Liputan6.com, Jakarta - Indonesia kembali dihebohkan dengan penangkapan warga negara asing (WNA) yang diduga melakukan kejahatan siber dari Indonesia.
Kasus yang terus mencuat setiap tahun ini menunjukan,Indonesia masih menjadi surga bagi pelaku kejahatan siber.
Terkini, tim gabungan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) dan Narkoba Polda Metro Jaya menggerebek enam lokasi yang diduga dijadikan tempat penipuan.
Advertisement
Dari operasi penggerebekan tersebut, tim gabungan petugas kepolisian mampu mengamankan beberapa WNA Tiongkok dan Indonesia.
Baca Juga
Sementara itu di Malang, tim gabungan dari Mabes Polri, Polda Jatim dan Polres Malang Kota juga mengamankan tujuh orang terduga kasus International Cyber Crime. Enam diantaranya juga WNA asal Tiongkok.
Beberapa bulan sebelumnya 26 WNA Afrika juga diamankan kantor Imigrasi Kelas I Tangerang karena diduga datang ke Indonesia dengan menyalahi prosedur keimigrasian. Beberapa di antaranya disinyalir melakukan kejahatan di dunia maya.
Dalam keterangannya, Rabu (27/11/2019), pakar keamanan siber, Pratama Persadha, menjelaskan modus kejahatan yang dilakukan sindikat kejahatan siber asal Tiongkok ini sama dari waktu ke waktu.
Â
Modus Kejahatan Pelaku
Pratama menjelaskan, modus yang dilakukan para tersangka adalah dengan memanfaatkan kemudahan mendaftar nomor seluler prabayar untuk menipu korban di negara asalnya, Tiongkok.
"Melalui sambungan telepon seluler biasanya mereka melakukan berbagai penyamaran," jelas Chairman lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communcation & Information System Security Research Center) ini.
"Mereka biasanya berpura-pura sebagai agensi, penyelenggara investasi hingga menjadi aparat penegak hukum."
Â
Advertisement
Kasus Serupa Terjadi di Malaysia
Menurut Pratama, kasus semacam ini juga terjadi di Malaysia. Pihak berwenang Malaysia sudah menangkap hampir 1.000 warga negara Tiongkok yang diduga terlibat sindikat penipuan online di negara itu.
Tentunya, kita berharap WNA yang masuk ke Indonesia untuk wisata ataupun urusan bisnis. Bukan untuk melakukan kejahatan. Karena itu pihak imigrasi dan kepolisian perlu meningkatkan pengawasan.
"Kejahatan semacam ini sulit dideteksi sampai ada laporan kegiatan mencurigakan dari warga maupun ada kerjasama dengan Polisi negara lain. Apalagi jaringan ini juga diperkuat dengan kerjasama dengan warga negara Indonesia sendiri" ungkap Pratama.
Â
Dunia Siber dan Telekomunikasi Perlu Diawasi
Selanjutnya, pemerintah perlu fokus pada pengawasan wilayah siber maupun telekomunikasi di Indonesia.
Berdasarkan kasus-kasus yang terjadi, wilayah tersebut menjadi incaran serius para pelaku karena sarana prasarana dan sistem keamanan di Indonesia yang belum siap.
Kondisi ini juga diperparah dengan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang mengatur terkait keamanan data pribadi masyarakat Indonesia juga belum disahkan.
Padahal bisa jadi sindikat penjahat siber internasional memanfaatkan data pribadi masyarakat Indonesia untuk keperluan mereka selama di Indonesia.
Â
Advertisement
Pentingnya RUU PDP
Pratama menyebutkan, "pelaku kejahatan dapat menggunakan Nomor Kartu Keluarga (KK) dan Nomor Induk KTP (NIK) untuk melakukan registrasi nomor seluler atau untuk mengakses layanan lainnya."
Berkaca dari hal tersebut, Kemkominfo perlu memperketat aturan mendaftar kartu seluler prabayar. Karena saat ini pendaftaran NIK KK untuk kartu prabaya seluler tidak terbatas.
Bila hal ini tidak ditanggulangi maka kejadian seperti ini akan berulang lagi. Termasuk banyaknya hoaks menyebar karena orang bebas mendaftarkan nomor baru dengan identitas orang lain.
(Ysl/Isk)