Model Matematika Baru Lacak Epidemi Lebih Efektif, Bagaimana Caranya?

Para peneliti di Princeton dan Carnegie Mellon mengembangkan sebuah model matematika baru yang disebut dapat melacak epidemi secara lebih efektif.

oleh M Hidayat diperbarui 30 Mar 2020, 12:30 WIB
Diterbitkan 30 Mar 2020, 12:30 WIB
Ilustrasi Covid-19, virus corona
Ilustrasi Covid-19, virus corona. Kredit: Gerd Altmann via Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Para peneliti di Princeton dan Carnegie Mellon mengembangkan sebuah model matematika baru yang disebut dapat melacak epidemi secara lebih efektif, dengan cara memperhitungkan mutasi dari penyakit yang bersangkutan.

"Kami ingin dapat mempertimbangkan intervensi seperti karantina, mengisolasi orang, dan lain-lain. Kemudian melihat bagaimana mereka mempengaruhi penyebaran epidemi saat patogen bermutasi ketika menyebar," kata H. Vincent Poor, salah satu peneliti dan dekan ad interim di Fakultas Teknik di Princeton, dikutip dari keterangan resminya via Eurekalert, Senin (30/3/2020).

Untuk membuat prediksi tentang perkembangan penyakit yang dilacak, model yang saat ini banyak digunakan menggunakan data dari dokter dan petugas kesehatan. Vincent menyebut model-model itu tidak dirancang untuk menjelaskan mutasi penyakit yang bersangkutan.

Padahal, kata Vincent, mengetahui bagaimana mutasi berpengaruh terhadap penularan atau virulensi dapat membantu para pemimpin dunia memutuskan kapan harus melembagakan perintah isolasi atau mengirim sumber daya tambahan ke suatu daerah.

"Pada kenyataannya, ini adalah hal-hal fisik. Tetapi dalam model ini, mereka disarikan menjadi parameter yang dapat membantu kita lebih mudah memahami dampak dari kebijakan dan mutasi," tutur Vincent.

 


Terinspirasi jejaring sosial

Ilustrasi Virus Corona 2019-nCoV (Public Domain/Centers for Disease Control and Prevention's Public Health Image)
Ilustrasi Virus Corona 2019-nCoV (Public Domain/Centers for Disease Control and Prevention's Public Health Image)

Penelitian ini terinspirasi dari penyelidikan terhadap pergerakan informasi melalui jejaring sosial, yang memiliki kesamaan dengan penyebaran infeksi biologis.

Jika sesuatu menjadi sedikit lebih menarik bagi si penerima, misalnya, si penerima mungkin akan meneruskannya atau menyampaikannya kepada sekelompok orang lebih luas. Dengan membuat pemodelan atas variasi tersebut, orang dapat melihat bagaimana perubahan dalam pesan mengubah audiens targetnya.

"Penyebaran rumor atau informasi melalui sebuah jaringan, sangat mirip dengan penyebaran virus melalui suatu populasi," kata Vincent. "Potongan informasi berbeda memiliki laju transmisi berbeda. Model kami memungkinkan kami untuk mempertimbangkan perubahan informasi saat menyebar melalui jaringan dan bagaimana perubahan itu mempengaruhi penyebaran."

 


Proceedings of the National Academy of Sciences

Di dalam makalah yang terbit di Proceedings of the National Academy of Sciences tersebut, para peneliti menggambarkan bagaimana model mereka mampu melacak perubahan dalam penyebaran epidemi yang disebabkan oleh mutasi organisme penyakit.

Mereka saat ini sedang berupaya untuk mengadaptasi model tersebut untuk memperhitungkan langkah-langkah yang dapat diambil untuk kesehatan masyarakat dan membendung epidemi ini.

"Mudah-mudahan, model ini dapat memberi para pemimpin dunia cara untuk lebih memahami alasan mengapa, misalnya, Covid-19 menyebar jauh lebih cepat dari yang diperkirakan, dan dengan demikian membantu mereka menyebarkan tindakan pencegahan yang lebih efektif dan tepat waktu," ujar Vincent.

(Why/Isk)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya