Jika rencana merger tersebut direalisasikan akan berdampak baik bagi Garuda Indonesia
"Jika terjadi, tentu hal ini baik, karena biaya bisa ditekan dan mendongkrak profitabilitas," kata Fajar kepada Liputan6.com, Kamis (24/8/2023).
Pengamat Pasar Modal Desmond Wira mencermati aksi merger yang dilakukan Garuda Indonesia, Citilink dan Pelita Air sebagai sebagai upaya menekan biaya operasional.
"Merger tersebut merupakan upaya untuk mempertahankan Garuda Indonesia yang akhirnya selamat setelah nyaris dibubarkan," kata dia.
Dengan demikian, ia menilai, dalam jangka pendek upaya merger ini akan mendapat sambutan positif dari investor. Harga saham GIAA pun berpeluang naik dalam jangka pendek.
"Tapi untuk jangka pendek saja. Untuk jangka panjang perlu dilihat bagaimana merger tersebut bisa menyehatkan kinerja keuangan Garuda," kata dia.
Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana menuturkan, harga saham GIAA naik dipengaruhi akan adanya rencana merger maskapai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di antaranya Garuda Indonesia, Pelita Air dan Citilink Ia menilai merger itu untuk adanya efisiensi dan menurunkan biaya logistic. Meski demikian, rencana merger masih tahap awal. Herdtiya menilai, merger maskapai BUMN tersebut akan berdampak positif.
“Ya tentu saja menjadi dampak yang positif. Di mana akan adanya efisiensi dan turunnya biaya logistik sehingga diharapkan kinerjanya akan menjadi lebih baik,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com.
Terkait pergerakan harga saham GIAA, Herditya melihat secara teknikal, dalam jangka pendek masih menarik. “Karena sudah break dari area resistance di 74, namun demikian investor tetap harus mencermati dari sisi volumenya yang baru dalam tiga hari belakangan ini cukup aktif,” ujar dia.
Rencana Merger Grup Garuda Indonesia dan Pelita Air
Sebelumnya, dikutip dari Kanal Bisnis Liputan6.com, Menteri BUMN Erick Thohir menuturkan langkah merger maskapai BUMN yang libatkan Garuda Indonesia, Pelita Air dan Citilink untuk menekan biaya logistik yang ada. Sebelumnya, proses merger untuk menekan biaya logistik juga terjadi di tubuh Pelindo.
"BUMN terus menekan logistic cost. Pelindo dari 4 (perusahaan) menjadi 1. Sebelumnya, logistic cost mencapai 23 persen, sekarang jadi 11 persen. Kita juga upayakan Pelita Air, Citilink, dan Garuda merger untuk menekan cost," ungkap dia saat berbincang dengan diaspora di Tokyo, Jepang, dikutip dari keterangannya, ditulis Selasa, 22 Agustus 2023.
Pada konteks biaya logistik dan maskapai, Erick menyampaikan Indonesia saat ini kekurangan 200 uni pesawat. Hitungan ini merupakan perbandingan antara Indonesia dan Amerika Serikat.
Dia menyebut, AS saat ini telah mengoperasikan 7.200 pesawat di rute domestiknya untuk menopang 300 juta populasi yang rata-rata (pendapatan per kapitanya mencapai USD 40 ribu.
Sementara di Indonesia terdapat 280 juta penduduk yang memiliki GDP USD 4.700. Itu berarti Indonesia membutuhkan 729 pesawat. Padahal sekarang, Indonesia baru memiliki 550 pesawat.
"Jadi perkara logistik kita belum sesuai," ujar Erick.
, langkah merger maskapai ini untuk menekan biaya logistik yang ada. Sebelumnya, proses merger untuk menekan biaya logistik juga terjadi di tubuh Pelindo.
Erick juga mengambil contoh, merger Pelindo secara resmi telah terlaksana, dengan ditandatanganinya Akta Penggabungan empat BUMN Layanan Jasa Pelabuhan.
Keempatnya adalah Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia I, Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia III, dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia IV. Mereka melebur kedalam Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia II yang menjadi surviving entity.
Advertisement