Resensi Film Para Betina Pengikut Iblis: Pertemuan Manusia-manusia Ingkar Calon Penghuni Neraka

Lulus sensor untuk 21 tahun ke atas, film Para Betina Pengikut Iblis, karya sutradara Rako Prijanto siap meneror bioskop Tanah Air mulai 16 Februari 2023.

oleh Wayan Diananto diperbarui 12 Feb 2023, 14:42 WIB
Diterbitkan 12 Feb 2023, 14:30 WIB
Poster film Para Betina Pengikut Iblis. (Foto: Dok. Falcon Black)
Poster film Para Betina Pengikut Iblis. (Foto: Dok. Falcon Black)

Liputan6.com, Jakarta Para Betina Pengikut Iblis, salah satu film yang memantik kontroversi awal tahun ini. Belum rilis di bioskop, netizen sudah meributkan penggunaan diksi betina yang merujuk pada perempuan dalam konteks benda atau binatang (menurut KBBI).

Setelahnya, beredar kabar, film Para Betina Pengikut Iblis lulus sensor untuk klasifikasi 21 tahun ke atas. Publik lantas bertanya-tanya “semeriah” apa film ini hingga LSF menerbitkan kategori dewasa?

Rako Prijanto dan Mawar de Jongh telah mengklarifikasi sejumlah adegan seram hingga berdarah-darah yang mewarnai dunia para betina. Di sela kengerian adegan, terselip sejumlah pesan penting.

Tayang di bioskop mulai 16 Februari 2023, berikut resensi film Para Betina Pengikut Iblis yang dibintangi Mawar De Jongh, Sara Fajira, Hanggini, dan aktor peraih Piala Citra, Adipati Dolken.

 

Sumi Tanpa Ibu

Mawar De Jongh sebagai Sumi dalam film Para Betina Pengikut Iblis. (Foto: Dok. Falcon Black)
Mawar De Jongh sebagai Sumi dalam film Para Betina Pengikut Iblis. (Foto: Dok. Falcon Black)

Sumi (Mawar De Jongh) hidup tanpa ibu dan harus merawat sang ayah, Karto (Derry Oktami) yang salah satu kakinya membusuk lalu diamputasi dokter Freedman (Hans de Kraker).

Kondisi ekonomi yang mengimpit memaksa Sumi menyambung hidup dengan menjual gulai daging manusia. Suatu hari, kampung Sumi digegerkan dengan hilangnya Ningrum (Anindia Arioni). Tragisnya, Ningrum ditemukan tewas bersimbah darah.

Beberapa hari setelah dimakamkan, jasad Ningrum raib. Kakaknya, Sari (Hanggini) syok lalu memulai ritual kirim santet kepada pembunuh Ningrum yang diyakini masih berada di sekitar kampung. Ritual ini menandai menghangatnya kembali hubungan Ningrum dengan iblis (Adipati Dolken).

Di sudut lain, ada pelacur tua bernama Asih (Sara Fajira) yang tinggal dengan anak berkebutuhan khusus. Sari mengunjungi Asih untuk mempertanyakan sebuah gelang yang diduga jadi petunjuk kematian Ningrum.

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Kurang Lazim

Adipati Dolken sebagai Iblis dalam film Para Betina Pengikut Iblis. (Foto: Dok. Falcon Black)
Adipati Dolken sebagai Iblis dalam film Para Betina Pengikut Iblis. (Foto: Dok. Falcon Black)

Naskah film ini bisa dibilang kurang lazim. Pasalnya, ketiga tokoh utamanya abu-abu kalau tak mau dibilang antagonis. Ada yang abu-abu karena dipaksa keadaan. Ada yang sebenarnya sudah tobat lalu tragedi memaksanya kembali ke kubangan dosa.

Ada pula tokoh yang samar hingga akhir film namun tercium aroma busuk dari perangai maupun tutur katanya. Memiliki masalah hidup berbeda, para betina ini dipersatukan oleh benang merah: kemiskinan yang membuat mereka salah langkah.

 

Tiga Karakter Abu-abu

Hanggini sebagai Sari dalam film Para Betina Pengikut Iblis. (Foto: Dok. Falcon Black)
Hanggini sebagai Sari dalam film Para Betina Pengikut Iblis. (Foto: Dok. Falcon Black)

Menempatkan tiga karakter antagonis di garis depan bukan tanpa konsekuensi. Penonton bisa jadi kurang peduli terhadap mereka karena tak satu pun yang membangkitkan empati atau minimal, rasa memiliki. Bisa jadi, justru inilah yang hendak dicapai Rako Prijanto dan tim.

Sensasi tidak nyaman dalam kemasan drama-horor-thriller-slasher-fantasi yang menempatkan para tokoh di dunia yang gila. Di sana, Tuhan seolah jadi sosok yang (maaf) jauh karena kemelut hidup memaksa para karakter tak berdaya dilumat godaan setan yang mewujud pria.

 

Genre Fantasi?

Salah satu adegan film Para Betina Pengikut Iblis. (Foto: Dok. Falcon Black)
Salah satu adegan film Para Betina Pengikut Iblis. (Foto: Dok. Falcon Black)

Genre fantasi kami sematkan, merujuk pada sejumlah elemen yang seolah mengkhianati latar waktu dan tempat. Boks pendingin bahan pangan di rumah keluarga Sumi (yang untuk makan saja susah) memang janggal dari sononya. Cat rambut Sari juga mendahului zaman.

Akhirnya, kami menjustifikasi Para Betina Pengikut Iblis sebagai horor fantasi. Atas nama fantasi, pada akhirnya tak ada aturan soal tren busana dan perkembangan teknologi sebagai penanda zaman. Dengan pemahaman ini, karya Rako Prijanto lebih bisa diterima.

 

Sensasi Tak Nyaman

Salah satu adegan film Para Betina Pengikut Iblis. (Foto: Dok. Falcon Black)
Salah satu adegan film Para Betina Pengikut Iblis. (Foto: Dok. Falcon Black)

Sensasi tak nyaman akibat kengerian, lumuran darah, dan ragam kejahatan dalam Para Betina Pengikut Iblis bagaikan warna hitam yang direntang lalu menghasilkan sejumlah turunan. Kita bisa melihat seberapa gila upaya manusia bertahan hidup, mengikuti emosi dan ambisi.

Film ini mengingatkan kita bahwa setiap manusia punya sisi gelap dengan kadar beragam, dari remang hingga level gulita. Yang rajin ibadah belum tentu tak terjebak godaan setan. Yang baca kitab suci bukan berarti tak bisa menghalalkan perbuatan haram.

 

Pengingat Agar Tak Ingkar

Poster film Para Betina Pengikut Iblis. (Foto: Dok. Falcon Black)
Poster film Para Betina Pengikut Iblis. (Foto: Dok. Falcon Black)

Ini seperti perkataan Sari kepada Dokter Freedman dalam ledakan emosinya di ruang makan, “Kita adalah manusia-manusia ingkar calon penghuni neraka.” Sejurus kemudian, adegan mengerikan terjadi. Para Betina Pengikut Iblis adalah kisah manusia tak berdaya dirayu setan.

Film ini juga pengingat bahwa kengerian yang tersaji di layar lebar bukan tak mungkin terjadi di kehidupan nyata. Guru ngaji cabuli belasan siswa. Pria pukul pacar pakai kloset hingga tewas. Balita dibanting karena dianggap mengganggu ayah yang lagi asyik main gim. Dan sebagainya.

Selama kabar-kabar mengerikan ini masih terdengar di telinga kita, selama itu pula iblis masih punya kuasa atas manusia-manusia ingkar. Pertanyaan yang kemudian muncul, apakah kita salah satu dari para pengingkar itu?

 

 

 

Pemain: Adipati Dolken, Mawar Eva Jongh, Hanggini, Sara Fajira, Derry Oktami, Ravil Prasetya, Anindya Arioni

Produser: Frederica

Sutradara: Rako Prijanto

Penulis: Anggoro Saronto, Rako Prijanto

Produksi: Falcon Black

Durasi: 90 menit

infografis journal
infografis journal 5 Film Horor Indonesia dengan Jumlah Penonton Terbanyak. (Liputan6.com/Tri Yasni).
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya