Jangan Anggap Remeh Investasi di Negara Berkembang

Sejumlah analis menilai, negara berkembang masih menjadi tempat menarik untuk investasi di tengah penarikan dana stimulus moneter AS.

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 26 Feb 2014, 13:47 WIB
Diterbitkan 26 Feb 2014, 13:47 WIB
ihsg-menguat-140210a.jpg

Liputan6.com, New York Setelah berbulan-bulan dihempas derasnya aliran dana ke luar negeri dan dikucilkan para investor asing, negara-negara berkembang kini mulai menunjukkan daya pikatnya kembali.


Para analis mengatakan, negara-negara berkembang saat ini menawarkan nilai yang fantastis dan tidak sepatutnya dianggap remeh.

"Negara-negara berkembang sudah menerima banyak hantaman sejak pertengahan tahun lalu hingga kini. Padahal negara ini menawarkan nilai yang fantastis," ungkap manajer perusahaan investasi Ashmore Investment Management, Julie Dickson seperti dikutip dari CNBC, Rabu (26/2/2014).

Sejak tahun lalu, negara-negara berkembang menderita aksi jual yang cukup brutal setelah sejumlah mata uang tercatat mengalami pelemahan drastis. Para investor panik dan menjual sejumlah asetnya ke luar negara berkembang.

Para analis menilai, turbulensi pasar itu disebabkan penarikan dana stimulus Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang pengumumannya mulai digaungkan sejak pertengahan tahun lalu. Sementara dana asing yang keluar dari negara berkembang selama 13 minggu tahun ini tercatat mencapai US$ 18,76 miliar.

Meskipun sejumlah investor meragukan potensi negara berkembang di tengah-tengah aksi The Fed, salah satu analis justru yakin itu tidak akan mengganggu ekonomi negara berkembang.


"Negara-negara ini beserta seluruh bank sentralnya telah melakukan berbagai kebijakan kuat untuk menyelesaikannya. Pemerintah bersama bank sentral negara berkembang juga telah melakukan berbagai langkah yang diperlukan. Saya rasa semua risiko sudah dihadapi dan diselesaikan," ungkap Dickson.


Namun dia bukan satu-satunya analis yang menganjurkan para investor untuk memandang positif potensi negara-negara berkembang.

"Saya tidak percaya uang yang diedarkan The Fed banyak mengalir ke negara-negara berkembang. Jika suku bunga AS naik perlahan saya tidak melihat risiko yang besar baik bagi negara berkembang maupun Amerika Latin," ungkap CIO UBS Wealth Management, Kelvin Tay.

Kedua analis tersebut yakin, negara-negara berkembang di Asia termasuk China memiliki potensi investasi yang besar dan tidak bisa dianggap remeh. (Sis/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya