Liputan6.com, Jakarta Shanghai sebelum Perang Dunia II dan Bruce Lee. Dua hal itu ternyata bisa dipersatukan dengan hasil ciamik di Once Upon a Time in Shanghai.
Film bergenre kungfu itu rilis awal tahun ini di negeri asalnya Hong Kong. Penggemar film kungfu di Indonesia berkesempatan nonton film ini lewat saluran Celestial Movies Minggu, 21 September pukul 20.00 WIB.
Sinema Hong Kong akrab dengan Shanghai di tahun 1930-an. Ketika itu, Shanghai adalah kota kosmopolitan yang unik di timur bumi. Di Shanghai masa itu, budaya Tiongkok yang tradisional bertemu dengan budaya modern dari Barat. Shanghai ketika itu membuka pintunya bagi negara asing. Inggris, Prancis, dan Jepang memiliki wilayah khusus yang disebut konsesi di Shanghai.
Advertisement
Shanghai di masa itu pernah diangkat ke layar televisi lewat serial Shanghai Bund di stasiun TVB tahun 1980. Serialnya dibintangi Chow Yun-fat ketika masih muda. Dari serial itu namanya terangkat jadi bintang tenar.
Begitu legendarisnya serial itu, kisahnya dibuat ulang beberapa kali baik jadi serial TV maupun film layar lebar. Film Shanghai Triad (1995), Shanghai Grand (1996), Blood Brothers (2007), Shanghai (2010), hingga The Last Tycoon (2012) adalah film-film berlatar Shanghai sebelum Perang Dunia II dan fokusnya mengupas kehidupan gangster di kota itu.
`Once Upon a Time in Shanghai` karya Wong Ching-po ini berlatar belakang tahun 1920-an. Filmnya bercerita tentang seorang pemuda miskin bernama Ma Yong Zhen (Philip Ng) dari desa yang merantau ke Shanghai untuk mengadu peruntungan.
Penghormatan untuk Bruce Lee
Tribute untuk Bruce Lee
Suatu hari, Ma yang memiliki kemampuan bela diri kungfu, bertemu dengan seorang pemimpin gangster muda bernama Long Qi (Andy On). Dengan cepat mereka berdua berteman dan bekerjasama menyingkirkan banyak geng lainnya yang berkuasa di Shanghai.
Keahlian mereka membuat seorang mata-mata Jepang, Hashimoto marah besar. Apalagi Long Qi menolak tawaran kerjasama yang ditawarkan Jepang. Hashimoto ingin mencoba membunuh mereka berdua.
Long Qi terbunuh. Dan Ma membalaskan dendamnya pada Jepang.
Saat menonton filmnya, Anda pasti akan terbuai dengan aksi kungfu Philip Ng. Wajah dan potongan rambutnya mengingatkan kita pada Bruce Lee.
Maka, film ini kemudian juga dianggap sebagai tribute pada Bruce Lee.
Apakah filmnya memang diniatkan begitu?
Saat wawancara langsung via sambungan telepon dengan Liputan6.com beberapa waktu lalu, Philip Ng menolak kalau filmnya meniru film kungfu Bruce Lee.
"Kalau ada orang yang bilang saya mirip dia, saya sangat tersanjung. Saya tak berniat meniru Bruce Lee," kata Philip yang belajar kungfu wingchun dari kakak seperguruan Bruce Lee.
Dikatakannya, filmnya lebih berupa penghormatan pada genre filmnya, bukan pada satu judul film tertentu.
"Film ini adalah tribute pada genre film tertentu," katanya. "Jadi, di film ini ada berbagai unsur yang bisa dikenali dari film-film yang sudah Anda tonton. Tapi kami menyuguhkannya dengan lebih modern. menggunakan teknik yang lebih maju."
Saat wawancara, Philip juga bercerita bagaimana potongan rambutnya mirip Bruce Lee saat main `Once Upon a Time in Shanghai`.
"Saya diskusi dengan sutradara, awalnya saya ingin tampang yang sangat keren, modern, rapi. Tapi kemudian kita akhirnya memutuskan itu bukan ide yang terbaik," cerita Philip.
"Lalu dia menyarankan, 'Bagaimana kalau kau memakai poni.' Saya melakukannya, dan saya merasa seperti idiot. Tapi potongan itu sesuai dengan karakternya. Sebagai orang desa, tak mungkin ke salon untuk potong rambut. Jadi itu memang sesuai."
Jika kebetulan potongan rambutnya mirip Bruce Lee, ia berujar, "Kami tak spesifik meniru satu orang atau karakter tertentu."
Diniatkan sebagai tribute ataupun tidak, `Once Upon a Time in Shanghai` adalah salah satu suguhan terbaik dari sinema Hong kong tahun ini. Ini film kungfu yang asyik. (Ade/Rul)
Advertisement