3 Tantangan Terbesar e-Commerce di Indonesia

Di sisi pembayaran online, masih banyak orang Indonesia yang belum melek teknologi dan banking.

oleh Dewi Widya Ningrum diperbarui 11 Mei 2017, 18:00 WIB
Diterbitkan 11 Mei 2017, 18:00 WIB
IESE 2017
Fikri, Head of Business Operations PT. Metraplasa saat menjadi pembicara di ajang IESE 2017. Liputan6.com/Dewi Widya Ningrum

Liputan6.com, Jakarta Dengan jumlah penduduk yang besar dan pengguna internet yang terus tumbuh, Indonesia masuk dalam salah satu negara dengan pertumbuhan e-Commerce tercepat di Asia. Di balik itu, tentunya terselip sejumlah tantangan.

Menurut Head of Business Operations PT. Metraplasa, Fikri, ada tiga tantangan terbesar e-Commerce di Indonesia. Ketiganya adalah masalah online digital payment, trust & security serta masalah service & infrastructure.

Di sisi pembayaran online, masih banyak orang Indonesia yang belum melek teknologi dan banking.

"Bagaimana mengubah mereka menjadi digital, sedangkan mereka sendiri belum familiar dengan financial banking," paparnya dalam salah satu sesi workshop di acara Indonesia e-Commerce and Summit Exhibition (IESE) 2017, di BSD, Tangerang Selatan, Rabu (11/5/2017) sore.

Lalu dari sisi kepercayaan dan keamanan, ia menilai hal ini masih menjadi tantangan besar yang harus diselesaikan bersama.

Saat ini masih banyak orang Indonesia yang belum sepenuhnya percaya dengan belanja online karena banyaknya kasus penipuan dan pencurian data. Ini karena masih minimnya tingkat literasi digital di Indonesia.

Di sisi service & infrastructure, Fikri menilai permasalahan terbesarnya ada pada logistik. Indonesia dengan lebih dari 17.000 pulau menjadikan biaya logistik di Indonesia lebih mahal.

Tiga Tantangan Terbesar e-Commerce di Indonesia. Liputan6.com/Dewi Widya Ningrum

"Negara Indonesia sangat unik. Pengiriman dari Jakarta ke Shanghai itu lebih murah daripada pengiriman domestik dari Jakarta ke Padang, Sumatera Barat. Padahal jarak antara dua kota tersebut di Indonesia lebih dekat daripada Jakarta-Shanghai," Fikri menyontohkan.

Menurut data dari World Bank, layanan pengiriman truk dari Bandung ke Jakarta sekarang hanya dilakukan satu kali per hari. Padahal lima tahun yang lalu pengirimannya bisa dua kali sehari.

"Dampak signifikan ke biaya logistiknya jadi terasa. Dengan segala permasalahannya, seperti infrastruktur lagi dibenahkan, kenaikan volume kendaraan, dan tanpa adanya antisipasi dari stakeholder," ujar Fikri.

Fikri, Head of Business Operations PT. Metraplasa saat menjadi pembicara di ajang IESE 2017. Liputan6.com/Dewi Widya Ningrum

Fikri berharap, para pemegang kepentingan dapat berpikir lebih maju. Misalnya, saat ada proyek pembangunan kereta cepat dari Surabaya-Jakarta, ia mengimbau pemerintah jangan hanya memikirkan orang saja.

"Ada proses delivery yang bisa dimasukkan di situ. Apa yang bisa diintegrasikan dengan proyek ini, jadi sekali menjalankan satu proyek bisa menghasilkan beberapa layanan," tandasnya.

Operator logistik juga diharapkan dapat membuat inovasi agar penjual online mudah mengakses layanan logistik mereka. Contoh yang sudah mulai berjalan adalah dengan membuat aplikasi, sehingga tidak perlu buka outlet. Tinggal pickup barangnya saja, input data-data dilakukan lewat aplikasi.

"Saya berharap itu tidak berhenti di sana, ada improvement lagi agar pelanggan mudah mengakses layanan logistik," tutup Fikri.

(Dew/Isk)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya