Sharing Vision Prediksi Kasus Positif Covid-19 di Indonesia 5 Kali Lipat Lebih Tinggi

Lembaga Riset Telematika, Sharing Vision, memprediksi jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia saat ini bisa mencapai lima kali lipat dari data yang dirilis pemerintah.

oleh M Hidayat diperbarui 31 Mar 2020, 12:55 WIB
Diterbitkan 31 Mar 2020, 12:55 WIB
Ilustrasi Covid-19, virus corona
Ilustrasi Covid-19, virus corona. Kredit: Miroslava Chrienova via Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Riset Telematika, Sharing Vision, memprediksi jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia saat ini bisa mencapai lima kali lipat dari data yang dirilis pemerintah. Per 30 Maret 2020, angka kasus-kasus terkonfirmasi (confirmed cases) yang dirilis pemerintah mencapai 1.414 kasus dengan rincian 122 orang meninggal dan 75 orang sembuh.

Lembaga riset berbasis di Bandung itu melakukan simulasi model dinamika penyebaran virus dengan persamaan diferensi orde 30, nonlinier dengan umpan balik positif.

Pemodelan ini melibatkan tim ilmuwan data (data scientist) Sharing Vision, yang terdiri dari senior data scientist, Dr. Budi Sulistyo dan Dosen STEI ITB Kelompok Keahlian Kendali dan Komputer, Dr. Dimitri Mahayana. Simulasi dilakukan mulai pekan pertama isolasi diri nasional, Senin (16/3/2020).

Salah satu asumsi di model tersebut adalah asumsi delay (jeda) dalam pengumuman confirmed case. Jeda ini diasumsikan sangat moderat, yakni selama rata-rata tiga hari.

"Delay ini adalah jeda waktu sejak saat dilakukannya tes terhadap seseorang, suspect, yang kemudian dinyatakan positif, hingga konfirmasi resmi pemerintah yang memasukkan orang tersebut ke dalam akumulasi total terjangkit. Semakin panjang delay aktual, maka semakin besar gap confirmed case yang diumumkan dengan kondisi aktual," ujar Budi dalam keterangan resmi kepada Tekno Liputan6.com.

Grafik Perbandingan Perkiraan Jumlah Terjangkit Aktual versi Sharing Vision dengan Confirmed Case dari Data Resmi Pemerintah

Sekitar 40 hingga 50 persen angka terjangkit aktual ini diduga adalah mereka yang terjangkit dengan gejala sangat ringan atau bahkan tanpa gejala, sehingga sulit dideteksi. Sebagian lainnya adalah mereka yang terjangkit dan telah masuk daftar ODP dan PDP.

Di luar itu, kata dia, angka aktual ini merujuk pada mereka yang terjangkit dengan gejala ringan hingga menengah yang belum berkonsultasi ke rumah sakit.

"Selain itu, deteksi terjangkit positif yang berlanjut isolasi diasumsikan hanya dapat menjaring 40 persen terjangkit setelah fase inkubasi (fase pertama yakni 7 hari pertama, red). Ini karena dalam masa inkubasi peluang keberhasilan deteksi sangat rendah terhadap seseorang yang aktualnya telah terjangkit," kata Budi.

Budi menambahkan, asumsi-asumsi tersebut ditentukan agar menentukan paremeter sistem sedemikian rupa, sehingga keluaran simulasi bisa selaras dengan data global. Data dunia menunjukkan kenaikan kasus positif Covid-19 dengan kelipatan 1,23 kali hanya dalam dalam dua hari (274.696 kasus positif per 20 Maret menjadi 336.934 kasus positif per 22 Maret).

Asumsi lain

Asumsi lain pemodelan yang digunakan adalah sebagai berikut:

  • Penambahan jumlah terjangkit virus corona secara alamiah akan mengikuti deret geometri atau dengan kata lain menampakkan perilaku eksponensial. Akumulasi jumlah terjangkit di suatu hari adalah kelipatan dari jumlah terjangkit di hari sebelumnya.
  • Seseorang yang terjangkit tidak selamanya menularkan virus. Dia hanya akan berperan sebagai vektor penularan dalam rentang waktu tertentu saja, yaitu selama dia terinfeksi virus.
  • Seseorang terinfeksi akan menjadi kebal setelah sembuh dari infeksi. Beberapa sumber mengatakan kekebalan ini hanya berlangsung temporal. Belum terlalu jelas berapa lama kekebalan ini bertahan. Namun sejauh ini, berdasarkan pengetahuan mengenai virus yang serupa, kekebalan ini tampaknya berlangsung cukup lama, sehingga dalam rentang waktu siklus yang sedang berlangsung saat ini, kita masih dapat mengasumsikan orang yang terjangkit dan sembuh selanjutnya akan kebal.
  • Bertambahnya jumlah terjangkit dalam suatu populasi dapat disebabkan dua hal, yaitu (i) tertular orang yang telah terjangkit sebelumnya dari populasi yang sama, atau (ii) tertular oleh orang dari luar populasi. Kasus (i) dalam model akan menghasilkan pelipatgandaan. Kasus kedua dinyatakan sebagai imported case atau tambahan kasus baru dari luar. 

Adapun grafik di bawah ini menunjukkan asumsi pemodelan Sharing Vision dengan diferensi Orde 30:

Pemodelan Diferensi Orde 30 dari Sharing Vision untuk Pandemi Covid-19 di Indonesia

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya