HEADLINE: Data Pengguna Facebook di RI Turut Bocor, Disalahgunakan untuk Apa?

Sekitar 1 juta akun pengguna Facebook di Indonesia bocor. Yang memprihatinkan, Indonesia masuk tiga besar negara yang berdampak pada penyalahgunaan data pengguna Facebook.

oleh IskandarAndina LibriantyAgustinus Mario DamarAgustin Setyo Wardani diperbarui 06 Apr 2018, 00:09 WIB
Diterbitkan 06 Apr 2018, 00:09 WIB
Facebook
Facebook (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, Jakarta - Facebook mengungkapkan data terbaru yang mengejutkan. Penyalahgunaan data pengguna yang mulanya diperkirakan sekitar 50 juta, saat ini--informasi yang disebutkan Facebook--ada sekitar 87 juta data pengguna menjadi korban.

Yang menghebohkan, Indonesia juga kena imbasnya dan masuk tiga besar negara yang berdampak pada penyalahgunaan data pengguna Facebook.

Dari 87 juta pengguna yang bocor, 70,6 juta akun yang disalahgunakan berasal dari Amerika Serikat (AS), Filipina berada di posisi kedua dengan 1,2 juta akun, dan Indonesia ada di posisi ketiga dengan sekitar 1 juta akun.

Tepatnya, dari total jumlah akun yang disalahgunakan, 1,3 persen di antaranya adalah milik pengguna Indonesia. Pertanyaannya, data pengguna Facebook di Indonesia disalahgunakan untuk apa?

Pengamat Media Sosial Abang Edwin Syarif Agustin mengatakan, data pengguna yang bocor bisa dimanfaatkan untuk apapun, tergantung pihak mana yang menggunakannya.

"Data pengguna yang bocor itu mungkin dianalisis segmentasi psikografisnya orang Indonesia. Jadi tergantung pihak yang mengambil, mau menggunakannya untuk apa," ujar pria yang karib disapa Edwin kepada Tekno Liputan6.com, Kamis (5/4/2018) sore di Jakarta.

Sebagai contoh, Edwin melanjutkan, bila perusahaan konsultan politik dan analisis data Cambrige analytica yang menggunakannya, data-data tersebut bisa dimanfaatkan untuk mengubah mindset orang agar mereka bisa memilih (calon presiden, misalnya) sesuai keinginan si penganalisis data.

"Kalau kasusnya terjadi saat pemilihan umum (pemilu) berlangsung, saya lihat demokrasinya yang dipermainkan. Itu sama saja dengan demokrasi AS yang dipermainkan," ucapnya.

Pria berkacamata ini berujar, selain Facebook, kemungkinan perusahaan digital lain melakukan pola serupa. Misalnya saat seseorang memutuskan untuk membuka akun media sosial, mereka diminta untuk memasukkan data dan kemudian saat menggunakan layanan muncul iklan-iklan yang sesuai dengan ketertarikan pengguna.

"Kenapa iklannya bisa sesuai? Itu artinya mereka (penyedia layanan) mempelajari kebiasaan pengguna dan kita tidak sadar dengan itu," imbuh Erwin memaparkan.

Artinya, Erwin menegaskan, bukan hanya Facebook yang memiliki data dan bisa menganalisis data pengguna untuk berbagai tujuan. "Ini praktik yang umum di industri digital advertising," tandasnya.

Haruskah Pengguna Indonesia Hapus Facebook?

Lantas dengan adanya kejadian ini, haruskah pengguna Indonesia berhenti memakai Facebook? Edwin mengatakan pengguna tidak perlu menutup atau menghapus akun Facebook mereka.

"Tidak perlu menutup akun, yang penting kita tahu celahnya di mana. Facebook saat ini juga berada di bawah tekanan, sehingga tidak mungkin dalam waktu dekat Facebook akan kembali melakukan kesalahan yang sama," tukasnya.

Lebih lanjut, Edwin juga menyebut pengguna sebaiknya tidak hanya mengandalkan satu platform media sosial.

"Ada baiknya kita tidak mengandalkan satu platform, misalnya hanya pakai Facebook. Seandainya Facebook bangkrut kita tidak akan bisa berbuat apapun dan sudah lost contact," tuturnya.

Dia juga menjelaskan pentingnya membaca dan mengetahui syarat dan ketentuan penggunaan layanan media sosial sebelum memutuskan untuk menggunakannya.

"Sebenarnya kalau kita berhati-hati, kita bisa terhindar dari penyebaran data di media sosial, tetapi kebanyakan pengguna tidak membaca term and condition," imbuhnya.

Selain itu, kata Edwin, di platform media sosial--khususnya Facebook--terdapat pengaturan privasi.

"Facebook punya pengaturan privasi, mereka memberikan menu pengaturan privasi yang bisa diatur," kata Edwin.

Untuk itu dia mengajak pengguna platform media sosial mempelajari lebih jauh tentang pengaturan privasi yang disajikan media sosial.

"Masalahnya, Facebook, Google dan lain-lain itu gratis. Jadi kita secara enggak langsung dengan sukarela 'membayar' dengan data pribadi kita. Karena itu semua gratis, kita juga tidak memiliki kekuatan hukum untuk menuntut penyedia platform media sosial," pungkasnya.

 

 

Pemerintah Harus Tegas

Pengamat Media Sosial Abang Edwin Syarif Agustin
Abang Edwin Syarif Agustin, Pengamat Media Sosial. Sumber: dokumentasi pribadi

Edwin pun mendesak pemerintah Indonesia untuk bersikap tegas, sama seperti sikap pemerintah Amerika Serikat terhadap Facebook.

"Seharusnya pemerintah bersikap sama seperti pemerintah Amerika Serikat, menegur kemudian dipanggil ke parlemen suruh menjelaskan semua yang terjadi, mengapa ini tidak diangkat ke permukaan," kata Edwin.

Menurutnya, pemerintah juga harus mengantisipasi kemungkinan penyalahgunaan data pengguna media sosial lainnya.

"Ini baru Facebook, kita tidak tahu apakah perusahaan teknologi lain melakukan hal ini. Saya pikir mungkin saja. Hampir semua perusahaan digital memiliki pola serupa," tuturnya.

Pola sama yang dimaksud oleh Edwin adalah penyedia layanan mengumpulkan data pengguna sebagai pertukaran atas layanan media sosial gratis yang akan dinikmatinya.

"Misalnya saat seseorang memutuskan untuk membuka akun media sosial, mereka diminta untuk memasukkan data kemudian saat menggunakan layanan, muncul iklan-iklan yang sesuai (dengan ketertarikan pengguna). Kenapa iklannya bisa sesuai, itu artinya mereka (penyedia layanan) mempelajari kita dan pengguna tidak sadar dengan itu," kata Edwin menjelaskan.

Artinya, kata Edwin, bukan hanya Facebook yang memiliki data dan bisa menganalisis data penggunanya untuk berbagai tujuan.

"Ini praktik yang umum di digital advertising," ujarnya.

Untuk itu, Edwin menyarankan Kemkominfo memanggil semua penyedia media sosial, termasuk Facebook dan memastikan bahwa data pengguna Indonesia aman serta tidak disalahgunakan.

Facebook Terancam Diblokir dan Hukuman 12 Tahun

Kantor Facebook Indonesia
Kantor Facebook Indonesia. (Liputan6.com/Agustin Setyo Wardani)

Kejadian ini pun membuat Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara turut angkat bicara. 

Ia mengatakan Facebook harus mengikuti peraturan di Indonesia, dalam hal ini Peraturan Menteri (PM) Kominfo Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Rudiantara menegaskan Facebook sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) harus tunduk pada peraturan tersebut.

Berdasarkan peraturan yang berlaku, kata Rudiantara, penggunaan data yang tidak pantas oleh PSE berarti telah melanggar kedua regulasi tersebut dan ada hukuman yang menanti. Kemkominfo akan berkoordinasi dengan aparat kepolisian terkait hukuman tersebut.

"Sanksinya bisa mulai dari administrasi, hukuman badan sampai 12 tahun dan denda hingga Rp 12 miliar," jelas Rudiantara via pesan singkat kepada tim Tekno Liputan6.com.

Diungkapkan pria yang akrab disapa Chief RA tersebut, sebelumnya memang ada indikasi data pengguna Facebook Indonesia menjadi bagian dari kasus Cambridge Analytica.

Dijelaskan Rudiantara, ia juga telah menelepon Facebook secara pribadi 10 hari yang lalu terkait masalah ini. Saat itu, Kemkominfo dan Rudiantara meminta dua penjelasan, yaitu:

1. Memberikan informasi apakah dari 50 juta pengguna Facebook yang datanya digunakan Cambridge Analytica, adakah yang berasal dari Indonesia? Jika ada berapa besar?

2 Meminta jaminan Facebook sebagai PSE untuk mematuhi Permen Kominfo Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) juga sudah berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk mengantisipasi diperlukannya penegakan hukum, terkait skandal penyalahgunaan data pengguna Facebook.

"Kami sudah mulai berkoordinasi dengan teman-teman Polri untuk mengantisipasi diperlukannya penegakan hukum secepatnya. Kami koordinasi dengan penegak hukum untuk mengantisipasi kemungkinannya (penyalahgunaan data pengguna Facebook Indonesia), karena Kemkominfo menegakkan hukum fokus di dunia maya," pungkasnya.

Dalam kesempatan terpisah, Rudiantara sempat mengancam akan memblokir Facebook jika data pribadi pengguna Indonesia disalahgunakan.

Pemblokiran juga akan berlaku jika jejaring sosial besutan Mark Zuckerberg itu gagal menghentikan penyebaran berita palsu jelang Pemilihan Umum mendatang.

DPR Bakal Panggil Facebook

Kantor Facebook Indonesia
Kantor Facebook Indonesia. (Liputan6.com/Agustin Setyo Wardani)

Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Hanafi Rais turut memberikan komentar soal kebocoran data pengguna Facebook di Indonesia.

Menurut Hanafi, jika hal tersebut benar terjadi, pihaknya akan bertindak tegas dan bakal memanggil perwakilan Facebook Indonesia.

"Komisi I bisa memanggil perwakilan Facebook di Indonesia. Dan tidak tertutup kemungkinan memanggil pula perwakilan perusahaan over the top (OTT) yang lain seperti Google dan Twitter," jelasnya melalui pesan singkat.

"Sesegera mungkin kami panggil," tambah Hanafi.

Lebih lanjut, politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengatakan jika terbukti benar Facebook bersalah, maka mereka telah melanggar terms of services-nya sendiri, khususnya terkait dengan privasi, distribusi, dan keamanan data para pengguna layanan media sosial ini.

"Belum lagi kepatuhannya menaati aturan UU maupun peraturan Menteri Kominfo terkait penyelenggaraan layanan sistem elektronik," ucapnya.

Menkominfo Rudiantara sendiri sudah bertemu secara resmi dengan perwakilan Facebook Indonesia untuk membahas kasus kebocoran data pengguna. 

Rudiantara menuturkan, dalam pertemuan itu pihaknya menegaskan bahwa media sosial, seperti Facebook harus mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia.

"Terutama untuk Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi. Karena dari kasus CA, yang menjadi perhatian adalah soal data pribadi," tuturnya saat bertemu dengan awak media di Kantor Kemkominfo di Jakarta, Kamis (5/4/2018) sore.

Pria yang akrab dipanggil Chief RA itu juga mengaku siap memberikan sanksi terhadap raksasa media sosial tersebut. Sanksi yang dimaksud dapat berupa sanksi administrasi, tapi tak tertutup pula ada sanksi pidana.

"Kami juga sudah meminta Facebook untuk mematikan aplikasi yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga, terutama kuis-kuis kepribadian semacam Cambridge Analytica. Jadi, untuk di Indonesia, kuis-kuis semacam itu dimatikan dulu," ujarnya.

Lebih lanjut Rudiantara menuturkan, pihaknya juga meminta hasil audit yang dilakukan Facebook terhadap aplikasi di platform-nya. Dengan demikian, pihaknya dapat mengetahui apakah ada dampak penyalahgunaan data Facebook dari masyarakat Indonesia.

"Kami juga imbau ke masyarakat, kalau memang tak penting-penting amat, tak usah pakai media sosial dulu. Tunggu sampai seluruhnya tertata dengan baik," ujar Rudiantara.

Menyusul permintaan untuk menutup aplikasi pihak ketiga yang berjalan di Facebook untuk Indonesia, Public Policy Lead Facebook Indonesia, Ruben Hattari, mengatakan pihaknya masih belum dapat memastikan karena harus berkoordinasi dengan kantor pusat Facebook.

"Untuk kapan kami belum memastikan. Tapi kami pastikan akan terus melakukan audit dan berkoordinasi dengan kantor pusat. kami juga selalu membuka komunikasi dengan pemerintah," ujar Ruben.

Facebook Bakal Ungkap Korban Kebocoran Data

Facebook
CEO Facebook Mark Zuckerberg. (Doc: Reuters)

Menyusul skandal penyalahgunaan data yang terjadi di Facebook, perusahaan pemilik WhatsApp dan Instagram itu mengaku sudah menyiapkan langkah tindak lanjut terkait kasus ini. Salah satunya adalah memberi notifikasi bagi pengguna apabila dirinya menjadi korban dari penyalahgunaan data.

Dikutip dari Newsroom Facebook, Facebook akan menampilkan informasi seputar aplikasi yang terhubung dengan akunnya di bagian paling atas News Feed. Dengan demikian, pengguna dapat tahu informasi apa saja yang diketahui aplikasi itu.

Selain itu, pengguna juga dapat menyingkirkan aplikasi yang sudah tak lagi diinginkan terhubung dengan akun Facebook-nya.

Sebagai tambahan, perusahaan juga akan memberikan notifikasi apakah akun pengguna menjadi korban kasus penyalahgunaan data Cambridge Analytica atau tidak.

Sekadar informasi, pengumuman notifikasi ini dilakukan Facebook bersamaan dengan pengungkapan jumlah akun yang terdampak penyalahgunaan data. Berdasarkan data terbaru, ada sekitar 87 juta data pengguna yang terdampak kasus ini.

Sebagian besar pengguna, menurut Facebook, memang banyak berasal dari Amerika Serikat. Namun, yang mengejutkan, Indonesia ternyata masuk dalam tiga besar negara yang menjadi korban.

Indonesia sendiri ada di urutan ketiga dengan sekitar 1 juta pengguna menjadi korban kasus penyalahgunaan data oleh Cambridge Analytica. Berada di urutan kedua, ada Filipina dengan jumlah pengguna 1,7 juta.

Negara-negara lain yang juga menjadi korban adalah Inggris, Meksiko, Kanada, India, Brasil, Vietnam, dan Australia. Namun, Facebook mengaku tidak tahu rincian data yang diambil dan jumlah pasti akun yang menjadi korban.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya