Penjahat Siber Gondol Crypto Senilai Rp 109 Triliun di 2021

Laporan menyebut, terdapat kenaikan kerugian akibat penipuan crypto hingga 81 persen dibandingkan tahun 2020

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 27 Des 2021, 10:57 WIB
Diterbitkan 27 Des 2021, 10:33 WIB
Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital.
Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah laporan menyebut, scammer mata uang kripto dan penjahat siber dilaporkan sukses menggondol crypto hingga senilai USD 7,7 miliar (sekitar Rp 109 triliun) dari korban-korbannya di tahun 2021.

Chainalysis, perusahaan analisis blockchain melaporkan, angka tersebut berarti terdapat kenaikan kerugian hingga 81 persen dibandingkan tahun 2020.

Dilansir ZDNet, Senin (27/12/2021), sekitar USD 1 miliar dari seluruh kerugian crypto tersebut, terkait dengan satu skema yang diduga menargetkan Rusia dan Ukraina.

"Sebagai bentuk kejahatan berbasis mata uang kripto terbesar dan secara unik ditargetkan ke pengguna baru, scamming adalah salah satu ancaman terbesar bagi adopsi cryptocurrency yang berkelanjutan," kata mereka.

Di satu sisi, Chainalysis juga melaporkan, jumlah setoran ke alamat penipuan menurun dari hanya di bawah 10,7 juta menjadi 4,1 juta.

Mereka mengatakan, ini bisa diartikan ada lebih sedikit korban penipuan secara individu, tetapi mereka kehilangan lebih banyak.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Sumber Utama Kerugian

Crypto Bitcoin
Bitcoin adalah salah satu dari implementasi pertama dari yang disebut cryptocurrency atau mata uang kripto.

Menurut Chainalysis, sumber utama meningkatnya kerugian mata uang kripto di 2021 adalah "rug pulls", di mana pengembang mata uang digital baru menghilang dan membawa dana pendukung bersama mereka.

Rug pulls menyumbang 37 persen dari semua pendapatan penipuan mata uang kripto pada tahun 2021, dengan total US$ 2,8 miliar, atau naik dari hanya 1 persen di 2020.

Chainalysis juga menyebutkan, ada perubahan karakteristik jaringan penipuan investasi.

Mereka menyebut, jumlah penipuan keuangan aktif meningkat dari 2.052 di 2020 menjadi 3.300, sementara masa hidup individual mereka menurun dari lebih dari 500 hari di 2016 menjadi 291 di 2020, dan 70 hari di 2021.

Menurut laporan tersebut, sebelumnya, penipuan ini mungkin bisa terus beroperasi lebih lama.

"Ketika scammers menyadari tindakan ini, mereka mungkin merasakan lebih banyak tekanan untuk menutup toko sebelum menarik perhatian regulator dan penegak hukum," kata Chainalysis.

Audit Kode

Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay
Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay

Chainalysis pun mencatat, yang terpenting adalah menghindari token baru yang belum menjalani audit kode.

Audit kode adalah proses di mana perusahaan pihak ketiga menganalisis kode kontrak pintar di balik token baru atau proyek DeFi lainnya.

Ini secara terbuka menegaskan bahwa aturan tata kelola kontrak itu ketat dan tidak mengandung mekanisme yang memungkinkan pengembang untuk mengambil keuntungan dari dana investor.

Investor juga diminta mewaspadai token yang tidak memiliki materi publik yang diharapkan dari proyek yang sah, seperti situs web atau buku putih, serta token yang dibuat oleh individu yang tidak menggunakan nama asli mereka.

(Dio/Ysl)

INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar

INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar (Liputan6.com / Abdillah)
INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya