Bos PLN Terus Pantau Pergerakan Rupiah

Pasalnya, semua transaksi yang dibayar perusahaan listrik pelat merah itu menggunakan mata uang dolar Amerika serikat (AS).

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 02 Jun 2014, 10:19 WIB
Diterbitkan 02 Jun 2014, 10:19 WIB
Nur Pamudji
(Foto: PLN.co.id)

Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) tengah fokus pada kemampuan fiskal pemerintah. Pasalnya, semua transaksi yang dibayar perusahaan listrik pelat merah itu menggunakan mata uang dolar Amerika serikat (AS).

Dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2014 perkiraan kurs rupiah sebesar Rp 10.500 per dolar AS, namun perkiraan tersebut meleset ke Rp 11 ribu per dolar AS.  Kemudian pemerintah mengajukan revisi dalam APBN Perubahan kurs Rp 11.700 per dolar AS.

Menurut Direktur Utama PLN, Nur Pamudji, hal itu menjadi masalah besar  bagi perusahaan yang melakukan transaksi pembayaran dengan mata uang asing.

"Ada perbedaan kurs signifkan Rp 1.200 antara APBN 2014 dan APBN-P 2014, kurs itu bagi PLN besar. Bukan PLN saja, Pertamina juga karena beli BBM-nya pakai dolar" tuturnya.

Nur menjelaskan, tingginya pengaruh kurs tersebut pada perusahaan karena penerimaan PLN dari pelanggannya berupa rupiah, sementara  pengeluaran untuk membeli energi PLN berupa dolar.

"Misal harga batubara kita ikuti HBA (Harga Batubara Acuan) itu dolar di situ, harga gas dolar juga nggak ada harga gas rupiah, soal rupiah pembayarannya tapi refresinya dolar kalau kurs bergerak harganya bergerak. Listrik swata itu dolar," jelasnya.

Selain membeli energi, angsuran utang dan sama bunga yang dibayar PLN dalam bentuk valuta asing. Hal itu disebabkan hampir semua proyek pembangunan infrastruktur listrik PLN dalam delapan tahun terakhir didanai dari utang.

"Saya kasih angka kewajiban pokok dan bunga, besar sekali. Sekarang penerimaan PLN Rp 15 triliun per bulan, itu Rp 51 triliun sendiri bayar pokok dan bunga," tuturnya. (Pew/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya