Liputan6.com, Jakarta - Elon Musk lagi-lagi menjadi sasaran Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) Amerika Serikat. Regulator menggugat Elon Musk setelah dia tidak hadir dalam kesaksian yang dijadwalkan sebelumnya.
Melansir Engadget, Sabtu (7/10/10/2023), investigasi SEC dimulai pada tahun 2022. Mereka membuka penyelidikan atas penundaan pengungkapan saham Musk di Twitter. Perlu diketahui, Twitter pada saat itu merupakan perusahaan publik.
Baca Juga
Musk terlambat 10 hari dalam mengajukan dokumen, yang diwajibkan berdasarkan undang-undang sekuritas AS, dan mengungkapkan investasinya di Twitter. Penundaan ini diduga telah memberinya penghasilan sebesar USD 156 juta atau Rp 2,4 triliun.
Advertisement
Selain itu, gugatan ini menjadikan Elon Musk sebagai sasaran gugatan class action dari mantan pemegang saham Twitter.
Sebelumnya, Musk telah dijadwalkan untuk bersaksi dalam penyelidikan SEC mengenai masalah ini bulan September 2023 lalu. Namun, Musk tidak hadir pada pertemuan yang dijadwalkan di San Francisco. Kemudian, dia menolak hadir ketika SEC mencoba untuk menjadwalkan ulang.
Regulator kini meminta pengadilan federal San Francisco untuk memaksa Musk mematuhi panggilan pengadilannya. Ini bukan pertama kalinya Musk berada di pihak berseberangan dengan SEC.
Pemilik Twitter ini didakwa melakukan penipuan sekuritas atas tweet terkenal pada tahun 2018. Tweet tersebut mengklaim bahwa dia telah mendapatkan dana untuk menjadikan Tesla sebagai perusahaan swasta.
Musk akhirnya menyelesaikan masalah ini dengan SEC. Dia membayar denda sebesar USD 20 juta atau Rp 312,4 miliar dan menyerahkan posisinya sebagai ketua dewan direksi Tesla.
Namun, Musk masih menentang ketentuan penyelesaian SEC yang mengharuskan 'pengasuh Twitter' untuk menandai beberapa tweet Musk yang berkaitan dengan Tesla.
Elon Musk Terlambat Melaporkan Pembelian Sahamnya Pada SEC 2022 Lalu
Sebelumnya, Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) menyelidiki keterlambatan pengungkapan Elon Musk atas pembelian lebih dari 5 persen saham Twitter pada tahun 2022 lalu. Musk juga menghadapi tuntutan hukum dari pemegang saham Twitter dan penyelidikan terpisah oleh FTC atas masalah yang sama.
Elon Musk mengungkapkan pembelian sahamnya pada tanggal 4 April 2022, 10 hari lebih lambat dari yang disyaratkan oleh undang-undang. Karena hal ini, akhirnya Musk mengakuisisi 9,2 persen saham Twitter dan menjadi pemegang saham terbesar perusahaan, mengutip Engadget, Jumat (6/10/2023).
Dalam pengajuan awalnya, Musk mengatakan dirinya adalah pemegang saham pasif. Namun, kemudian dia mengajukan formulir yang menunjukkan keterlibatan lebih besar, termasuk tawaran untuk bergabung dengan dewan direksi.
Lalu, salah satu orang terkaya di dunia ini juga mengajukan tawaran untuk membeli Twitter seharga USD 44 miliar atau Rp 687,3 triliun, yang telah disetujui oleh dewan direksi Twitter.
Musk mengatakan bahwa dia bakal membuka potensi luar biasa dari Twitter dan kesepakatan itu akan baik untuk kebebasan berpendapat.
Advertisement
Musk Sering Menerima Gugatan dari Berbagai Pihak
Musk sering berselisih dengan SEC selama beberapa tahun terakhir. Pada bulan Februari 2022, dia meminta hakim untuk membatalkan perjanjiannya dengan SEC yang mengharuskannya mendapatkan persetujuan untuk tweet terkait Tesla. Namun, hakim telah menolak permintaannya tersebut.
Tidak hanya itu, hakim juga menolak permintaan Musk untuk memblokir panggilan pengadilan SEC terkait kemungkinan insider trading, dilaporkan oleh Engadget, Jumat (6/10/2023).
Musk juga terkena gugatan class action atas investasiya di Twitter. Menurut pemegang saham yang mengajukan gugatan, dia dan investor lain menjual saham dengan harga yang “dikempiskan secara artifisial” sebagai akibat dari tindakan Musk.
Gugatan tersebut juga menuduh bahwa Musk telah lalai karena tidak mengungkapkan kepada investor bahwa ia telah mengakuisisi 5 persen kepemilikan saham di Twitter.
Twitter Digugat Agensi Iklan Media Sosial Bernama Mirip
Masih soal Twitter, sebelumnya X alias Twitter, digugat oleh sebuah agensi periklanan media sosial yang juga memiliki nama serupa, X Social Media.
Gugatan ini diajukan di pengadilan federal di Florida, Amerika Serikat pada Senin 2 Oktober 2023, waktu setempat.
Menurut agensi ini, X Corp., yang merupakan rebranding dari Twitter pada bulan Juli lalu, kemungkinan besar akan menimbulkan kebingungan pada konsumen.
Dikutip dari New York Post, dalam gugatannya, agensi periklanan ini menyatakan mereka sudah memakai nama "X Social Media" sejak tahun 2016, dan sudah memiliki federal trademark.
Disebutkan, agensi ini telah menginvestasikan lebih dari USD 400 juta dalam iklan Facebook, demi menjangkau klien potensial.
Menurut mereka, perubahan brand Twitter jadi X membuat pelanggan bingung, dan berakibat pada hilangnya pendapatan.
"Dalam waktu singkat, X Corp. telah memakai pengaruhnya di media sosial, sumber daya pemasaran, dan ketenaran nasional secara menyeluruh demi mendominasi persepsi konsumen terhadap tanda 'X' mereka," kata pihak penggugat.
X Social Media pun meminta pengadilan untuk memaksa perusahaan milik Elon Musk itu untuk berhenti menggunakan nama X, serta meminta ganti rugi dalam jumlah yang tidak ditentukan.
Advertisement