Utang Luar Negeri Swasta Bengkak, BI Ingatkan Krisis

Bank Indonesia (BI) terus mengimbau kepada perusahaan swasta untuk hati-hati dalam mencari utang luar negeri.

oleh Liputan6 diperbarui 27 Feb 2014, 09:45 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2014, 09:45 WIB
agus-martowadjoyo-bi-130318b.jpg

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) terus mengimbau kepada perusahaan swasta untuk hati-hati dalam mencari utang luar negeri (ULN). Pasalnya, ULN swasta meningkat signifikan, bahkan telah melampaui ULN pemerintah.



Gubernur BI, Agus Martowardojo mengungkapkan ULN pemerintah, perbankan, lembaga keuangan seluruhnya terkendali. Namun ULN swasta justru meningkat tajam.


Posisi ULN swasta non bank mengalami lonjakan signifikan dari US$ 103,2 miliar menjadi US$116,4 miliar pada akhir 2013. Utang luar negeri Bank Sentral turun dari posisi US$ 9,9 miliar di 2012 menjadi US$9,2 miliar di tahun lalu.



Kenaikan justru terjadi pada kelompok swasta non bank yang meningkat US$ 23 miliar pada 2012 naik menjadi US$ 24 miliar pada akhir 2013. Sedangkan utang luar negeri pemerintah merosot dari posisi US$ 116,1 miliar di 2012 menjadi US$ 114,2 miliar pada tahun lalu.


"Saya hanya mengingatkan supaya tidak mengulang 1997-1998 ada tiga miss match, yakni di currency, tenor, floating dan fix. Tiga ini yang bikin krisis di periode tersebut," terang dia di Jakarta, Rabu (26/2/2014) malam.


Agus menilai, pihaknya akan menjaga ULN swasta yang memang diperlukan untuk mendanai ekspansi bisnis maupun investasi. Tapi dia mengimbau supaya perusahaan dapat melakukan lindung nilai (hedging) utang.



"Kalau tidak hedging dan tanpa sadar utang membengkak akan membuat kondisi perusahaan dan negara dalam bahaya. Makanya hati-hati kalau berutang, bahkan jika tidak perlu ngutang ya jangan ngutang," tegas dia.


Sementara itu, Pengamat Ekonomi Aviliani menyarankan agar perusahaan swasta mengalokasikan pinjaman luar negeri untuk kegiatan bisnis yang bersifat produktif.
"Sebab manajemen ULN perlu diperhatikan karena utang memang bentuknya mikro tapi akan berpengaruh ke makro ekonomi Indonesia," tukasnya. (Fik/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya