Liputan6.com, Jakarta Bola salju pemboikotan film Kucumbu Tubuh Indahku terus menggelinding. Sejumlah sineas menyampaikan pernyataan sikap terkait pemboikotan ini via media sosial.
Para sineas itu antara lain Hanung Bramantyo, Ernest Prakasa, hingga Joko Anwar. Joko Anwar menyebut, pemboikotan Kucumbu Tubuh Indahku merupakan bentuk sikap intoleransi yang belakangan tumbuh subur di Indonesia.
“Saya menandai sejak 2014, ada kasus pelarangan umat beragama lain beribadah dan hingga kini belum terselesaikan. Setelah itu marak kasus intoleransi dan kini film Kucumbu Tubuh Indahku diboikot," tutur Joko Anwar kepada Liputan6.com, Kamis (2/5/2019).
Advertisement
Baca Juga
Menurut Joko Anwar, intoleransi tak hanya soal beragama.
"Saat sekelompok orang memaksakan nilai yang mereka anut kepada orang lain, itu intoleransi. Saat beberapa orang tidak diizinkan menjalani nilai yang mereka pilih, itu juga intoleransi,” kata dia menambahkan.
Kucumbu Tubuh Indahku mengisahkan kehidupan penari Lengger yang mengalami kekerasan dan trauma masa kecil. Joko Anwar menyebut ini konflik psikologis, bukan soal orientasi sekskual yang dipamerkan secara eksplisit.
Tindakan Represif
Sebelum Kucumbu Tubuh Indahku, ada beberapa film Indonesia yang bicara soal LGBT di antaranya Cokelat Stroberi, Detik Terakhir, dan Arisan!. Ketiga film ini dinyatakan lulus sensor oleh LSF. Peredarannya pun tidak menyalahi kaidah hukum.
“Kalau sebuah film yang telah lulus sensor (untuk klasifikasi penonton usia tertentu) diboikot peredarannya oleh sekelompok orang, ini tindakan represif secara horizontal. Saya pikir pemerintah harus responsif menyikapi ini," kata Joko Anwar.
Bila hal ini tak segera dilakukan, Joko Anwar khawatir dengan dampak negatif yang bakal timbul.
"Jika tidak, maka intoleransi akan makin subur di Indonesia, sebuah negara yang menjunjung keragaman. Keragaman adalah kekuatan Indonesia, maka jangan diseragamkan,” tutur Joko Anwar.
(Liputan6.com/ Wayan Diananto)
Advertisement