Liputan6.com, Jakarta Pengusaha menolak terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang juga sebagai revisi dari UU nomor 5 tahun 1999 yang memperkuat kedudukan lembaga Komisi Pengawasan Persaingan Usaha sebagai pengawas persaingan usaha.
"Kami menolak proses pembentukan RUU ini. RUU ini inisiatif DPR, RUU ini bukan amandemen perubahan, tapi pengganti atau perubahan total," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kebijakan Publik, Fiskal dan Moneter Haryadi Sukamdani di Jakarta, seperti ditulis, Kamis (27/2/2014).
Dia mengatakan, pengusaha keberatan dengan RUU ini lantaran dalam proses pembahasan RUU, DPR tidak melibatkan pengusaha sebagai stakeholder. Jadi terkesan RUU itu dipaksakan.
Advertisement
"Ini mau ada UU penganti yang tidak tersosialisasikan dan terkesan dipaksakan dengan baik. Kami sendiri tidak bermasalah dengan KPPU, tapi kami keberatan dong, marah dong. Kan kalau ini terbuka pasti kami mencari format yang lebih baik," lanjutnya.
Menurut Haryadi, para pengusaha juga tidak melihat adanya naskah akademi atas rencana penyempurnaan atas UU nomor 5 tahun 1999 ini.
"Ini substansinya kekuasaan mutlak ditangan KPPU, kami tidak masalah, tetapi kalau sistemnya seperti ini bagaimana pertanggungjawaban publiknya," jelasnya.
Selain itu, ada beberapa pasal dalam RUU yang dianggap tidak bisa diterima oleh pengusaha dan diminta untuk dilakukan peninjauan ulang, seperti pada pasal 28 soal rangkap jabatan.
Dalam pasal itu menyatakan seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan pada waktu yang bersamaan dilarang menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan tidak sehat.
"Dalam praktiknya, banyak komisaris yang mempunyai jabatan rangkap. Lagi pula saya rasa di zaman seperti sekarang sulit bagi suatu orang atau perusahaan untuk bisa melalukan monopoli dalam usaha karena persaingan saat ini begitu ketat," kata Haryadi.
Oleh sebab itu, dengan banyaknya pertimbangan, para pengusaha berharap agar RUU ini dapat ditunda pada periode masa jabatan DPR 2014-2019.
"RUU ini tidak masuk ke Prolegnas 2013, tetapi apabila dimasukkan ke Prolegnas 2014, maka harus diselesaikan dalam waktu singkat. Ini bagaimana sosialisasinya. Kami ingin aturan ini tersosialisasi dengan baik, memiliki naskah akdademik, referensi yang dipakai bisa diimplementasikan di Indonesia, tidak mau yang asal-asalan," tandas dia. (Dny/Ahm)