Liputan6.com, Jakarta Blood tayang di bioskop Indonesia mulai Jumat (3/2/2023). Bergenre horor, film karya sineas Brad Anderson ini menempatkan Michelle Monaghan dan Skeet Ulrich sebagai pasutri.
Film Blood menampilkan Jess (Michelle Monaghan) dan Patrick (Skeet Ulrich)Â yang bercerai. Kedua anak mereka, Tyler (Skylar Morgan Jones) dan Owen (Finlay Wojtak-Hissong) ikut Jess yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan.
Jess membawa kedua anaknya pindah ke rumah baru di kawasan terpencil. Suatu hari, Tyler dan Owen mengajaknya anjing mereka, Pippen, ke bekas danau. Sebuah pohon dengan batang berlubang dan dahan meranggas berada di sana.
Advertisement
Baca Juga
Kecelakaan terjadi. Pippen terjebak dalam kubangan lumpur lalu raib. Hari mulai gelap. Kedua bocah ini pulang ke rumah dengan raut wajah muram. Berikut resensi film atau review film Blood.
Â
Malam Harinya
Malam harinya, Pippen kembali ke kediaman Jess. Aneh, matanya menyala. Anjing ini lantas menggigit leher Owen hingga mengalami perdarahan hebat lalu dilarikan ke rumah sakit.
Owen selamat setelah mendapat donor darah. Suatu malam, Jess memergoki Owen terjaga, meraih kantong darah dan meminumnya. Jess syok berat, Owen telah berubah. Tak seperti dulu.
Â
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Tanda Tanya Besar
Tanda tanya besar dalam Blood adalah apa atau siapa yang bersemayam dalam pohon maupun danau yang mengering itu. Ada penjelasan samar-samar di awal film namun Brad Anderson berfokus pada dampak. Bukan mencari sumber teror.
Mulanya, penonton berpikir Blood menggiring audiens untuk mencermati akibat fatal dari menjelajah ke kawasan wingit yang tak dikenal lalu kembali ke sumber teror untuk mencari solusi. Nyatanya, Blood malah asyik mengulik pertalian Jess dan Owen.
Â
Tak Lagi Jadi Horor
Blood tak lagi menjadi horor melainkan drama keluarga yang memaparkan dampak dan upaya bertahan sembari bertumpu pada referensi pengetahuan para tokoh. Jadilah di sepanjang film, kita melihat konflik keluarga dan dampak teror.
Hingga menit akhir, tak ada titik terang atas apa yang terjadi di sepanjang film. Blood menjadi horor suram nan muram dengan atap drama yang terlalu lebar. Sementara pilar horor yang dibangun sejak menit awal tertutup oleh atap yang kelewat besar itu.
Â
Advertisement
Menilik Performa Michelle
Menilik performa Michelle Monaghan, Skeet Ulrich, Finlay Wojtak-Hissong, dan Skylar Morgan Jones memang tidak jelek. Transformasi kecanggungan pascaperceraian dan bagaimana setiap tokoh beradaptasi dengan situasi dan konflik baru terbilang meyakinkan.
Jatuh bangun tokoh Jess mengemban tugas sebagai orangtua tunggal, berdamai dengan masa lalu, melanjutkan hidup dan karier, hingga menghadapi teror tak lazim satu-satunya daya tarik film ini.
Andai Punya Sedikit Usaha...
Padahal, jika mau sedikit berusaha mengeksplorasi sesuatu di danau kering, memperlihatkan cara kerja sumber teror dan sejumput sejarah di lokasi itu, bisa jadi Blood akan lebih berwarna juga mencekam. Inilah yang terjadi. Blood jadi drama rumahan.
Kalau tidak di rumah para tokoh yang berkonflik, ya di rumah sakit. Semua tokoh dalam dunia Blood yang sempit punya benang merah: tak berdaya dan depresif. Helen (June B. Wilde) yang di pertengahan tampak bisa diharapkan ternyata tidak. Ck.
Â
Advertisement
15 Menit Terakhir
Hingga 15 menit terakhir, Blood tak memperlihatkan taringnya. Hawa horor dan thriller sebatas berkutat pada perubahan diri Owen setelah digigit anjing. Transformasi Owen di fase awal memang bikin deg-degan. Setelahnya, tak ada pengembangan.
Penulis skenario Will Honley tak membawa kita ke sumber. Hanya mempresentasikan dampak. Akibatnya, Blood terasa berkepanjangan dan sejatinya tak membawa penonton ke mana-mana. Titik.
Â
Â
Â
Pemain: Michelle Monaghan, Skeet Ulrich, Finlay Wojtak-Hissong, Skylar Morgan Jones, June B. Wilde, Danika Frederick
Produser: Gary Levinsohn, Billy Hines, Paris Kassidokostas-Latsis, Terry Dougas
Sutradara: Brad Anderson
Penulis: Will Honley
Produksi: Vertical Entertainment
Durasi: 1 jam, 48 menit