Liputan6.com, Surabaya - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) setempat sedang melaksanakan proses verifikasi ulang pada 61.750 kartu keluarga (KK) yang terancam diblokir.
Kepala Dispendukcapil Kota Surabaya Eddy Christijanto menyatakan jumlah puluhan ribu KK tersebut dimungkinkan bisa berkurang.
Baca Juga
"Sekarang kami masih melakukan pengecekan ulang lagi pada datanya, kemungkinan berkurang dari jumlah yang ada itu," kata Eddy di Surabaya, Selasa (11/6/2024), dilansir dari Antara
Advertisement
Eddy menyatakan apabila proses verifikasi tersebut sudah rampung sepenuhnya dan mendapatkan hasil detail jumlah KK yang seharusnya diblokir, maka selanjutnya dilakukan tahapan sosialisasi kepada pihak kelurahan dan kecamatan.
Kemudian, petugas juga meminta klarifikasi status kependudukan kepada masyarakat yang KK-nya terancam diblokir hingga 1 Agustus 2024.
"Warga dengan KK sekian posisinya di sini, kalau tidak sama harus pindah tetapi jika tercatat dan KKnya masih di tempat itu harus dibuktikan dengan surat pernyataan dan diketahui ketua RT/RW," ujarnya.
Dispendukcapil setempat baru melaksanakan pemblokiran jika pemilik KK tidak memenuhi panggilan klarifikasi di kelurahan maupun kecamatan.
Sementara, Eddy menjelaskan bahwa aturan soal pemblokiran KK ini salah satunya dipengaruhi temuan dihuninya satu rumah oleh banyak kartu keluarga.
Namun, setelah dicek secara riil di lapangan, petugas tidak mendapati adanya pemilik KK di lokasi tersebut.
"Misalnya di Pakal Madya tapi kami cek ternyata dia tidak alamat itu dan tidak melaporkan ke RT/RW," ucapnya.
Â
1 Persil 3 KK
Terpisah, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan pemblokiran ini sebagai bentuk penegakan disiplin administrasi kependudukan.
Selain itu, kata Eri, aturan di Surabaya mewajibkan satu persil hanya diisi oleh tiga KK dengan menghitung luasan rumahnya.
"Dengan 3 KK tadi, kami bisa konsentrasi menyelesaikan kemiskinan," ujarnya.
Aturan ini juga diselaraskan dengan upaya pengentasan kemiskinan yang sedang digencarkan oleh Pemkot Surabaya.
"Kalau sekarang satu rumah ada 50 KK terus semua menumpang dan sekolahnya pemkot yang bayar. Terus orang asli Surabaya yang tinggal di Surabaya nasibnya gimana?," kata dia.
Advertisement