Bea Keluar Mineral Gerus Untung Pengusaha Tambang

"Yang dilarang ekspor ore. Ekspor konsentrat boleh asal memenuhi batas minimum," kata Direktur Eksekutif Indonesia, Syahril AB.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 05 Jun 2014, 09:28 WIB
Diterbitkan 05 Jun 2014, 09:28 WIB
Tambang Freeport
Ilustrasi Pertambangan (Foto:Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Penetapan bea keluar mineral olahan dikeluhkan pengusaha tambang. Hal itu karena membuat keuntungan pengusaha tambang menipis.

Direktur Eksekutif Indonesia Mining Asociation (IMA), Syahril AB mengatakan, saat ini pemerintah masih memperbolehkan ekspor konsentrat dengan batas minimum.

"Yang dilarang ekspor ore (mentah). Ekspor konsentrat boleh asal memenuhi batas minimum," kata Syahril, saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Rabu (4/6/2014).

Namun, ekspor konsentrat tersebut terhenti karena Kementerian Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6 Tahun 2014 mengenakan bea ekspor sebesar 20%.

"Ekspor konsentrat ini terhenti karena bea ekspor yang ditetapkan MenKeu 20% dari penerimaan kotor di kurangi royalti," ujar Syahril.

Menurut Syahril, bea keluar sebesar 20% terlalu tinggi, sehingga membuat keuntungan pengusaha menipis, bahkan mencapai 7%. Hal ini membuat pengusaha lebih memilih menghentikan ekspor.

"Angka 20 % tersebut terlalu tinggi yang membuat profit margin tambang dari 27-30% menjadi hanya 7%. Ini yang membuat perusahaan tambang stop ekspor,"  ungkapnya.

Syahril menambahkan, saat ini PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) sudah melakukan penghentian kegiatan produksi, dimulai sejak 1 Juni 2014. "IMA tidak punya laporan siapa saja yang menghentikan kegiatan kecuali NNT sejak tanggal 1 Juni," pungkasnya. (Pew/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya