Pakar UB: PSN dan Reformasi Agraria Harus Jadikan Rakyat sebagai Dasar Pembangunan

Akademisi Universitas Brawijaya Dedi Mulawarman menyebutkan, pemerintah saat ini dalam menerapkan Program Strategis Nasional (PSN) dan reformasi agraria masih menggunakan logika pertumbuhan ekonomi, logika investasi dan logika hutang sehingga akhirnya menindas masyarakatnya.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Sep 2023, 20:36 WIB
Diterbitkan 24 Sep 2023, 20:17 WIB
Akademisi Universitas Brawijaya Dedi Mulawarman pada acara diskusi 'Konflik Agraria di Tengah Geliat Pembangunan Strategis Nasional'. (Istimewa)
Akademisi Universitas Brawijaya Dedi Mulawarman pada acara diskusi 'Konflik Agraria di Tengah Geliat Pembangunan Strategis Nasional'. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Akademisi Universitas Brawijaya Dedi Mulawarman menyebutkan, pemerintah saat ini dalam menerapkan Program Strategis Nasional (PSN) dan reformasi agraria masih menggunakan logika pertumbuhan ekonomi, logika investasi dan logika hutang sehingga akhirnya menindas masyarakatnya.

Pernyataan ini disampaikan Aji Dedi saat diskusi publik "Konflik Agraria di Tengah Geliat Pembangunan Strategis Nasional" pada Sabtu (23/9/2023).

"Harusnya PSN dan reformasi agraria itu bukan menyelesaikan masalah konflik. Tapi logika konflik bermental Westphalian system yang harus dihilangkan. Bahwa masyarakat adalah rakyat dan kebudayaan yang sudah hadir di seluruh Nusantara ini adalah proyeksi yang harusnya dijadikan dasar pembangunan, dasar regulasi dan lain lain. Dan dari situlah keadilan sosial hadir," katanya.

Menurutnya, kalau keadilan sosial hanya berhadap-hadapan antara pemilik modal dengan masyarakat, maka jelas masyarakat akan tumbang.

"Pemerintah, aparat dan lainnya harus melihat dari kacamata kebudayaan, dari kacamata rakyat, karena basis negara negara ini dibentuk adalah basis rakyat itu sendiri. Tanpa adanya rakyat, negara tidak bisa hadir," tegasnya.

Anggota Komisi III DPR Natsir Djamil mengatakan, penguasaan tanah di Indonesia masih sangat timpang. Menurutnya, pelopor ketimpangan tersebut adalah kehutanan.

"Itu menjadi problem sentral pertanahan di Indonesia," katanya.

Di samping itu, terkait reforma agraria versus perhutanan sosial. Dia mengatakan hal ini masih menjadi persoalan karena sekitar 69 persen tanah adalah hutan sementara sisanya menjadi rebutan masyarakat baik itu untuk dibangun rumah, kantor, kafe, jalan, bandara dan lain sebagainya.

"Kita berebutan di sepertiga tanah yang tersisa tadi," katanya.

 

 

Infografis Upaya Penyelesaian Konflik Agraria Desa Wadas di Purworejo. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Upaya Penyelesaian Konflik Agraria Desa Wadas di Purworejo. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya