Liputan6.com, Jakarta - Kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dinilai telah menghantam pasar tenaga kerja global seperti tsunami.
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), Kristalina Georgieva, menyebut AI kemungkinan akan berdampak pada 60% pekerjaan di negara-negara maju dan 40% pekerjaan di seluruh dunia dalam dua tahun ke depan.
Baca Juga
“Kita hanya mempunyai sedikit waktu untuk mempersiapkan masyarakat (tenaga kerja manusia) dan dunia usaha untuk menghadapinya,” katanya pada sebuah acara di Zurich yang diselenggarakan oleh Swiss Institute of International Studies.
Advertisement
“Hal ini dapat membawa peningkatan produktivitas yang luar biasa jika kita mengelolanya dengan baik, namun AI juga bisa menyebabkan lebih banyak misinformasi dan, tentu saja, semakin besarnya kesenjangan dalam masyarakat kita,” ia menambahkan, sebagaimana dikutip dari Reuters, Rabu (15/5/2024).
Georgieva mengatakan perekonomian dunia menjadi lebih rentan terhadap guncangan dalam beberapa tahun terakhir, akibat pandemi global pada 2020, serta perang di Ukraina.
Meskipun ia memperkirakan akan ada lebih banyak guncangan, khususnya akibat krisis iklim, namun pihaknya tetap memiliki ketahanan yang baik.
“Kita tidak berada dalam resesi global,” kata Georgieva, yang dicemooh oleh para pengunjuk rasa yang menyerukan tindakan terhadap perubahan iklim dan mengatasi utang negara berkembang.
Inflasi Menurun
Ia menguraikan, tahun lalu ada kekhawatiran bahwa sebagian besar perekonomian akan tergelincir ke dalam resesi, namun hal itu tidak terjadi.
"Inflasi yang menghantam kita dengan kekuatan yang sangat kuat kini sedang menurun, hampir di semua tempat," Georgieva menegaskan.
Ketua Bank Nasional Swiss, Thomas Jordan, yang juga berbicara pada acara tersebut, mengatakan perjuangan melawan inflasi di Swiss kini sudah jauh lebih maju.
Inflasi naik menjadi 1,4% pada April 2024, kenaikan harga selama 11 bulan berturut-turut berada dalam kisaran target Swiss National Bank (SNB) 0-2%.
“Prospek inflasi jauh lebih baik. Tampaknya dalam beberapa tahun ke depan, inflasi benar-benar bisa berada pada kisaran stabilitas harga yang sama. Tetapi ada banyak ketidakpastian,” kata Jordan memungkaskan.
Advertisement
Rawan Disinformasi, Pemerintah Kembangkan Kebijakan Tata Kelola AI
Perkembangan teknologi AI sendiri dinilai memudahkan berbagai pekerjaan manusia. Dalam hal ini, Wakil Kementerian Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo), Nezar Patria menjelaskan bahwa saat ini di Indonesia terdapat sekitar 26,7 juta orang pekerja telah terbantu dengan keberadaan teknologi AI.
Namun, hadirnya teknologi AI tetaplah menjadi pisau bermata dua karena di samping potensi pemanfaatan yang besar secara produktif, teknologi AI juga membawa sejumlah tantangan, mulai dari bias algoritma, penyebaran konten disinformasi, hingga ancaman hilangnya pekerjaan akibat otomasi teknologi AI.
Hal tersebut disampaikannya dalam acara Thinktank & Journalist Workshop: Accelerating Responsible AI Governance and Innovation with Copilot for Indonesia yang digelar pada hari Senin (6/5/2024).
Sebagai bentuk komitmen dalam mewujudkan pemanfaatan teknologi AI yang aman dan produktif, pemerintah telah mengembangkan serangkaian kebijakan terkait teknologi AI.
“Pemerintah telah mengembangkan berbagai kebijakan mengenai AI dengan pendekatan ganda, yaitu horizontal dan vertikal. Contohnya untuk pengaturan Undang-Undang ITE dan Undang-Undang PDP yang diperkuat oleh Surat Edaran Menteri Kominfo tentang Panduan Etika AI sebagai contoh pendekatan yang horizontal,” ujar Wamen Nezar Patria dilansir dari rilis pers Kominfo, Senin (6/5/2024).
Pemerintah juga mendorong tata kelola yang harmonis dan lintas sektor sebagai wujud pendekatan horizontal. Sementara pendekatan vertikal yang dimaksud adalah dengan memberikan ruang untuk kebijakan yang lingkupnya sektoral.
Nezar berharap dengan adanya kebijakan tersebut ekosistem AI yang aman dan produktif dapat terwujud.
Infografis 4 Rekomendasi Chatbot AI Terbaik. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Advertisement