Liputan6.com, Jakarta - Microsoft sudah memiliki beberapa cara untuk menghadapi penggunaan software bajakan yang masih marak di Indonesia.Â
Kendati sudah dianggap tak lagi relevan, Ruben I Hattari, Director of Corporate Affairs Microsoft Indonesia menuturkan, pihaknya masih terus melakukan edukasi mengenai bahaya penggunaan software bajakan.
"Pembahasan mengenai software bajakan semakin ke sini menurut Microsoft semakin obsolete (usang) diskusinya," ujar Ruben di Kantor Redaksi Liputan6.com, SCTV Tower, Jakarta, Kamis (7/4/2016).
Menurutnya, hal itu disebabkan oleh tren teknologi yang sudah berubah. Tren teknologi saat ini khususnya software, menurut Ruben sudah bergeser ke komputasi awan.Â
Baca Juga
Hal itu berpengaruh pada tren penjualan software yang saat ini mulai sering dilakukan secara online. Jadi, transaksi pembelian dilakukan lewat kanal online, kemudian pengguna tinggal mengunduhnya.
"Memang penjualan software bajakan secara fisik masih bisa didapatkan secara umum, tapi dari sisi pemerintah sendiri saat ini cukup tegas dengan adanya undang-undang hak cipta baru yang benar-benar melarang pedagang dan konsumen melakukan transaksi software bajakan," tutur Ruben.
Namun di satu sisi, Microsoft tetap melakukan edukasi mengenai bahaya penggunaan software bajakan. Hanya saja, untuk sekarang, Microsoft melakukan penyesuaian pendekatan pada para pengguna mengenai akibat dari pemakaian software bajakan.Â
Perubahan Pendekatan
Sebelumnya, Microsoft melakukan diskusi dengan pendekatan bahwa software bajakan itu merusak kreativitas anak bangsa. Hal itu disebabkan oleh tidak ada intensif yang didapat  pengembang ketika menciptakan software, tapi dapat dibajak.
"Hal menarik yang terjadi beberapa tahun terakhir ini adalah korelasi antara software bajakan dan kejahatan dunia maya," ujar pria yang pernah mengenyam pendidikan di Central Queensland University itu.Â
Hubungan itu diketahui setelah Microsoft bekerja sama dengan National University of Singapore serta beberapa rekan di Singapura dalam melakukan sebuah studi di beberapa negara di Asia Tenggara.Â
Dalam studi tersebut, Microsoft dan rekanan membeli beberapa perangkat dan software bajakan untuk kemudian dilakukan uji coba forensik.
"Hasilnya, lebih dari 90 persen software bajakan yang kami beli itu ternyata diselipkan malware dan botnet," ungkap Ruben.
Malware dan botnet itu ditengarai bertujuan untuk mencuri data-data pribadi dari perangkat yang menggunakan software bajakan tersebut.
Kondisi itu yang menurut Ruben juga berpengaruh pada maraknya kasus pencurian data dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya, selain kelalaian pengguna, pemakaian software bajakan juga disebut memiliki peran pada pencurian data pribadi.Â
Untuk itu, Ruben menuturkan Microsoft memiliki beberapa cara untuk mengedukasi mengenai penggunaan software bajakan.
Salah satunya untuk wilayah Jakarta, Microsoft sudah bermitra dan mempunyai nota kesepahaman dengan Polda Metro Jaya untuk sosialisai mengenai penggunaan software bajakan dan bahaya yang mungkin terjadi akibat kejahatan siber.
(Dam/Isk)
Advertisement