Kongres AS Minta Facebook cs Ubah Kebijakan Antiradikalisasi di Platform

Kongres AS meminta menghentikan beberapa fitur di Facebook, Twitter, dan Youtube untuk menekan risiko radikalisasi.

oleh Arief Rahman H diperbarui 22 Jan 2021, 12:00 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2021, 12:00 WIB
Ilustrasi Media Sosial.
Ilustrasi Media Sosial. KreditL Photo Mix from Pixabay

Liputan6.com, Jakarta Pascapelantikan, sejumlah anggota kongres AS dari Partai Demokrat meminta Facebook, Twitter, dan Youtube untuk melakukan perubahan kebijakan antiradikalisasi lebih lanjut.

Menurut mereka, ketiga platform ini turut andil dalam insiden di Capitol pada awal Januari lalu.

Dalam sebuah surat yang ditujukan kepada kepala eksekutif Facebook, Twitter, dan YouTube, Anna Eshoo dan Tom Malinowski, bersama dengan sejumlah anggota kongres lainnya, menyerukan agar ketiga perusahaan itu melakukan perubahan besar-besaran pada platform mereka untuk mengekang aktivitas kekerasan dan ekstremis di jaringan mereka.

Mengutip The Verge, Jumat (22/1/2021), ketiga perusahaan itu dituding menggunakan fitur atau algoritma tertentu untuk meningkatkan konten yang memicu kelompok ekstrem sebagai bentuk dukungan bagi kelompok tersebut. Mereka pun menyoroti beberapa fitur yang menurut mereka perlu diubah.

Kepada YouTube, kongres meminta perusahaan menonaktifkan putar otomatis dan berhenti merekomendasikan konten konspirasi apa pun di beranda pengguna.

Sementara Facebook diminta untuk memulai pemeriksaan ulang mendasar atas penggunaan keterlibatan penggunanya sebagai dasar penyortiran algoritmik dan rekomendasi.

Adapun Twitter, diminta untuk mulai mendorong pengguna untuk mengutip [quote] twit alih-alih retweet ketika pengguna mengetuk tombol retweet.

"Perusahaan-perusahaan ini pada dasarnya harus memikirkan kembali sistem algoritmik mereka yang bertentangan dengan demokrasi," kata Eshoo dalam sebuah pernyataan, Kamis (21/1/2021).

YouTube Perpanjang Penangguhan Sementara Channel Donald Trump

Ilustrasi YouTube, Aplikasi YouTube
Ilustrasi YouTube, Aplikasi YouTube. Liputan6.com/Mochamad Wahyu Hidayat

Sebelumnya YouTube dilaporkan memperpanjang penangguhan sementara channel YouTube milik Donald Trump selama seminggu ke depan.

Alasan YouTube memperpanjang penangguhan sementara channel Donald Trump karena adanya kemungkinan Trump menyampaikan pesan hasutan kekerasan selama transisi kekuasaan pemerintahan AS ke Presiden Terpilih AS Joe Biden. Demikian dikutip dari Bloomberg, Kamis (21/1/2021).

"Mengingat kekhawatiran tentang potensi kekerasan yang bisa berlangsung, channel Donald J Trump akan dicegah untuk mengunggah video baru atau streaming minimal tujuh hari ke depan," kata seorang juru bicara YouTube melalui email.

Tidak hanya itu, laporan CNBC juga menyebut, kolom komentar di channel YouTube Donald Trump juga akan dinonaktifkan tanpa batas waktu.

Berbeda dengan platform media sosial lain, YouTube yang dimiliki Alphabet (Google) tidak menghapus channel milik Donald Trump.

Teguran karena Langgar Kebijakan Layanan

Sebaliknya, channel YouTube tersebut ditangguhkan sementara alias dibuat tidak bisa mengunggah video dalam waktu terbatas setelah adanya pelanggaran aturan.

Aturan yang berlaku umum ini akan ditingkatkan jika pengguna mendapat teguran sebanyak tiga kali dalam periode 90 hari. Selanjutnya pemilik channel akan dikeluarkan dari YouTube.

Sebelumnya pada hari Selasa lalu, Donald Trump mengunggah pidato perpisahan di channel YouTube resmi Gedung Putih. Dalam pidatonya, ia mencoba untuk meningkatkan warisan ekonomi dan mengecam kekerasan politik.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya