Freeport Sepakati Enam Poin Renegosiasi

PT Freeport Indonesia telah menyetujui enam poin renegosiasi kontrak pertambangan sesuai dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 07 Apr 2014, 18:45 WIB
Diterbitkan 07 Apr 2014, 18:45 WIB
Tambang Freeport
Ilustrasi Pertambangan (Foto:Antara)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan telah merampungkan renegosiasi kontrak pertambangan dengan PT Freeport Indonesia (PTFI).

Direktur Jenderal Mineral Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, R. Sukhyar mengatakan, perusahaan pemegang Kontrak Karya (KK) asal Amerika Serikat tersebut telah menyetujui enam poin renegosiasi.

Untuk memastikan kesepakatan tersebut akan ada penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of under standing/MoU) di antara kedua belah pihak.

"Semuanya sudah oke, tinggal amandemen kontrak. Sebentar lagi,"  kata Sukhyar, usai menghadiri  hasil kajian IRESS, di Kawasan bisnis Sudirman, Jakarta, Senin (7/4/2014).

Sukyar menyebutkan tiga dari enam poin renegosiasi yang disepakati Freeport, untuk luas wilayah Freeport bersedia mengurangi luas wilayah yang semula sekitar 212 ribu hektar. Kini menjadi 127 ribu hektar sedangkan Freeport hanya membutuhkan 10 ribu hektar untuk kegiatan eksploitasi lantaran sudah beralih ke tambang bawah tanah.

"Ini di luar arena penunjang seperti pipa, pelabuhan yang butuh lahan, selama periode kontrak masih berlangsung mereka masih bisa pegang lebih dari ketentuan undang-undang," tutur Sukhyar.

Sukhyar menambahkan, untuk poin  renegosiasi mengenai pembagian royalti,  Freeport bersedia mengikuti ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak(PNBP).

"Dalam PP tersebut memuat ketentuan royalti tembaga sebesar 4%, emas sebesar 3,75% dan perak sebesar 3,25%," ujar Sukhyar.

Sedangkan untuk poin divestasi saham yang disepakati adalah sebesar 30%. Hal ini tak sebesar yang ditetapkan karena  Freeport akan beralih ke tambang bawah tanah. Pasalnya, besaran divestasi tersebut mempertimbangkan besaran investasi, teknologi serta keahlian yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan bawah tanah.

"30% itu sampai masa kontraknya selesai mana kala (ditawarkan) ke pemerintah maka tidak pakai harga pasar tapi pakai replacement cost berapa yang dikeluarkan itu yang dibayarkan," pungkasnya.

Enam poin renegosiasi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba mengenai pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian di dalam negeri (smelter), pengurangan luas lahan tambang, perubahan perpanjangan kontrak menjadi izin usaha pertambangan (IUP), kenaikan royalti untuk penerimaan negara, divestasi, serta penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya