Soal Smart City, Pemda di Indonesia Diimbau Jangan 'Belok'

Pemerintah daerah (pemda) diimbau untuk tidak "belok" dalam implementasi smart city yang tengah naik daun beberapa tahun terakhir ini.

oleh Muhammad Sufyan Abdurrahman diperbarui 04 Sep 2016, 17:06 WIB
Diterbitkan 04 Sep 2016, 17:06 WIB
​Ketua Gugus Tugas Smart City Nusantara Telkom Wahyudi. (Liputan6.com/Muhammad Sufyan Abdurrahman)
Wahyudi, ​Ketua Gugus Tugas Smart City Nusantara Telkom. (Liputan6.com/Muhammad Sufyan Abdurrahman)

Liputan6.com, Bandung - Pemerintah daerah (pemda) diimbau untuk tidak "belok" dalam implementasi smart city yang tengah naik daun beberapa tahun terakhir ini, sehingga penetrasinya bisa lebih agresif.

Ismail, Direktur Pengembangan Pita Lebar Ditjen PPI Depkominfo mengatakan, peringatan itu diberikan merujuk sejumlah pengalaman bahwa pemda malah ingin menyediakan sarana prasana smart city dan berbisnis.

"Jangan belok, jangan malah ingin cari duit. Ingat, tugas pemerintah itu sebatas meregulasi serta menciptakan iklim usaha yang sehat. Kalau pun mau cari PAD (pendapatan asli daerah, red), bukan pemda langsung, tapi oleh BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) dan atau BULP (Badan Usaha Layanan Publik)," katanya dalam Indonesia Smart City Forum 2016 @Bandung di Bandung, Sabtu (3/9/2016).

Ismail menyontohkan kasus menara telekomunikasi. Sejumlah pemda ingin mendirikan dan peroleh pemasukan. Hal tersebut selain bertentangan dengan UU Telekomunikasi, juga tak sesuai dengan tugas dasar pemda.

Wahyudi, Ketua Gugus Tugas Smart City Nusantara PT Telkom mengatakan, sumber daya manusia teknologi informasi komunikasi (SDM TIK) di pemda se-Indonesia relatif sangat terbatas.

"Jumlahnya sedikit dan sering harus pindah-pindah dinas. Ini menyulitkan dalam implementasi smart city, namun spirit pemda besar untuk mengelolanya sendiri. Yang terjadi kemudian sulit sendiri. Maka lebih baik bersama-sama, pemda ceritakan apa masalahnya dan solusi kami carikan," katanya.

Hal ini juga ditambah dengan banyak tidak mutakhirnya peta jalan pembangunan yang dimiliki. Akibatnya, kebermanfaatan smart city tidak terasa betul, sehingga diperlukan pola kemitraan dengan yang berpengalaman. Program menjadi mandek karena kemudian kesulitan memadukan antara program dengan SDM.

Secara teknis, situasi saat ini kian menantang dengan hadirnya era Internet of Things (IoT). Sebab, dalam berbagai keterbatasan tadi, kini infrastruktur perkotaan dituntut sudah bisa "bicara" dengan peranti lunak maupun aplikasi seluler.
​Wahyudi, ​Ketua Gugus Tugas Smart City Nusantara Telkom (kedua kanan). Liputan6.com/Muhammad Sufyan Abdurrahman
Situasi itu antara lain yang membuat Gugus Tugas Smart City Nusantara PT Telkom membuat living laboratorium (Living Lab) di kawasan Jl Sahari, Jakarta pada Mei lalu, guna membuka pemahaman pemda akan konsep bagi peran sebuah kota cerdas.

Di dalamnya, didemokan sejumlah fitur sinergi yang bisa dimanfaatkan, seperti smart energy (PJU), smart water (PDAM), data center, smart pole, dan banyak lagi.

Living Lab, kata dia, sejauh ini sudah dikunjungi 27 tamu--8 pemkot, 13 pemkab, dan 6 pemprov-- dengan sedikitnya tiga gubernur, lima walikota, dan lima bupati tertarik mempelajari dalam kurun Juni-Agustus 2016. 

(Msu/Isk)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya