Liputan6.com, Jakarta - CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) menggelar penelitian di sembilan kota besar. Salah satu poin penting dari penelitian itu adalah masyarakat di perkotaan sebenarnya masih enggan melakukan pengamanan pada aset yang terkoneksi ke wilayah siber.
Selain itu, CISSReC juga menyoroti beberapa aspek penting lainnya yang berkenaan dengan kesadaran orang Indonesia terhadap keamanan siber.
Advertisement
Baca Juga
Sebanyak 74 responden mengaku memahami dan menyadari bahwa memasukkan data pribadi ke aplikasi atau layanan online berpotensi mengganggu privasi. Sementara 13 persen responden mengatakan tidak masalah dan 13 persen sisanya menyatakan tidak tahu.
Kemudian 75 persen responden menjawab tidak pernah menjadi korban peretasan akun email dan media sosial. Lalu 19 persen menjawab pernah menjadi korban peretasan. Sisanya menjawab tidak tahu apakah pernah mengalami peretasan akun email dan media sosial.
Selanjutnya 81 persen responden menganggap privasi sangat penting untuk dilindungi. Sebanyak 4 persen lainnya menilai perlindungan privasi tidak penting dan 14 persen sisanya menganggap tidak tahu apakah perlindungan privasi penting atau tidak.
Dengan beberapa fakta di atas, jelas pemerintah wajib mendorong industri perbankan dan semua sektor yang menggunakan sistem informasi elektronik untuk meningkatkan keamanan sistemnya. Ini semua wajib dilakukan supaya keraguan masyarakat bisa dieliminasi dan otomatis meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat.
"Jadi kita berharap dengan adanya BSSN, pemerintah bisa mendorong dua hal sekaligus. Pertama mendorong kesadaran keamanan siber di masyarakat. Kepahaman resiko keamanan dan privasi di perkotaan sudah ada, tinggal pemerintah mendorong ada aksi dari masyarakat untuk mengamankan aset siber mereka sendiri," kata Pratama Persadha, Chairman CISSReC.
Selain itu, ujar Pratama, pemerintah wajib mendorong semua instansi pemerintah dan swasta untuk meningkatkan keamanan sistem informasi elektronik. "Dua hal ini tidak hanya akan mendorong ekonomi lebih cepat, tapi juga stabilitas politik dan kedaulatan nasional," tutur Pratama.
Populasi survei ini adalah warga negara Indonesia di sembilan kota besar meliputi DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Palembang, Bali dan Makasar. Survei ini menggunakan metode stratified multistage random sampling. Jumlah sampel dalam survei ini adalah 400 responden dengan margin of error 4,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Metode pengumpulan data adalah responden terpilih diwawancara secara tatap muka menggunakan kuesioner oleh pewawancara yang telah dilatih.
Kendali mutu survei adalah pewawancara lapangan minimal mahasiswa atau sederajat dan mendapatkan pelatihan (workshop) secara intensif di setiap pelaksanaan survei. Pengambilan data survei (penentuan responden dan wawancara di lapangan) dilaksanakan pada 1-9 Juni 2017.
(Why/Ysl)
Tonton video menarik berikut ini: