Bilal, A New Breed of Hero: Animasi Tentang Kesetaraan Hak dan Standar Pria Sejati

Diproduksi pada 2015, film Bilal A New Breed Of Hero diperkenalkan ke sejumlah negara Islam.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Mei 2019, 12:40 WIB
Diterbitkan 14 Mei 2019, 12:40 WIB
Film Bilal A New Breed Of Hero
Film Bilal A New Breed Of Hero

Liputan6.com, Jakarta - Diproduksi pada 2015, film Bilal A New Breed Of Hero diperkenalkan ke sejumlah negara Islam seperti Bahrain, Qatar, dan Uni Emirat Arab setahun kemudian. Film Bilal A New Breed of Hero kemudian menyapa Amerika Serikat Februari tahun lalu. Pekan ini, giliran Indonesia yang dilawat Bilal.

Jalan panjang Bilal A New Breed of Hero untuk keliling dunia tak sia-sia. Sejumlah pecinta film di Amerika Serikat memuji kualitas penceritaan dan teknik animasi yang terasa lembut di layar. Ada pula yang menyebut, meski visualisasinya kurang konsisten, ceritanya tidak membosankan dan menginspirasi. 

Kisah Bilal A New Breed of Hero bertumpu pada kehidupan seorang budak bernama Bilal (Adewale) yang bekerja pada Tuan Umayya (Ian). Umayya memiliki seorang anak laki-laki bernama Safwan (Mick) yang rajin berlatih memanah dan bermain pedang.

Di zaman itu, budak boleh diperlakukan seenaknya. Suatu siang, Safwan hendak memanah adik Bilal, Ghufaira (Cynthia). Sadar adiknya dalam bahaya, Bilal nekat melawan. Akibatnya, ia dihukum cambuk.

 

 

 

Tema Berat

Film Bilal A New Breed Of Hero
Film Bilal A New Breed Of Hero

Saat perbudakan makin menjadi dan penyembahan berhala kian marak, muncul ajaran baru tentang kesetaraan dan persamaan hak. Ajaran ini mendapat dukungan para tokoh masyarakat di antaranya, Raja Saudagar Al Saddiq (Thomas) dan Hamza (Dave). Ajaran yang juga mengajak masyarakat menyembah satu Tuhan itu mengancam bisnis produksi berhala milik Umayya. Konflik dan perang pun tak terhindarkan. 

Tema yang diusung Bilal A New Breed of Hero sebenarnya berat. Sejarah perbudakan, hak asasi manusia, kesetaraan, agama versus berhala, cinta kasih dan perang saudara. Format animasi yang notabene menyasar segmen semua umur, membuat ruang gerak film ini kian terbatas. Adegan perang seperti menebas lawan dengan pedang atau terpelanting dari kuda tak mungkin disajikan secara vulgar. 

Sineas Khurram H. Alavi dan Ayman Jamal tak kurang akal. Cerita yang berat dan kompleks disederhanakan dengan menitikberatkan pada hubungan tokoh utama bersama adiknya. Dialog-dialog penting serta pesan universal muncul lewat momen Bilal dengan ibunya. Pendek kata, kisah perang, sejarah kakbah, dan penyeru azan pertama ini berporos pada keluarga.

 

 

Keunggulan Lain

Film Bilal A New Breed Of Hero
Film Bilal A New Breed Of Hero

Keunggulan lain Bilal A New Breed of Hero terletak pada adegan perang yang digambarkan megah, detail, tanpa darah. Kita melihat perisai, baju zirah, penutup kepala, tombak, pedang, dan kuda. Namun saat pedang ditusukkan kepada lawan, gambar yang muncul adalah tubuh yang rebah. Kamera menyorot dari kepala sampai dada berikut patung berhala yang patah. 

Layaknya film animasi, Bilal A New Breed of Hero kaya akan dialog-dialog penghangat hati. Salah satu adegan yang membuat mata kami berkaca, saat Bilal dinasihati ibunya, “Pedang tak akan membuatmu menjadi pejuang hebat. Pria yang hebat adalah yang hidup tanpa belenggu. Bukan belenggu rantai melainkan belenggu yang ada di hati. Jika hatimu masih dibelenggu amarah dan dendam, kau tidak akan pernah bebas dan menjadi pria hebat.” 

Dengan ritme cerita yang bergerak dinamis, film ini jauh dari kesan berbelit. Bilal A New Breed of Hero jelas bukan biografi yang utuh, namun cukup memberi kita gambaran tentang wajah Makkah berabad-abad silam dan menetapkan standar baru bagaimana pria sejati semestinya bersikap. Ditayangkan saat Ramadan, film ini menjadi pilihan tepat untuk Anda yang butuh pencerahan tapi ogah mendengar kotbah.

(Wayan Diananto)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya