Wall Street Anjlok Tersengat Lonjakan Imbal Hasil Obligasi AS

Kenaikan imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS) menekan saham sehingga berdampak terhadap wall street.

oleh Agustina Melani diperbarui 04 Okt 2023, 07:00 WIB
Diterbitkan 04 Okt 2023, 07:00 WIB
Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)
Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street anjlok pada perdagangan saham Selasa, 3 Oktober 2023. (Photo by Robb Miller on Unsplash)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street anjlok pada perdagangan saham Selasa, 3 Oktober 2023. Koreksi wall street terjadi seiring imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat yang mencapai level tertinggi sejak 2007.

Hal itu meningkatkan kekhawatiran suku bunga lebih tinggi akan berdampak ke pasar perumahan dan membawa ekonomi ke dalam resesi. Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones anjlok 430,97 poin atau 1,29 persen, dan mencatat kinerja terburuk sejak Maret. Indeks Dow Jones melemah ke posisi 33.002,38. Demikian dikutip dari CNBC, Rabu (4/10/2023).

Indeks S&P 500 melemah 1,37 persen, dna sentuh level terendah sejak Juni, ditutup ke posisi 4.229,45. Indeks Nasdaq merosot 1,87 persen ke posisi 13.059,47 seiring growth stock mengalami koreksi terbesar karena kenaikan suku bunga.

Dengan koreksi wall street pada Selasa pekan ini, indeks Dow Jones melemah sepanjang 2023. Indeks Dow Jones turun 0,4 persen, indeks S&P 500 naik 10 persen pada 2023.

Imbal hasil treasury bertenor 10 tahun menyentuh 4,8 persen yang mencapai level tertinggi dalam 16 tahun. Imbal hasil acuan telah melonjak dalam sebulan terakhir seiring the Federal Reserve (the Fed) berjanji untuk mempertahankan suku bunga pada tingkat lebih tinggi untuk jangka waktu lebih lama.

Imbal hasil obligasi bertenor 30 tahun sentuh 4,925 persen, dan level tertinggi sejak 2007. Tingkat rata-rata hipotek 30 tahun mendekat 8 persen.

Chief Investment Officer Advisor Alliance, Chris Zaccarelli menuturkan, koreksi musiman cukup normal untuk pasar pada September dan Oktober. Namun, dia mencatat kekhawatiran yang sedang berlangsung mengenai suku bunga lebih tinggi dapat berarti lebih banyak penurunan yang akan terjadi pada saham.

“Ancaman terhadap ekuitas lebih disebabkan oleh sisi suku bunga. Kita benar-benar perlu melewati aksi jual obligasi ini, dan menemukan semacam keseimbangan di pasar obligasi, sebelum kita berpikir saham akan mampu mencapai titik terendah,” tutur dia.

Sementara itu, Chief Investment NorthEnd Private Wealth, Alex Mcgrath menuturkan, kenaikan imbal hasil menimbulkan hambatan besar untuk saham.

Saham-saham diperdagangkan berbanding terbalik dengan imbal hasil obligasi. Saham melemah sepanjang hari seiring kenaikan suku bunga.

 

Katalis Terbaru

(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)
(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)

Katalis terbaru untuk kenaikan suku bunga adalah rilis survei lowongan pekerjaan pada Agustus yang menandakan pasar tenaga kerja yang ketat. Survei menunjukkan 9,6 juta pekerjaan terbuka pada bulan tersebut. Sementara itu, ekonom yang disurvei Dow Jones prediksi ada 8,8 juta lapangan pekerjaan.

Pasar tenaga kerja yang kuat memungkinkan the Fed untuk memperketat kebijakannya tanpa khawatir kebijakannya akan terlalu berlebihan.

Ketakutan menyebar di pasar saham saat sesi berlanjut dengan indeks volatilitas CBOE melompat ke level tertinggi sejak Mei. Baromer itu meningkat ketika investor melihat lebih banyak gejolak ke depan.

Saham-saham yang paling dirugikan akibat kenaikan suku bunga dan potensi resesi memimpin penurunan pada Selasa pekan ini.SPDR S&P Homebuilders ETF melemah lebih dari 2 persen seiring koreksi saham Home Depot dan Lowe. Goldman Sachs dan American Express mengalami penurunan terbesar di Dow Jones.

Saham-saham teknologi antara lain Nvidia dan Microsoft turun karena kenaikan suku bunga mengurangi antusiasme terhadap perdagangan saham.

Penutupan Wall Street 2 Oktober 2023

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi spesialis Michael Pistillo (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street beragam pada penutupan perdagangan saham Senin, 2 Oktober 2023. Indeks Dow Jones susut pada awal pekan meski legislator AS berhasil mencapai kesepakatan jangka pendek yang mencegah penutupan pemerintah atau government shutdown.

Dikutip dari CNBC, Selasa (3/10/2023), pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones merosot 74,15 poin atau 0,22 persen ke posisi 33.433,35. Indeks S&P 500 menguat tipis 0,01 persen ke posisi 4.288,39. Indeks Nasdaq bertambah 0,67 persen ke posisi 13.307,77, dan mencatat kenaikan dalam empat hari berturut-turut.

Indeks Russell 2000 yang fokus pada perusahaan kecil melemah 1,6 persen. Sepanjang 2023, indeks Russell 2000 melemah 0,3 persen. Hal ini menandai pertama kalinya indeks berubah menjadi negatif pada 2023. Ini menekankan ada masalah di antara saham kapitalisasi kecil.

Indeks Russell 2000 sering dianggap sebagai wawasan yang lebih baik mengenai kesehatan perekonomian yang lebih luas karena fokus pada usaha kecil.

Di sisi lain, indeks saham S&P 500 cenderung melemah pada awal pekan ini. Indeks S&P 500 susut 0,6 persen. Saham NextEra memimpin koreksi dengan turun hampir 10 persen. Diikuti Kellanova dan AES. Dua saham itu merosot lebih dari 6 persen.

Sementara itu, saham Amazon, Apple, Meta dan Alphabet bertambah lebih dari 1 persen. Saham Discover Financial mencatat performa terbaik di S&P 500 dengan naik lebih dari 5 persen. Saham Discover Financial ditutup naik 4,8 persen, dan jadi top gainers.  Saham produsen perangkat medis Insulet bertambah 3,5 persen. Sedangkan saham produsen chip Nvidia naik hampir 3 persen.

 

Pasar Tak Peduli

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Pergerakan wall street terjadi di tengah kenaikan imbal hasil obligasi. Imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun mencapai 4,7 persen ke level tertingginya, menandai level tertinggi sejak Oktober 2007.

Sektor saham teknologi, komunikasi dan konsumen merupakan sektor saham yang positif. Sektor saham layanan komunikasi bertambah 1,5 persen. Sementara itu, sektor saham jasa komunikasi naik 1,5 persen. Sedangkan sektor saham teknologi bertambah 1,3 persen. Sektor saham konsumsi naik 0,3 persen.

Senat mengeluarkan resolusi lanjutan hanya dengan waktu beberapa jam sebelum batas waktu tengah malam pada Sabtu, 30 September 2023 yang kemudian ditandatangani oleh Presiden AS Joe Biden menjadi undang-undang.

Rancangan Undang-Undang (RUU) ini membuat pemerintah tetap terbuka hingga pertengahan November, sebuah periode panjang yang dapat digunakan oleh anggota parlemen untuk menyelesaikan undang-undang pendanaan.

Senior Investment Strategist Charles Schwab, Kevin Gordon menilai, secara historis, pasar tidak peduli terhadap penutupan pemerintahan. Ia mencatat kinerja rata-rata S&P 500 dari awal hingga akhir penutupan pada dasarnya mendatar pada masa lalu.

“Saya pikir kondisi yang kita hadapi dan di sekitar jauh lebih penting. Jadi, saat kita memasuki akhir tahun, jika kita tidak melihat ada perbaikan di bidang utama perekonomian, seperti perumahan dan manufaktur, jika kita mulai melihat  lebih banyak kesenjangan dalam hal tenaga kerja, saya pikir hal tersebut akan berdampak pada pasti akan menjadi hal yang lebih penting dari pada sekadar penutupan itu,” ujar Gordon.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya