Pakar IT soal Server PDNS Diretas: Tidak Ada Sistem yang Dijamin Aman

Marsudi menegaskan bahwa di jagat pengamanan komputer, harus selalu mematuhi tata kelola keamanan yang baik.

oleh Yusron Fahmi diperbarui 28 Jun 2024, 20:05 WIB
Diterbitkan 28 Jun 2024, 20:05 WIB
Ilustrasi Hacker
Ilustrasi Hacker (Photo created by jcomp on Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Guru Besar bidang Information Teknologi (IT) yang juga Rektor Universitas Pancasila Marsudi Wahyudi Kisworo mengatakan, di dunia keamanan komputer tidak ada sistem yang dijamin keamanannya 100 persen. Namun ia mengingatkan pentingnya security awareness culture.

"Dalam dunia keamanan komputer, di dunia ini tidak ada sistem yang dijamin pasti aman, yang ada adalah sistem yang sudah diretas dan sistem yang belum diretas. Di negara-negara maju pun konon setiap 3-5 detik terjadi percobaan peretasan," ujarnya, ditulils Jumat (28/6/2024).

Hal itu, lanjutnya, sama saja dengan sebuah rumah. Secanggih apapun pengamanan rumah, tidak ada yang mau menjamin bahwa rumah seseorang tidak akan kemalingan, kerampokan, atau kejatuhan meteor.

"Makanya dalam keamanan, yang paling penting adalah security awareness culture alias budaya berhati-hati," ungkapnya.

Marsudi menegaskan bahwa di jagat pengamanan komputer, harus selalu mematuhi tata kelola keamanan yang baik.

"Misalnya menerapkan berbagai standar keamanan komputer yang ada, dapat mengurangi kemungkinan terjadinya pelanggaran keamanan, paling tidak mengurangi dampak jika terjadi pelanggaran keamanan. Sama kan dengan pengamanan fisik seperti mengamankan rumah atau mobil," paparnya.

"Security governance meliputi analisa risiko apa saja yang bisa terjadi, meliputi skenario pelanggaran keamanan, aktor, probabilitas, dan dampaknya," sambungnya.

Kemudian ia melanjutkan, dilakukan penanganan risiko mulai dari peralatan misalnya untuk deter, defend, dan detect, sampai ke prosedur yang harus dijalankan ketika terjadi pelanggaran keamanan misalnya peosedur tanggap darurat sampai ke pemulihan.

Harus Punya Security Plan yang Komprehensif

Aksi Peretasan Hacker Bjorka Serang Indonesia, Apa Motifnya?
BSSN menyatakan memberikan dukungan teknis dan meminta seluruh PSE memastikan keamanan Sistem Elektronik di lingkungan masing-masing. (Copyright foto:Pexels.com/Pixabay)

Marsudi memaparkan, lembaga-lembaga yang bonafide pasti punya security plan yang komprehensif, bahkan mungkin mengikuti standar-standar yang lazim.

"Kalau melihat kejadian dengan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS), dan beberapa kasus sebelumnya yang pernah saya tangani, tidak adanya security plan yang baik itulah penyebab ketika terjadi pelanggaran maka tidak dapat ditangani dengan baik," ungkapnya.

Dewan Pengarah BRIN ini mencontohkan, yang paling sering terjadi adalah tidak adanya skenario ketika terjadi peretasan dan tidak punya disaster recovery plan bahkan tidak punya business continuity plan.

"Jangankan itu, banyak lembaga baik pemerintah maupun swasta di Indonesia, cyber risk assessment saja nggak punya, baru kelabakan ketika sudah dijebol," pungkasnya. 

Sebelumnya, Server Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengalami serangan siber Ransomware sejak Kamis (20/6/2024), sehingga down dan mengganggu layanan publik di berbagai instansi yang terjadi hingga kini.

Infografis Buntut Aksi Hacker Bjorka & Prioritas RUU Perlindungan Data Pribadi. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Buntut Aksi Hacker Bjorka & Prioritas RUU Perlindungan Data Pribadi. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya