Liputan6.com, Jakarta - Seorang astronom amatir menemukan asteroid yang memiliki kemungkinan membahayakan. Asteroid ini tengah melaju, beberapa hari sebelum melintasi Bumi.
Asteroid ini berpotensi berbahaya jika menabrak Bumi. Namun, asteroid ini terbang pada jarak yang aman, yakni pada kisaran 40 juta Km. Jarak ini 100 kali jarak antara Bumi dan Bulan.
Advertisement
Baca Juga
Para ahli mencatat, melintasnya asteroid ini merupakan pengingat karena ada benda yang relatif besar bisa dengan mudah terlewat saat mendekati Bumi. Asteroid ini juga jadi peringatan bahwa Bumi memiliki risiko tabrakan yang tak terduga.
Mengutip The Independent, Rabu (16/9/2020), asteroid ini bernama Asteroid 2020 QU6 dan pertama kali ditemukan oleh Leonardo Amaral di observatorium Campo dos Amarais di Brasil pada 27 Agustus lalu.
Asteroid ini terbang melintas melewati Bumi pada 10 September kemarin.
Sebenarnya, ada sejumlah survei lanjutan yang dimaksud untuk menemukan objek seperti asteroid yang melintas dekat Bumi.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Sistem Deteksi Tak Bisa Diandalkan Sepenuhnya
Namun, para ahli mengatakan, penemuan ini merupakan pengingat bahwa sistem deteksi tidak bisa diandalkan sepenuhnya. Bahkan, mungkin ada banyak objek yang berpotensi bahaya terhadap Bumi yang menunggu untuk ditemukan.
"Temuan ini mengingatkan kita, meski kita telah menemukan NEO (objek dekat Bumi) yang paling besar, kita belum menemukan semuanya," kata Kepala Advokat dan Penasihat Kebijakan Luar Angkasa Senior untuk The Planetory Society, Casey Dreier.
Ia mengatakan, pihaknya terus mendukung astronom dan berinvestasi dalam kemampuan berbasis ruang baru seperti NEOSM alias misi pengawasan objek dengan Bumi, guna melindungi Bumi saat ini dan di masa depan.
NASA sendiri telah ditugaskan untuk menemukan dan melacak 90 persen objek di dekat Bumi dengan ukuran 140 meter atau lebih, pada 2020.
Advertisement
Asteroid dari Belahan Bumi Selatan
Di tengah permintaan untuk mendapatkan dana lebih, NASA hanya menemukan sekitar 40 persen objek tersebut dan diperkirakan tidak mencapai targetnya selama 30 tahun lagi.
Planetory Society mencatat, sebagian besar proyek perburuan asteroid berbasis di belahan Bumi utara. Artinya, dunia lebih berisiko melewatkan objek yang melintas di bagian Bumi sebelah selatan Khatulistiwa.
Dengan begitu, proyek seperti yang dilakukan astronom Amaral merupakan kunci untuk menemukan asteroid yang mungkin terlewat.
Deteksi semacam ini menimbulkan kekhawatiran karena asteroid berbahaya bisa saja mendekati Bumi tanpa terdeteksi.
(Tin/Isk)