SHOWBIZ UNCENSORED: Aku Disingkirkan dari Megaproyek Film Box Office (Bagian 5-Habis)

Drama tentang sang aktris kali ini akan berujung ke mana? Ikuti Showbiz Uncensored di bagian penghabisan.

oleh Anjali L diperbarui 06 Des 2019, 20:45 WIB
Diterbitkan 06 Des 2019, 20:45 WIB
Showbiz Uncensored
Showbiz Uncensored

Liputan6.com, Jakarta Aku menoleh ke belakang. Diandra di sana. Malam itu, ia tampil elegan mengenakan gaun hitam panjang tanpa motif. Diandra memang pantang tampil heboh di karpet merah.

Namun kalung dan anting berlian yang nongkrong di kedua telinganya menajamkan citra Diandra sebagai aktris penganut aliran simpel, glamor, dan berkelas di saat bersamaan.

Diandra menghampiriku, lalu memeluk erat. Usai melepas pelukan, kedua tangannya memegang lenganku. Di luar dugaan, kata pertama yang terucap dari bibir Diandra adalah maaf. Aku bingung. Lalu mengernyitkan dahi. Maaf buat apa?

Sedih Bercampur Syok

Ilustrasi bioskop untuk gala premier.
(Foto: Derks24/Pixabay)

"Maaf soal Adya," Diandra menjelaskan.

"Adya jatuh ke tangan orang lain, itu bukan salah lo, Di?" aku membalas.

"Gue sedih campur syok pas tiba-tiba Devanka nyuruh gue menghapus Instagram Stories habis reading tanpa lo."

"Ya sudah, toh semua pihak happy. Semalam Di Pelukmu dapat 1,4 juta penonton, kan?" 

"Sepintas, tampak box office karena dapat 1,4 juta penonton. Tapi jauh lebih menguntungkan film lo, Mal. Pak Pum enggak happy sama hasil akhir 1,4 juta itu. Target di awal, kan minimal 2 juta penonton."

Pak Produser Enggak Happy

Sampai di sini kami saja mengobrol. Diandra pamit. Ia menukarkan undangan dengan tiket masuk kemudian menuju ke studio 1.

"Akur bener sama Diandra," celetuk Zoel dari belakang.

"Astaga! Jelangkung, lo bisa enggak sih sekali aja enggak ngagetin orang?" ujarku gemas.

"Pak Pum jelas enggak happy-lah. Syuting di Jakarta, Yogyakarta, dan Jerman. Di Jerman syuting secara resmi di tiga kota selama setengah bulan. Belum di Jakarta harus membangun set tahun 1980-an. Duit semua itu. Pemainnya artis kelas A. Devanka saja minta honor setengah miliar, lo. Belum honor Diandra. Makanya pemeran Adya harus pendatang baru buat mengakali budget. Lo pikir sendirilah," beber Zoel, panjang.

Apa Kabar Bimala?

Saat itu aku termenung. Kalau dipikir-pikir benar kata Zoel. Dilabrak Istri Tua hanya syuting setengah bulan di Jakarta dan Bogor. Di Bogor pun cuma 2 hari untuk mengakali biaya. Para pemainnya tak ada yang kelas A, termasuk aku. Promosinya tak seheboh Semalam Di Pelukmu yang bekerja sama dengan 15 mal di seluruh Indonesia. 

Yang kudengar Pak Pum, menetapkan biaya promosi setara dengan produksi. Air muka Diandra saat bercerita kepadaku tadi tak bisa bohong. Angka 1,4 juta penonton memang kurang menggembirakan. Gala premier Liang Lahat dimulai. Filmnya bikin jantung deg-degan. Sutradaranya Adi Rahman, memang jago bikin film model beginian.

Usai menonton, saat suasana bioskop mulai lengang, giliran seorang pria menyapaku dari belakang. Buset, dalam satu gala premier, 3 kali aku disapa orang dari belakang. Demen banget bermain-main di belakang?

"Apa kabar, Bimala?" tanya pria ini, ternyata Devanka.

"Oh, aktor 1,4 juta penonton," jawabku enteng.

Pengin Memaki Tapi...

"Sinis banget, sama gue?"

"Masa?"

"Memang gue bikin salah apa sama lo, Mala?"

Oke, aku sebenarnya malas berpura-pura baik dan orang kayak Devanka tak perlu dibaik-baikin. Mungkin ini saatnya berterus terang dan menjernihkan air yang beberapa bulan mengeruh.

"Yakin lo enggak tahu salah lo, di mana?" aku melanjutkan obrolan setelah menarik lengan Devanka ke sudut ruangan, di samping studio 5.

"Soal Adya?" Devanka bertanya balik lalu berkata, "Bukannya harusnya lo tuh bersyukur, ya? Kalau enggak diganti Julia, mana bisa lo tampil di film dangdutan itu?"

Mendengar ujaran ini, kepalaku rasanya seperti ditempeleng. Pengin memaki tapi kalau sampai ketahuan Zoel, dia pasti balik menuding perilakuku enggak berkelas.

Bagaimana Kalau Posisinya Dibalik?

Usai menarik napas panjang, aku menatap Devanka yang tampan. "Tuba, lo sadar apa yang absen dari percakapan kita sekarang ini?"

"Apaan?"

"Empati. Bagaimana kalau posisinya dibalik. Lo yang disingkirkan dari megaproyek impian padahal lo berharap banget bisa bergabung mengingat bokap lo udah pensiun dan nyokap lo baru saja keluar dari ruang IGD? Gimana perasaan lo didepak oleh orang yang notabene outsider dan enggak ada sangkut pautnya dengan film yang mau dibikin? Kalau yang nyingkirin gue Pak Pum, sih gue maklum secara dia produser merangkap yang punya duit."

"Sorry. Gue minta maaf," kata Devanka.

"Gue enggak bisa maafin lo karena bukan lo yang salah melainkan bini lo."

 

Tuba

Aku bergegas menuju lobi bioskop. Zoel mengikuti. Sialnya, Devanka masih membuntutiku.

"Sorry Mala. Lo tadi manggil gue Tuba? Ini semacam nama sayang? Nama depan gue memang Tubagus tapi cuma lo yang manggil gue Tuba," katanya lagi.

Ya Tuhan, ada yang orang kayak gini? Itulah pertanyaan yang seketika mekar dalam benakku.

"Ya, deh. Selama itu bisa bikin lo seneng," jawabku seraya masuk lift. Untung di lift hanya tersisa sedikit ruang, pas buat aku dan Zoel. Sementara Devanka yang gagal masuk lift menunggu giliran berikutnya.

Lo Kurang Terkenal

Aku pulang menumpang mobil Zoel. Di balik kemudi mobil, giliran Zoel berceloteh.

"Lo tahu Mala, Rana itu anak Sundari Pratiwi, investor yang membiayai proyek layar lebar pertama Mas Baya dan Iwan?" Zoel memulai obrolan.

"Enggak tahu dan enggak penting buat gue," sahutku sambil membalas WhatsApp Diandra.

"Lo tahu, Rana itu sangat insecure?"

"Enggak tahu dan enggak penting juga buat gue."

"Dan lo juga enggak tahu, sebelum menikahi Rana, Devanka pacaran dengan Risa Pangesti?"

"Risa Pangesti model dan presenter itu?"

"Yap! Sekadar mengingatkan, lo itu jarang diberitakan media karena sorry nih, lo kurang terkenal. Sekalinya diberitakan situs gosip judulnya: 5 Foto Bimala Nurani, Bintang Film Yang Mirip Risa Pangesti. Paham arah pembicaraan gue ke mana?"

Waktu Tuhan Bagi-bagi Otak...

Deg. Aku melongo. Belum selesai melongo, Zoel kembali bergunjing.

"Sorry nih, Mal. Gue kan lulusan sastra Indonesia dari kampus negeri di Ibu Kota, ya," ujar Zoel.

"Sombong!" aku menyela pembicaraan.

"Bukan lulusan terbaik memang, tapi otak gue enggak dangkal-dangkal amat. Devanka kok malah GR, ya dipanggil Tuba?" tanya Zoel keheranan.

"Zoel sayang, enggak harus lulusan kampus negeri Ibu Kota, kan untuk tahu arti kata tuba? Anak SD kalau pernah belajar bahasa Indonesia bab peribahasa air susu dibalas dengan air tuba juga pasti paham. Waktu Tuhan bagi-bagi wajah ganteng, Devanka memang berada di antrean paling depan. Tapi pas Tuhan bagi-bagi otak, dia bangun kesiangan."

"Wooooi Yuli Gesrek! Jangan nyinyir napa?" teriak Zoel lalu terpingkal.

 

Selesai.

 

(Anjali L.)

 

Disclaimer: 

Kisah dalam cerita ini adalah milik penulis. Jika ada kesamaan jalan cerita, tokoh dan tempat kejadian itu hanya kebetulan. Seluruh karya ini dilindungi oleh hak cipta di bawah publikasi Liputan6.com.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya