Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI), Anggawira, melihat Indonesia perlu memperkuat pasar domestik hingga UMKM di tengah ancaman perang dagang saat ini.
Itu perlu dilakukan di tengah adanya potensi eksodus produk-produk dari China, Thailand hingga India ke pasar Indonesia. Imbas ancaman tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, meskipun pengenaannya untuk Indonesia ditunda 90 hari.
Baca Juga
Anggawira mengatakan, ada beberapa hal strategis yang bisa dilakukan bersama antara pemerintah dan pelaku usaha, agar Indonesia tidak sekadar menumpang dalam arus perubahan global.
Advertisement
Pertama, dengan memperkuat pasar domestik dan konsumsi lokal. Ia menilai pasar dalam negeri Indonesia sudah sangat besar agar bisa jadi tuan rumah di negeri sendiri. Dengan lebih dari 275 juta penduduk, dan kelas menengah yang terus tumbuh.
"Pemerintah perlu mendorong kampanye Bangga Buatan Indonesia yang lebih konkret, bukan sekadar slogan. Insentif bagi belanja pemerintah dan BUMN terhadap produk lokal harus diprioritaskan," ujar Anggawira kepada Liputan6.com, Jumat (11/4/2025).
Selain itu, ia pun mendorong adanya transformasi UMKM. Terlebih UMKM jadi tulang punggung perekonomian nasional, dengan sumbangan lebih dari 60 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
"Namun sayangnya, mayoritas masih informal dan belum digital. Pemerintah dan dunia usaha harus mempercepat digitalisasi UMKM, akses ke pembiayaan yang murah, serta pelatihan peningkatan kualitas produk dan branding," pintanya.
"Kita butuh UMKM naik kelas, bukan hanya bertahan," dia menegaskan.
Â
Tingkatkan Kedaulatan Energi dan Pangan
Di sisi lain, kedaulatan energi dan pangan juga jadi aspek yang tak boleh ditinggalkan. Sebab, ketika dunia mulai membatasi ekspor dan menerapkan tarif baru, Indonesia harus bisa mengandalkan sumber daya sendiri.
"Pemerintah perlu mendorong hilirisasi industri, bukan hanya pada sektor tambang, tapi juga pangan dan energi terbarukan," kata Anggawira.
"Investasi ke pertanian modern, food estate, dan bioenergi bisa menciptakan lapangan kerja baru sekaligus mengurangi ketergantungan impor," beberapa dia.
Tak lupa, ia menyebut perlunya perbaikan dari sisi rantai pasok domestik. Menurut dia, dewasa ini banyak pengusaha kecil yang tidak bisa berkembang karena terganjal mahalnya logistik, distribusi yang tidak efisien, dan ketergantungan pada bahan baku impor.
"Maka perlu langkah konkret untuk membangun ekosistem rantai pasok lokal yang saling terhubung antara petani, pengrajin, produsen, dan pasar retail," ungkap Anggawira.
Â
Advertisement
Jaga Stabilitas Iklim Usaha dan Kebijakan
Stabilitas iklim usaha dan kebijakan dari pemerintah pun tak luput dari pandangannya. Lantaran dunia usaha butuh kepastian.
"Pemerintah harus menghindari kebijakan yang berubah-ubah, serta memberi insentif fiskal, relaksasi regulasi, dan perlindungan hukum terhadap investasi lokal maupun asing yang sehat. Ini penting agar pelaku usaha percaya diri mengambil risiko dan berekspansi," tuturnya.
Sebagai penegasan, Anggawira mendorong untuk lebih memanfaatkan potensi pasar regional. Pasalnya, saat Amerika Serikat dan Uni Eropa mengurus sektor domestik, Indonesia bisa memaksimalkan potensi dari kawasan ASEAN, Timur Tengah, Afrika, hingga Asia Selatan.
"Kawasan ini bisa menjadi pasar ekspor baru dan mitra dagang strategis. Indonesia juga perlu lebih aktif dalam perjanjian dagang bilateral dan multilateral," pungkas Anggawira.
