Liputan6.com, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G. Plate, mengajak media untuk beradaptasi dan lebih tangkas dalam menyambut teknologi 5G dan digitalisasi siaran TV (Analog Switch Off/ ASO).
Menurut Johnny, tidak ada pilihan lain untuk menghadapi kehadiran teknologi 5G dan migrasi TV analog ke digital kecuali dengan bertahan menjadi lebih baik.
Advertisement
Baca Juga
"Disrupsi teknologi telekomunikasi dan dampak dari pandemi Covid-19 telah mengubah keseluruhan kehidupan kita, tidak ada pilihan lain untuk menghadapinya selain adaptasi dan agility. Kita tidak bisa menghindar, melainkan menyesuaikan diri ke arah baru," kata Johnny, dalam acara Safari Jurnalistik 2021 yang digelar PWI dan Astra, Kamis (12/8/2021).
Johnny lebih lanjut mengatakan peran media merupakan pilar keempat demokrasi sehingga harus tetap ada. "Media itu membuka jendela informasi masyarakat, jadi harus tetap bertahan agar tetap berkembang, dengan mereformulasi visi dan menentukan apa yang dapat dilakukan di masa disrupsi teknologi dan dampak pandemi," tuturnya.
Johnny memaparkan beberapa hal yang dapat dilakukan media untuk bisa beradaptasi mulai dari manajemen dan tata kelola media yang memiliki future outlook hingga mempersiapkan sumber daya yang memiliki kualifikasi, cara berpikir, dan kemampuan digital yang memadahi.
Seiring banyaknya layanan platform digital yang memungkinkan user generate content, seperti Instagram, Facebook, hingga YouTube, Johnny menyebut, alih-alih menyalahkan kehadiran pemain baru, media harus beradaptasi untuk bisa bertahan.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Manajemen Media Berorientasi Masa Depan
"Manajemen perusahaan media penting untuk beradaptasi dengan cepat. Ini semua pekerjaan besar, tidak bisa dihindari. Maka, kecerdasan serta kejelian beradaptasi di lingkungan baru merupakan kunci untuk bertahan," katanya.
Johnny mengatakan, tak hanya di Indonesia, tantangan untuk beradaptasi juga dihadapi media-media lain di seluruh dunia. Pemerintah pun berupaya menghadirkan regulasi yang memungkinkan konvergensi dan koeksistensi bagi media dan layanan pendatang baru, terutama mengingat platform digital memiliki pendanaan yang kuat.
"Kami (Kemkominfo) melakukan benchmarking dari beberapa negara di Asia Pasifik dan Eropa untuk mempersiapkan regulasi dalam mengatur konvergensi layanan OTT ini," kata Johnny.
Sementara Dirjen SDPPI Kemkominfo Ismail mengatakan, di tengah transformasi digital, media konvensional perlu bertransformasi untuk bertahan. Ia mencontohkan, media The New York Times yang menerapkan layanan berlangganan bagi pembaca untuk bisa mengakses layanan.
Selain itu, Ismail juga melihat ada banyak media di Indonesia yang mulai beradaptasi, salah satunya dengan fokus pada segmen pembaca tertentu, dalam hal ini menghadirkan informasi sesuai dengan minat pembaca.
"Peluang yang bisa ditangkap, misalnya monetisasi media digital. Media digital tidak hanya dapat memanfaatkan iklan, tetapi juga bisa menerapkan metode berlangganan, sehingga perlu meningkatkan wilingness to pay bagi para pembaca," kata Ismail.
Media juga perlu meningkatkan kualitas jurnalis. Di sisi lain, tantangan yang dihadapi menurut Ismail adalah literasi masyarakat untuk membaca yang masih cenderung rendah dan literasi digital masyarakat yang masih terbatas.
Advertisement
Emtek sebagai Grup Media
Di sisi lain, Vice President Director Emtek sekaligus CEO Surya Citra Media (SCM), Sutanto Hartono, memaparkan, untuk bisa bertahan di tengah disrupsi, Emtek melakukan transformasi bisnis.
"Selain memberi kesempatan karena jalur distribusi meningkat, disrupsi juga menjadi ancaman yang luar biasa, terutama dengan adanya berbagai platform, semua orang bisa membuat konten. Ini jadi persaingan global," katanya.
Sutanto juga mengungkap, meski jumlah penonton televisi cukup stabil dan belanja iklan di TV masih besar, Emtek telah memasuki berbagai bidang bisnis sebagai bagian dari transformasi.
Layanan yang dihadirkan pun beragam, mulai dari siaran free to air (FTA), KapanLagi Youniverse (KLY) sebagai bagian dari bisnis media digital Emtek, hingga kehadiran platform over the top (OTT) berlangganan Vidio yang menyajikan konten video on demand.
Sutanto mengatakan, media konvensional seperti televisi memang begitu powerful 10-20 tahun lalu, namun kini televisi bukanlah satu-satunya. Saat ini televisi bersaing dengan YouTube, Facebook, dan lain-lain. Oleh karenanya menurut Sutanto, industri televisi perlu menjadi perusahaan konten.
"Di grup Emtek kami mengembangkan kapabilitas dan kemampuan mengembangkan konten, misalnya dengan Sinemart untuk memproduksi konten sinetron, Screenplay menghasilkan konten film dan konten original untuk OTT, atau Indonesia Entertainment Produksi yang memproduksi konten-konten hiburan. Dengan demikian, dari segi konten kami tidak bergantung pada pihak ketiga. Hal ini penting untuk securing content yang ekslusif," katanya.
Selain menjadi perusahaan konten, Emtek juga meredefinisi bisnis atau memasuki bisnis lain, termasuk di antaranya adalah jasa digital dan periklanan.
Misalnya dengan penyertaan saham di PT Benson Media Kreasi (Samara) yang bergerak di bidang periklanan hingga talent management, serta memperkuat ekosistem digital dengan cross investation dengan Grab. Dengan begitu, Grab kini masuk dalam ekosistem Emtek bersama Bukalapak, dan Dana.
(Tin/Ysl)