Liputan6.com, Jakarta - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mencatat total penerbitan surat utang korporasi sepanjang 2024 mencapai Rp 149,7 triliun. Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Berbagai sektor industri terus memanfaatkan instrumen utang untuk mendukung ekspansi dan operasional mereka.
"Sepanjang 2024, penerbitan surat utang korporasi mencapai Rp 149,7 triliun," ujar Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo, Suhindarto dalam konferensi pers, Selasa (11/2/2025).
Baca Juga
Dari total tersebut, penerbitan obligasi korporasi dan sukuk mencapai Rp 147,7 triliun, meningkat dari Rp 127,5 triliun pada tahun sebelumnya. Namun, penerbitan Medium Term Notes (MTN) justru turun menjadi Rp 1,5 triliun dari sebelumnya Rp 2,4 triliun. Sementara itu, penerbitan efek utang lainnya, seperti perpetual, Surat Berharga Komersial (SBK), dan sekuritisasi, juga mengalami penurunan dari Rp 900 miliar pada 2023 menjadi Rp 500 miliar.
Advertisement
Berdasarkan sektor industri, multifinance menjadi penerbit terbesar dengan total penerbitan mencapai Rp 30,9 triliun, yang terdiri dari obligasi Rp 29,5 triliun dan sukuk Rp 1,4 triliun. Sektor pulp and paper menyusul dengan total Rp 27,1 triliun, terdiri dari obligasi Rp 21,6 triliun dan sukuk Rp 5,5 triliun.
Sementara itu, sektor lembaga keuangan khusus menempati posisi ketiga dengan total penerbitan Rp 15,9 triliun, terdiri dari obligasi Rp 15 triliun dan sukuk Rp 900 miliar.
"Pefindo melakukan pemeringkatan pada 86,8 persen surat utang korporasi yang diterbitkan selama periode Januari – Desember 2024. Tujuan penggunaan dana sebagian besar adalah untuk modal kerja sebesar 63,7 persen dan refinancing 26,4 persen," ungkap Suhindarto.
Â
Penerbitan Surat Utang Korporasi pada Januari 2025
Total penerbitan surat utang korporasi secara keseluruhan pada 2024 mencapai Rp 149,7 triliun. Sementara itu, penerbitan surat utang periode Januari 2025 baru mencapai Rp 8,6 triliun.
"Pefindo melakukan pemeringkatan pada 78,7 persen surat utang korporasi yang diterbitkan selama periode Januari 2025. Tujuan penggunaan dana sebagian besar adalah untuk modal kerja sebesar 36,4 persen dan refinancing 56,9 persen," ungkap Suhindarto.
Penerbitan obligasi korporasi & sukuk tercatat sebesar Rp 147,7 triliun pada tahun 2024, naik dibandingkan Rp 127,5 triliun periode yang sama tahun sebelumnya. Sedangkan, periode Januari 2025 mencapai Rp 8,6 triliun, naik dibandingkan Rp 6,0 triliun pada periodeyang sama tahun sebelumnya.
Penerbitan MTN pada Tahun 2024 menunjukkan penurunan yaitu mencapai Rp 1,5 triliun dibandingkan Rp 2,4 triliun pada 2023 . Sementara itu periode Januari 2025 juga menunjukkan penurunan, yaitu baru mencapai Rp 45,0 miliar dibandingkan Rp 581,3 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Penerbitan efek utang lainnya (perpetual, SBK, dan sekuritisasi) menunjukkan penurunan dari Rp 900 miliar pada menjadi Rp 500 miliar pada 2024. Hingga Januari 2025, masih belum ada penerbitan efek utang lainnya, dibandingkan saat Januari 2024 lalu senilai Rp 500 miliar.
Â
Advertisement
Penerbitan Obligasi Korporasi 2025 Diproyeksikan Tembus Rp 144 Triliun
Pefindo memproyeksikan penerbitan baru surat utang 2025 berkisar Rp 139- Rp 155 triliun, dengn titik tengah pada Rp 144 triliun.
Direktur Utama Pefindo, Irmawati Amran menjelaskan, proyeksi itu merujuk pada tren kebutuhan pembiayaan atau refinancing yang masih tinggi. Kebutuhan refinancing diperkirakan masih tinggi seiring dengan nilai surat utang jatuh tempo yang masih besar dengan proyeksi Rp 150,07- Rp 155,66 triliun, setelah tingginya penerbitan bertenor pendek di tahun 2024. Bersamaan dengan itu, aktivitas sektor riil diperkirakan relatif menguat.
"Pertumbuhan ekonomi diperkirakan terdorong oleh kebijakan pemerintah yang lebih ekspansif, dengan inflasi yang diperkirakan mash terkendali," kata Irmawati dalam Media Forum PEFINDO Semester II Tahun 2024.
Peluang penerbitan surat utang baru pada 2025 juga mempertimbangkan suku bunga acuan yang lebih rendah sejalan dengan ekspektasi berlanjutnya pelonggaran kebijakan moneter.
Di samping itu, likuiditas lembaga keuangan yang semakin ketat mendorong perusahaan mencari alternatif dana yang relatif murah, seperti obligasi korporasi, untuk mendukung leverage keuangan dan permintaan bisnis.
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)