'Belajar' dari Kasus Pengadilan, Detektor Kebohongan Kian Canggih

Para peneliti University of Michigan menerapkan machine learning untuk mendeteksi kebohongan yang belajar dari kasus nyata di pengadilan.

oleh M Hidayat diperbarui 17 Des 2015, 07:38 WIB
Diterbitkan 17 Des 2015, 07:38 WIB
Ilustrasi Lie Detector
Ilustrasi Lie Detector - Kredit: Wikihow

Liputan6.com, Jakarta - Mesin pembelajaran (machine learning) telah lama digunakan untuk melakukan banyak hal, seperti menebak usia seseorang, menghitung kalori, dan bahkan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang biasanya hanya bisa dilakukan manusia.

Namun sekelompok peneliti University of Michigan menerapkan mesin pembelajaran untuk mendeteksi kebohongan. Dalam hal ini, mereka 'mempelajari' kesaksian dari kasus pengadilan sungguhan untuk mencoba dan menguraikan apa yang dikatakan seseorang.

Dengan cara mempertimbangkan kata-kata dan gerak tubuh orang yang berbicara, para peneliti itu mengklaim bahwa perangkat besutannya mempunyai akurasi hingga 75 persen dalam mengidentifikasi apakah seseorang berkata jujur atau tidak.

Untuk mengidentifikasi pembohong, perangkat lunak ini berfokus pada perilakunya, seperti bagaimana orang itu melihat langsung si penanya, bagaimana ia berbicara dengan vokal yang lebih terisi, dan menghitung gerak tubuh atau gesturnya.

Yang lebih menarik, tim tersebut mengatakan bahwa perangkatnya juga punya cara lain, seperti memantau denyut jantung, laju pernapasan dan perubahan suhu tubuh. Semua itu dilakukan melalui pencitraan termal (thermal imaging), bahkan tanpa menyentuh subjek sekalipun.

Langkah besar lainnya yang mereka kerjakan adalah memungkinkan perangkatnya untuk mengklasifikasikan gerakan--mirip dengan teknologi yang dieksplorasi oleh kelompok peneliti di Finlandia. Demikian dikutip dari Engadget, Kamis (17/12/2015).

(Why/Cas)*

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya