Liputan6.com, Jakarta - Penyebaran informasi bohong atau hoax di media sosial saat ini masif terjadi.
CEO Selasar.com Miftah Sabri mengutip hasil penelitian di Amerika Serikat (AS), mengatakan warga dengan pendidikan tinggi memiliki kemungkinan menyebar hoax terbanyak.
Baca Juga
"Saya enggak tahu kalau di sini (Indonesia), kalau penelitian di Amerika penyebar hoax paling banyak adalah orang berpendidikan tinggi," ucap Miftah, di Universitas Indonesia (UI), Salemba, Jakarta, Rabu (25/4/2018).
Advertisement
Miftah menuturkan untuk meredam informasi hoax, Indonesia perlu memiliki portal pengecekan cepat yang berfungsi memeriksa kebenaran informasi yang diutarakan baik pejabat negara maupun masyarakat.
"Kan ada juga pejabat yang mengeluarkan statement misalkan angka kemiskinan jumlahnya sekian, padahal angka nyatanya enggak segitu. Nah di fact check portal ini nantinya akan ngecek 'bener enggak nih'," kata dia.
Didukung Algoritma Media Sosial
Miftah menyebut, sebetulnya penyebaran hoax secara tak langsung didukung algoritma dari media sosial.
Sebab, algoritma yang dikembangkan media sosial, kerap mengidentifikasi kebiasaan pengguna dalam menggunakan media sosial. Cara inilah yang dapat mengumpulkan pengguna dalam kesamaan aktivitas.
"Algoritma oleh platform besar ini disusun untuk mengumpulkan orang yang memiliki kesamaan aktivitas," ujar Miftah.
Sementara itu, Dosen Ilmu Komunikasi UI, Pinckey Triputra menuturkan sebaran informasi hoax sudah lama terjadi.
Hanya saja, sebaran itu meningkat semakin cepat karena masyarakat sudah saling terhubung satu sama lain menggunakan media sosial.
"Hoax ini enggak akan hilang," ujar Pinckey.
Advertisement
Kelompok Rusia Paling Sering Menebar Hoax di Facebook
Walaupun berita yang ramai di media massa adalah nasib data pengguna yang dipanen Cambridge Analytica, ternyata ada satu lagi kasus yang perlu diperhatikan, yakni terkait hoax.
Setelah Facebook dituding dimanfaatkan oknum-oknum jahat untuk memanipulasi pemilih dengan hoax, akhirnya CEO Facebook Mark Zuckerberg memperkuat usaha melawan penyebaran informasi palsu.
Di antara oknum penyebar hoax, ternyata yang paling sering disorot Facebook adalah kelompok dari Rusia, yakni Internet Research Agency (Agensi Penelitian Internet, IRA).
Hal itu diungkap oleh Zuckerberg dalam testimoninya kepada Kongres. Ia mengungkap IRA melakukan penyebaran informasi palsu di tiga kawasan (Amerika, Eropa, dan Rusia) serta terdapat 470 akun dan halaman yang berhubungan dengan IRA.Â
"Saya tidak ingin ada yang memakai perangkat kami untuk mengikis demokrasi. Itu bukan hal yang kami perjuangkan," tulis Mark Zuckerberg dalam testimoninya kepada Kongres, Selasa (10/4/2018) waktu setempat.
Sebanyak 470 akun yang dimiliki IRA menghasilkan sekitar 80 ribu pos. Facebook memperkirakan hampir 126 juta orang mendapat informasi dari IRA sebelum akhirnya akun-akun tersebut dicekal.
IRA terkenal melakukan trolling, menyebarkan hoax, serta propaganda yang memuji program-program Vladimir Putin. Contohnya seperti memuji dan membela Bashar al-Assad.
Reporter: Muhammad Ilman Nafi'an
Sumber: Dream.co.id
(Jek)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: