Kecanduan Teknologi, Pertanda Baik atau Buruk?

Secara psikologis, apakah teknologi bisa memberikan dampak yang mampu 'menghubungkan' dan memperkuat penggunanya?

oleh Jeko I. R. diperbarui 10 Nov 2017, 23:19 WIB
Diterbitkan 10 Nov 2017, 23:19 WIB
Chris Stephenson
Chris Stephenson, Head of Strategy and Planning PHD Asia Pacific. Liputan6.com/Jeko Iqbal Reza

Liputan6.com, Nusa Dua - Teknologi seyogianya memang membantu manusia menjalankan segala aktivitasnya di kehidupan sehari-hari. Kini, teknologi berkembang semakin pesat.

Kemajuan teknologi menciptakan pola pasar yang tersegmentasi, mulai dari perangkat keras hingga lunak, semua punya porsinya. Teknologi dengan demikian menjadi 'alat' yang menyediakan solusi dengan upaya minim, pekerjaan konvensional manusia pun perlahan dipermudah.

Menurut Chris Stephenson, Head of Strategy and Planning PHD Asia Pacific, kemudahan yang ditawarkan teknologi--apalagi yang berbasis kecerdasan buatan--ternyata bisa memicu penggunanya kecanduan. Secara psikologis, ia menjelaskan teknologi bisa memberikan dampak yang 'menghubungkan' dan memperkuat penggunanya.

"Mereka akan puas ketika pekerjaan dibantu dengan teknologi. Kepuasan ini ternyata membuat manusia bisa kecanduan. Dengan begitu, teknologi akan semakin sering digunakan. Bahkan, menurut riset kami 40 persen pengguna mengaku kecanduan dengan teknologi--ini dalam lingkup besar, seperti smartphone, internet, dan laptop. Pertanyaannya, apakah ini baik?" kata Chris di gelaran AdAsia 2017, Kamis (9/11/2017).

Jawabannya adalah tergantung pada masing-masing pengguna. Semakin besar peran teknologi menggantikan pekerjaan berat dan semakin intuitif dan simpel antarmukanya, tentu teknologi akan mengambil porsi pengguna. Pola ini secara otomatis membuat penggunanya ingin menggunakan lagi dan lagi.

"Contoh simpelnya adalah ketika kita semua pergi ke kantor atau sekolah lalu ponsel tertinggal di rumah, itu bisa jadi perasaan paling buruk. Rasa-rasanya, ada yang hilang dari kita. Fenomena ini tidak bisa kita tolak. Ini adalah pertanda bergabungnya teknologi dengan manusia," tandasnya.

 

5 Fase Kemajuan Teknologi

Meski terdengar seperti film fiksi ilmiah, Chris mengaku fenomena tersebut memang tengah terjadi di zaman sekarang. Seperti diwartakan sebelumnya, ia mengungkap teknologi memiliki fase 'kehidupan'. Di era 1980-an, Personal Computer (PC) muncul. Menjelang awal 1990-an, adopsi internet mulai menyebar. Pengguna "early adopter" memanfaatkan akses internet untuk mengakses lebih banyak informasi.

Fase berikutnya berlangsung pada 1990-2015. Fase ini adalah fase di mana pengakses teknologi mengatur informasi dari internet dan membuatnya bisa diakses secara global dan berharga secara universal. Dengan demikian, hadirlah smartphone, perangkat yang menawarkan akses lebih cepat dan mudah, serta mendekatkan penggunanya.

Di 2010, ada fase ketiga yang berperan penting dalam proses penggabungan teknologi dengan manusia. "Era ini merepresentasikan pendewasaan situs web. Mesin pencarian menjadi lebih pintar, penetrasi smartphone semakin meluas, konektivitas lebih cepat dan unggul di banyak wilayah dunia," ujar Chris.

"Pada fase ini juga, terjadi perkembangan machine learning yang dramatis. Di sini, manusia tak hanya mengatur akses informasi, tetapi juga mengekstrak arti baru dari perluasan teknologi itu sendiri, mereka terbiasa dengan sistem operasi, perangkat pintar, Internet of Things, kecerdasan buatan (AI, Artificial Intelligence) dan asisten virtual," sambungnya.

Pada 2020, fase baru muncul di mana perluasan teknologi menjadi manifestasi ide yang memiliki dampak besar. Pada fase ini, kecerdasan buatan dan deep learning menjadi lebih baik, teknologi mulai 'mengerti' apa yang manusia inginkan baik secara konteks. "Asisten virtual, chatbot, akan lebih mengambil peran pada fase ini. Pengakses teknologi disini akan mengantisipasi dampak yang terjadi, mereka harus terbiasa dengan penggunaan asisten virtual dan chatbot," tambah Chris.

Fase yang diklaim Chris sebagai fase akhir dari proses penggabungan teknologi dan manusia akan terjadi pada periode 2030-20150. Pada fase tersebut, kecerdasan buatan mengubah cara manusia dalam beraktivitas sehari-hari. Kecerdasan buatan juga akan memiliki akal seperti manusia, ia bisa bekerja dengan otak manusia.

"Akan banyak penemuan-penemuan inovasi teknologi berbasis kecerdasan buatan. Perannya akan lebih besar. Mereka bisa menyatu dengan jiwa dan raga manusia. Bahkan manusia nanti bisa mengunggah pikirannya ke cloud, masih banyak lagi. Dengan demikian, pengalaman manusia meningkat ke tahap selanjutnya," pungkasnya.

(Jek/Cas)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya