Liputan6.com, Jakarta Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) memberikan anugerah mahakarya luar biasa yang mengukir prestasi terunggul di bidang keahlian masing-masing. Terdapat empat orang rekoris dengan kategori berbeda. Rekor MURI pertama diberikan untuk film Before, Now & Then (Nana) garapan sutradara Kamila Andini, yang dapat dinikmati di layanan streaming Prime Video, dengan mengangkat isu-isu berkaitan dengan perempuan.
Termasuk, transisi sejarah berdirinya Indonesia diangkat dalam film Nana. Diharapkan Nana memberikan perspektif baru kepada perempuan ketika mengetahui sejarah bangsa ini.
Film yang diproduksi Fourcolours Films dan Titimangsa Foundation itu dibintangi Happy Salma, Ibnu Jamil, Arswendy Beningswara Nasution, sampai Laura Basuki.
Advertisement
“Suatu kehormatan bagi saya, terutama ketemu lagi dengan Pak Jaya Suprana (Pendiri MURI), seorang sangat genius, cerdas, melakukan banyak hal untuk Indonesia,” kata Produser Film, Jais Darga di Galeri MURI Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta, Jumat (16/9/2022).
Baca Juga
Kado Terakhir
Diungkapkannya, Before Now and Then (Nana) menjadi kado terakhir yang dipersembahkan untuk ibundanya Raden Nana Sunani, yang wafat tiga tahun lalu.
Terkait alasan membuat film Indonesia berbahasa Sunda, Jais Darga mengaku ingin memperlihatkan bahwa inilah Sunda yang sebetulnya.
“Karena orang Sunda sendiri terkenalnya dengan bodor-bobodoran, jadi kalau orang Sunda bertemu lebih dua orang pasti heboh. Saya ingin memperlihatkan kepada generasi muda bahwa ini lo Sunda seperti itu,” ujarnya.
Advertisement
Novel
Dia mengungkapkan, film itu berdasarkan buku Jais Darga Namaku. Rekor MURI kedua, diberikan kepada karya memasak secara daring oleh keluarga terbanyak yakni mencapai 1.245 peserta. Rekorisnya ialah Nizamia Andalusia School Jakarta.
Penghargaan ketiga diberikan terhadap buah karya dengan mengusung konsep Wakaf Aplikasi Ekosistem Masjid Pertama. Rekorisnya ialah GEW Foundation.
Rekor Lainnya
Rekor MURI keempat dipecahkan seorang remaja Indonesia yang meluncurkan donasi sumbangan melalui platform NFT bagi penyandang disabilitas. Rekorisnya ialah Rainier Wardhana Hardjanto.
Rainier Wardhana Hardjanto (16), sejak tiga tahun lalu tersentuh melihat anak tuna rungu, tuna wicara, anak dengan kondisi sindrom Down. Namun mereka selalu memperlihatkan wajah gembira dan tulus.
Rainier yang pada saat itu, memasuki masa remaja, datang ke acara yang diadakan Yayasan ISDI (Ikatan Sindroma Down indonesia) dan POTADS (Persatuan Orang Tua Anak Dengan Down Syndrome). Acara digelar dalam rangka memperingati Hari Down Syndrome Dunia tahun 2019.
Pendiri dan pionir NFT amal pertama di Indonesia ini pun menyumbangkan 9 lukisannya di acara bertema Lelang Amal untuk membangun Training Centre kepada anak-anak down syndrome yang diadakan di Plaza Indonesia.
Rainier terkesan saat berkenalan dengan anak-anak down syndrome yang dibawa oleh orangtua mereka masing-masing.
“Semua rekornya menarik,” ucap Penggagas Museum Rekor Indonesia, Jaya Suprana. Kategori rekor MURI itu terdiri dari kemanusiaan, seni budaya dan pendidikan.
“Kami bangga hari ini bertemu dengan orang-orang hebat, kreatif dan tangguh yang bermanfaat untuk kemajuan bangsa. Indonesia butuh orang-orang seperti yang terpilih hari ini, supaya bangsa kita tidak ketinggalan bangsa lain,” ujar Jaya Suprana didampingi Direktur Utama MURI, Aylawati Sarwono.
Advertisement